"Kak Aqil pernah belajar sama Buk Aina?"
Raisya berjalan mendekat pada Aqil yang sedang berkutat dengan laptopnya. Melirik ke laptop Raisya bisa melihat Aqil sedang menyusun keuangan di sana.
"Kak Aqil?" Raisya kembali bersuara karena Aqil tidak menjawab.
Helaan napas terdengar dari bibirnya. Raisya meletakkan cokelat panas di atas meja dengan cemilan kue yang di dalam toples. Setelahnya ia duduk di dekat meja kembali menatap Aqil.
"Segitu marahnya ya Kak Aqil sampai nggak mau ngomong sama Raisya?"
"Raisya harus apa biar Kak Aqil maafin Raisya?" tanya Raisya lirih. Ia menjeda sebentar ucapannya berusaha tidak menangis.
"Raisya menyesal Kak Aqil. Jangan diamin Raisya begini." Suaranya terdengar bergetar. Raisya menatap Aqil yang masih tidak menoleh walau kini Aqil terdiam mendengarnya.
"Marah aja sama Raisya, bentak Raisya tapi jangan abaikan Raisya dan nganggap Raisya nggak ada. Raisya nggak kuat Kak Aqil." Air mata yang ditahan akhirnya tumpah membasahi pipi.
Raisya nggak kuat sendiri. Rasanya sakit dan sesak. Mereka menghujat Raisya. Mereka memusuhi Raisya. Raisya butuh seseorang di samping Raisya.
Raisya mendongak menyadari Aqil yang mengambil ponsel yang baru saja bergetar.
"Wa'alaikumsalam."
"..."
"Iya baik, saya ke sana sekarang."
Raisya menghapus cepat air matanya, ia menatap Aqil yang kini mematikan dan memasukan laptop ke dalam tas.
"Kak Aqil mau ke mana?""
Tidak dijawab. Aqil beranjak dari duduknya mengambil jaket dan kunci motor kemudian pergi begitu saja meninggalkan Raisya yang kini menatap sendu punggung Aqil
Raisya tertunduk lesu. Nyatanya Aqil memang tidak ingin memaafkan kesalahannya dan tidak mengasihinya lagi.
Sampai kapan?
Sampai kapan Kak Aqil hukum Raisya seperti ini?
***
Empat hari berlalu Aqil berhasil membuat Raisya tersiksa akan kesalahannya. Diabaikan dan didiamkan. Raisya bahkan sudah menyesal dan memilih menghukum dirinya sendiri dengan mogok makan.
Hari ini Raisya membawa uang ke kampus pas-pas, ia sengaja meninggalkan kartu atm nya di rumah.
Dua jam lagi ujian selanjutnya, Raisya memilih menunggu di perpustakaan. Ia tidak berselera pulang karena di rumah hanya teringat masalah dengan Aqil sekaligus menghemat waktu yang pastinya habis diperjalanan.
Raisya sangat bersyukur sebelum ke kampus ia sudah menyempatkan membersih rumah dan memasak. Jadinya Raisya tidak perlu khawatir jika tidak pulang saat ini.
Selesai kembali mengulang apa yang dipelajarinya untuk ujian nanti, kini Raisya memilih membuka buku yang akhir-akhir ini tidak pernah absen ia baca di tiga puluh menit terakhir akan ujian.
Buku yang bagaikan hidayah untuknya semakin membuat Raisya sadar dan tahu akan segala hal yang telah dilanggarnya dan dilalaikanya. Termasuk dosa yang selama ini akibat durhaka dan membantah kepada Aqil- suaminya.
Raisya memang sangat berdosa, ia bahkan tidak bisa menyebut kebaikannya untuk Aqil saking banyaknya dosa yang ia lakukan. Ketimbang mencari pahala, ia lebih banyak memupuk dosa.
Padahal pahala sangat mudah ia dapatkan dalam menikah. Ketika ia menghormati Aqil, melayani dan menjadi hal yang menyenangkan untuk Aqil serta yang lainnya. Raisya benar-benar telah membuang kesempatan. Kini Aqil tengah marah dan Raisya kini mengetahui tanpa ada maaf dan rhido dari suami, ia akan dikutuk malaikat dan tidak dirhidoi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAQIL (Kuliah Tapi Nikah) || TERBIT✓
Teen FictionTerbit di Cloudbookspublishing Sudah tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online Raisya Alika Putri, gadis yang tidak pernah menginginkan nikah muda namun terpaksa melakukannya demi cita-cita. Dia harus menerima persyaratan nikah muda demi bisa kulia...