20. MY LITTLE NIGHTMARES

82 6 0
                                    

Sore itu, ketika aku pulang sekolah rumah terlihat sangat senggang. Aku pun mengucapkan salam. Namun, tidak ada jawaban. Terdapat surat kecil di meja ruang tengah "Kak, ibu dan bapak pergi ke rumah saudara ya. Mungkin, sampai malam. Kalau mau makan, beli saja. Ibu tidak masak." Begitulah isi surat itu yang di bawahnya terdapat uang Seratus Ribu Rupiah. Aku pun langsung menuju kamarku setelah menambil uang yang diberikan ibu. Menaruh tasku yang luar biasa berat karena buku pelajaran yang banyak ini. Persetan dengan pendidikan Indonesia yang membuat para pelajar semakin banyak terjangkit penyakit Kifosis. Ku banting tubuhku ke atas kasur dan mulai memainkan gawai. Seperti biasa, aku akan membaca kisah menarik di Instagram horrorphiles-dalam kamusku cerita horor adalah sesuatu yang menarik-sampai aku merasakan sesuatu yang "menarik" itu secara nyata.

Jam di gawaiku telah menunjukan pukul 18.00, dan aku baru tersadar bahwa seisi rumah sangat gelap. Aku melihat kearah jendela, ternyata langit sudah menunjukan tanda-tanda akan turunnya hujan. Padahal, siang tadi cuaca sangat terik, sampai rasanya seperti sedang di Arab. Aku pun turun dari kasur dan menyalakan lampu. Lalu, aku mendengar suara gaduh dari arah dapur. Ah mungkin tikus, pikirku. Lalu, aku melanjutkan aktifitasku menyalakan lampu rumah yang seperti Goa ini.

KACAU. Satu kata itu benar-benar mendeskripsikan keadaan dapur rumahku saat ini. Tempat sampah telah memuntahkan semua isinya, pintu tempat menyimpan makanan telah terbuka, dan sisi depan kulkas penuh dengan goresan berwarna hitam pekat. Ini benar-benar mengerikan. Sungguh, aku suka dengan cerita horor. Sangat suka. Namun untuk yang satu ini, aku tidak dapat mentolerir. Aku mecoba untuk berpikir jernih, mungkin ini ulah ibu atau bapakku. Tapi yang benar saja, bapak buka orang yang suka dengan sesuatu yang berantakan seperti ini. Oh! ibu terkadang suka membuat kekacauan ketika memasak. Akhirnya, aku dapat menemukan alasan agar diriku tidak lagi bertingkah seperti orang Skizofrenia.

Aku merapikan kekacauan ini dengan perasaan ingin menyemprot ibuku dengan pertanyaan bagaimana dia bisa membuat kekacauan seperti ini. Aku membuka pintu belakang yang langsung menuju ke perkarangan rumah, bertujuan untuk membuang sampah ke tempat pembuangan sampah utama di samping pohon mangga. Aku memakai sandal dan menuju ke sana. Dan aku merasakan tatapan dari arah dapur menembus melalui punggungku. Aku pun refleks menoleh kearah dapur. Tidak ada siapapun disana. Aku pun melanjutkan ketujuan awalku. Sial, rasanya aku benar-benar terkena Skizofernia.

Hujan turun tanpa permisi. Langsung mengguyur seluruh tubuhku seolah-olah mengisyaratkan aku untuk segera mandi. Aku lari tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah, dengan pakaian yang basah. Air itu mengotori seluruh ruangan yang aku lalui. Jika bapak ada, mungkin aku sudah dilempari dengan lap kotor-yang dicap dengan minyak, bumbu dapur, saus ekstra pedas, dan Tuhan tahu apa lagi-yang ada di dapur.

Aku masuk ke kamar mandi, menanggalkan pakaianku, dan menyalakan lagu dari gawaiku-yang aku ambil di kamar sebelumnya-. Ya, mandi sambil mendengarkan lagu adalah kebiasaanku, menurun dari kebiasaan kakakku. Di kamar mandi rumahku, terdapat sebuah cermin yang cukup besar dan ventilasi (yang cukup untuk anak tetangga mengintip ke dalam kamar mandi. Ew!) yang langsung mengarah ke pohon mangga.

Aku menyikat gigi sambil menghadap cermin dan bersikap seolah-olah sikat gigiku adalah sebuah mikrofon. Playlist di gawai ku memutar lagu Dust in The Wind. Melodinya yang cukup tenang, pas sekali dalam keadaan hujan seperti ini. Tiba-tiba terdengar suara deruan nafas. Aku melihat kearah ventilasi melalui cermin. Disana terdapat tangan berwarna hitam pekat! Aku berlonjak kanget. Aku pun langsung menoleh, dan tangan itu masih ada disana. Mungkin, memang anak tetangga yang mengintipku. Aku langsung menyiram ventilasi dengan air. Tangan itu tidak berkutik. Aku langsung teriak, menyambar gawaiku, dan memakai handuk keluar kamar mandi. Nafasku sudah tidak teratur, dan aku baru sadar mana ada orang yang memliki warna kulit hitam pekat seperti itu? Benar-benar seperti arang. Dan seingatku, anak-anak disini tidak ada yang memiliki kulit seperti itu. Ada sih yang hitam, tapi dia masih berumur 3 tahun! Yang benar saja.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang