27. Apollo

171 18 3
                                    

Setiap gesekan kuas dengan kanvas yang tercipta, menghasilkan suatu suara yang indah. Itu menurutku. Karena setiap goresannya mengandung banyak makna dan setiap incinya sangat berpengaruh pada hasilnya.

Namaku Morfia. Morfia yang dalam bahasa Yunani berarti cantik. Ibuku memang sangat menyukai cerita mitologi bangsa Yunani. Tapi dia salah, kecantikanku tidak melebihi Aphrodite. Sang dewi cinta yang diperebutkan oleh dewa-dewa di sana. Dewi cinta yang tidak harus merasa sedih karena ditinggalkan oleh terkasihnya. Dewi cinta yang kisah cintanya dengan mudah dia dapatkan.

Perbandingan kisah cintanya denganku seperti sudut segitiga. 180° derajat berbeda. Dia yang dengan mudah menaklukkan hati sang dewa, sedangkan aku, diliriknya saja tidak.

"Hey! Mikirin Aphrodite lagi?" Ucap Kak Adit dengan senyum miringnya.

"Hahaha, bisa jadi," jawabku membenarkan perkataannya.

"Lihat tuh, lukisanmu sudah mulai kering. Nanti tidak bisa dibaurkan lagi warnanya."

"Ah iya, makasih kak!"

Kak Adit, Kating sejuta pesona. Itu julukannya. Dan aku salah satu dari banyak orang yang terjerumus ke dalam pesonanya. Bagiku dia seperti Apollo, dewa muda yang sangat tampan.

Bukan hanya itu, kak Adit juga pandai bermusik, dan senyumannya pun menyembuhkan hati seseorang (okey, yang ini mungkin hanya terjadi padaku). Semua itu seperti dewa Apollo!

"Menurutku, kecantikan Morfia tak kalah dengan dewi Aphrodite," Kak Adit kembali bersuara.

Perkataannya kali ini sungguh sangat mengagetkan. Hampir saja jantungku berhenti berdetak dibuatnya. Dan sepertinya, perpaduan warna merah dan putih telah tercurah di kedua pipiku.

"Hm? Memang kakak tahu apa tentang Aphrodite, Aphrodite itu dewi tercantik! Semua dewa sangat menginginkannya."

"Aku tahu betul itu Fi, Kamu sudah sering mengatakannya. Tapi, kurasa menjadi terlalu cantik itu juga tidak enak. Pasti Aphrodite merasa terganggu karena para dewa menginginkannya."

"Iya juga sih kak, Zeus pun turun tangan dalam percintaannya, padahal Aphrodite sendiri dewi cinta."

"Nah kan," kak Adit tertawa.

"Di setiap kelebihan pasti ada kekurangannya," lanjutnya.

Walau tampak bercanda, tetapi kata-katanya bijak. Seperti goresan cat pada kanvas, tiap katanya mengandung makna yang berarti. Dan lagi, yang paling kusenangi dari kak Adit, ia tak menganggapku gila jika membahas cerita dewa-dewi dari bangsa Yunani kuno.

"By the way, kenapa itu tidak dipadukan dengan warna hijau saja Fi?" tambah kak Adit ketika melihat lukisan yang sedang kubuat.

"Ah, kurasa jingga lebih pas kak."

"Cobalah dengan hijau, hasilnya akan lebih baik."

"Ah, baiklah."

Hari ini, hatiku dipenuhi dengan warna kuning. Ceria dan terang, layaknya matahari.

--

Kali ini Demeter, sang dewi cuaca, bersedih. ia kehilangan anaknya lagi, karena Persephone kembali kepada Hades. Baru saja aku selesai membayar cat putih yang kubeli tadi, hujan seketika mengguyur seantero kota. Rasanya ingin sekali aku berteriak kepada Persephone, 'PERSEPHONE KEMBALILAH KE PADA IBUMU, BUAT DIA SENANG, AGAR LANGIT IKUT TERSENYUM.'

Sesungguhnya, walau Demeter bersedih aku bisa saja pulang. Tentu saja jika aku membawa payung kecilku. Tapi, kenyataannya berbalik, aku berangkat dengan tangan kosong dari rumah.

"Persephonenya kembali ke Hades ya?" suara seseorang cukup mengagetkanku.

"Eh, kak Adit! Ngapain di sini kak?"

"Hahaha, lagi jalan-jalan aja sih. Kamu sendiri ngapain?"

"Nih, baru beli cat, yang di rumah habis. Eh malah dicegah hujan buat pulang," jawabku dengan sedikit menunjukkan cat yang kubeli tadi.

Dia hanya mengangguk kecil, kemudian duduk di sampingku.

"Kak, aku mau nanya."

"Hm, mau nanya apa?"

"Kenapa ya, Apollo tidak jatuh cinta kepada Aphrodite?" tanyaku.

Jujur saja aku masih bingung. Aphrodite yang cantik mengapa tidak bersama Apollo yang tampan saja. Bukankah mereka sangat cocok? Si cantik dan si tampan.

"Mungkin, karena cinta itu bukan dilihat dari kecantikan saja."

Okey, yang ini benar.

"Lalu, kenapa Apollo menyukai Daphne?"

Ini salah satu cerita mitologi yang paling tidak kusuka. Kurasa, Aphrodite lebih baik dari Daphne, tapi Apollo lebih tertarik bersama Daphne.

"Em, tapi akhirnya Apollo tidak bersama Daphne bukan?"

Ya, Apollo memang ditolak mentah-mentah oleh Daphne. Dewa muda itu tidak pernah berhasil tentang urusan cinta. Itu cukup menggelikan, melihat wajahnya yang setampan itu, dia selamanya berstatus single.

"Apollo memang tidak berhasil bersama Daphne kak. Tapi, Apolloku kebalikannya," ujarku pelan, nyaris seperti bisikan.

"Maksudnya?" kak Adit bertanya heran.

"Ah, bukan apa-apa kak."

Bodoh, kenapa aku mengatakannya?

"Em, sepertinya Demeter sudah bangkit dari kesedihannya! Aku balik duluan ya kak!" aku buru-buru pamit.

Setelahnya, aku langsung mengambil langkah cepat ke arah rumah. Aku sadar, pasti kali ini kak Adit sangat bingung akan tingkahku.

Kenapa juga aku bisa sampai kelepasan? Sungguh bodoh, membicarakan Apollo di hadapan Apollo. Tapi, semua itu adalah fakta. Apolloku tidak seperti Apollo yang berada di Olympus.

Dalam mitologi Yunani kuno, dikisahkan bahwa Apollo adalah dewa muda yang terkenal ketampanannya. Dia merupakan dewa musik dan dewa penyembuh. Walau berwajah tampan, semasa hidupnya tak sekali pun ia berhasil mendapatkan gadis yang ia cintai.

Salah satu gadis yang ia cintai adalah Daphne. Daphne merupakan putri dari dewa sungai, Peneus. Daphne sangat membenci Apollo. Oleh karna itu, Apollo tidak pernah berhasil mendapatkan Daphne.

Berbeda dengan Apolloku, Apolloku berhasil mendapatkan sang Daphne, Apolloku berhasil membuat Daphne jatuh hati kepadanya, Apolloku berhasil mengukir cinta bersama orang terkasihnya.

Sesampainya di kamar. Kugoreskan kuas dengan catnya ke atas kanvas yang putih dan bersih. Kuekspresikan perasaanku hari ini, lewat sebuah lukisan yang dipenuhi dengan warna kegelapan. Mendung, perasaanku seperti Demeter yang kehilangan anaknya.

Ya, sedikit lebay memang. Mood-ku benar-benar hilang. Jangan berpikir itu semua karena malu. Mood-ku hancur karena mengingat suatu kenyataan pahit. Suatu kenyataan bahwa bukan akulah sang Daphne. Aku hanya Morfia, yang tak lebih cantik dari dewi Aphrodite. Jikalau aku secantik dewi Aphrodite pun, Apollo tetap menyukai sang Daphne.

Tapi, Apakah ada kemungkinan Apollo akan berpaling hati dari Daphne? Atau, kemungkinan seorang Morfia bisa menjadi Daphne miliknya?

Kuharap, aku dapat menjadi sang Daphne untuknya. Walau untuk saat ini, sang Daphne bukanlah aku. Dan aku sangat berharap, akan ada saatnya Morfia berubah menjadi Daphne yang dengan senang hati menerima sang Apollo.

Hati itu bak sebuah kanvas. pilihlah berbagai warna cat untuk memadukannya. lalu tuangkan warna-warna indah itu melalui goresan kuas yang kau buat, Berhati-hatilah, karena setiap goresannya mengandung banyak makna, dan setiap incinya sangat berpengaruh pada hasilnya.

Fin.

By Daniaty Salam.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang