Diamnya membuatku tersiksa.
Raisya Alika PutriRaisya terbangun dari tidurnya begitu mendengar suara azan. Mata yang berat perlahan terbuka. Ia menggeliat pelan dan merubah posisinya menjadi duduk.
Setelah mengucek mata yang terasa sembap, pandangan Raisya beralih menatap jam dinding yang menunjukan pukul lima. Hembusan napas pajang terdengar dari bibirnya.
Biasanya jam tiga pagi Aqil pasti membangunkannya sholat tahajud walau harus berteriak, namun kini tidak ada. Aqil tidak membangunkannya. Bahkan saat ini seharusnya Aqil juga berteriak di depan pintu menyuruhnya bangun sholat subuh, namun hanya suara hening yang menyahutnya.
Raisya menyibak selimutnya seiring rasa sedih yang menghampiri, berjalan membuka pintu dan seketika itu mendapat Aqil yang baru keluar dari kamar dengan pakaian yang rapi.
"Kak Aqil ke Masjid?"
Pertanyaan yang berharap dijawab Aqil nyatanya tidak direspon. Aqil tidak menoleh sedikitpun seolah tidak menganggapnya ada ada di sini. Cowok itu hanya berlalu saja meninggalkan Raisya yang kini menatap sendu punggung Aqil hingga hilang dari balik pintu.
Raisya menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ia tersenyum miris, menatap lantai dengan pandangan kosong hingga kemudian memilih ke toilet untuk berwhudu.
***
Selesai sholat dan mengaji sebentar, Raisya melipat mukena dan pergi menuju dapur. Ia mengambil bahan yang diperlukan dan memilih membuat sesuatu yang tidak ribet serta tidak membutuhkan waktu lama.
Raisya menatap makanannya yang sudah terhidang, ia tersenyum kecil. Kali ini Raisya merasa bumbu yang ia masukan sudah pas. Semoga saja makanannya kali ini memang enak.
Pandangannya Raisya jatuh pada Aqil yang sudah rapi dengan baju kemeja dan celana jeansnya. Raisya mengambil napas dalam kemudian berusaha tersenyum walau Aqil langsung menujukan sikap dingin di dekatnya.
"Kak Aqil, Raisya buatin makanan pagi, kali ini enak," seru Raisya semangat, namun Aqil hanya berwajah datar, memilih duduk tanpa melihat Raisya sedikitpun.
Raisya menahan napasnya seiring senyum yang sudah pudar. Rasanya sesak begitu tidak dianggap di sini. Aqil hanya memilih duduk sambil mengambil nasi, tidak mempedulikannya yang kini menghela napas.
Aqil memang marah kepadanya. Bahkan benar menepati ucapan bahwa tidak akan berbicara dengannya. Raisya memaksa bibinya tersenyum, ikut memilih duduk walau tidak bisa ditepis ia merasa sedih mengetahui sikap Aqil kepadanya.
"Kak Aqil kenapa nggak bangunin Raisya tahajud seperti biasanya? Raisya, kan, nggak bisa bangun pagi Kak Aqil," Raisya membuka suara di tengah makannya. Suasana meja makan sejak tadi terasa mencekam dan sangat tidak hidup, Raisya tidak menyukainya. Pagi-pagi seperti ini biasanya ia sudah heboh atau berdebat mulut dengan Aqil.
Namun jawabannya tidak direspon , Aqil malah sibuk makan seolah tidak mendengarnya berbicara.
Raisya menunduk, helaan napas panjang lolos dari bibirnya. Ada yang hilang dan nyatanya begitu sakit didiami Aqil seperti ini. Suara kursi yang berdecit mengundang Raisya kembali mendongakkan kepalanya menatap Aqil yang sudah beranjak dan berlalu pergi tanpa menoleh sedikitpun kepadanya.
Raisya menatap sendu punggung Aqil. Ia menghembus napas sesak dengan pandangan yang kini perlahan kabur.
"Kak Aqil masih marah sama Raisya," seru Raisya sendiri pada keheningan yang tersisa. Ia menatap kosong meja dengan air mata yang perlahan jatuh di pipinya.
***
Raisya memasukan langkahnya ke kampus dengan suasana yang bertolak belakang dari apa yang dirasakannya. Kepalanya mendongak menatap langit yang tidak bersahabat saat ini dengannya.
Pagi ini cuaca terlihat cerah, berbeda sekali dengan perasaan sedih dan sesak yang tengah dirasakannya. Pagi yang sama bagi penduduk bumi namun bukan untuknya, pagi yang berbeda dan pagi yang terburuk dalam hidupnya.
"What? Jadi Aqil udah nikah!?" Suara perbincangan dari depan membuat Raisya refleks mendongak menatap kedua cewek di depannya yang tak jauh berjalan darinya.
Raisya menekuk wajahnya menghela napas.
"Iya gue aja kaget."
"Lo tau nggak sih berita terbaru itu?"
"Tau lah."
"Nggak habis pikir gue sama itu cewek."
Entah karena fans Aqil itu banyak atau memang karena kemaren di kafe, namun yang jelas semua orang sudah tahu apa yang terjadi.
"Gila banget nggak sih! Lo tau nggak dia ternyata nggak nganggap Aqil suami selama ini?"
"Seriusan?"
Bahkan mereka sudah tahu masalah ini juga. Raisya menghela napas.
"Udah gila banget!"
Raisya menghentikan langkahnya, memejam mata seraya mencoba membiarkan dua perempuan di depannya yang terus menggosip sambil berjalan.
Ia tidak ingin ambil peduli, ingin memilih berjalan melewati keramaian mahasiswa menuju gedung fakultas, namun nyatanya kini pikirannya mulai terusik dengan perbincangan tentangnya yang tidak hanya tadi.
"Namanya Rai apa sih? Dia itu maba jurusan manajemen."
"Raisya."
"Nah iya. Kayak apa itu orang?"
"Nah itu orangnya." Tunjuk gadis berkemeja kotak, berhasil membuat perhatian sekelompok cewek di sana teralih menatapnya. Sepertinya ini memang hari terburuk baginya, baru ingin pergi lagi, kini suara dari sisi samping kiri kembali memenuhi telinganya.
"Oh Jadi ini? Cewek yang ternyata istri Aqil?" sahut seorang gadis berambut sebahu.
"Iya, si pembohong."
Raisya menahan napasnya dengan susah payah,
mendengar kata pembohong membuat hatinya sedikit tertohok."Cantik juga sih."
"Cantik?" Seoarang gadis dengan rambut sebahunya tertawa sumbang, setelanya ia berdecih. "Cantik dari mana model kayak gini?"
"Nggak tau diuntung."
"Bisanya yang ada buat Aqil menderita."
"Jauh-jauh sana lo."
Raisya menahan deru hatinya yang panas. Ucapan menusuk itu membuatnya tertohok berulang kali.
Raisya menahan napas, memilih bercepat sambil mencoba menutup telinganya. Raisya sungguh tidak kuat mendengar makian dan umpatan untuknya. Rasanya sangat sakit lebih dari apapun.
"Pembohong."
"Gila banget. Lihat deh, nggak cocok banget sama pakaiannya yang sok muslimah."
"Kenapa bisa Aqil nikah sama cewek kayak dia."
"Eh kayaknya Aqil terpaksa nikah sama dia."
Raisya menggigit bibirnya kuat-kuat, tangannya terkepal di sisi baju. Tidak pernah sebelumnya ia dihujat seperti ini bahkan ketika di sekolah. Namun kali ini ia mendapatkannya secara langsung.
Mata yang terasa mulai memanas membuat Raisya memilih berlalu cepat dari sana. Langkahnya semakin melebar dengan air mata yang berusaha ia tahan agar tidak jatuh.
Rasanya tidak ingin masuk, namun ujian pagi ini membuatnya terpaksa harus ke sana dengan memilih menahan sakit yang dirasakannya hingga nanti pulang.
Bunda, hati Raisya sakit.
***
Holla sahabat Syaqil...👋
Jangan lupa tinggalkan jejak ya (Vote dan Komentar)
Kata untuk Aqil?
Kata untuk Raisya?
.
.Spam NEXT mau?
See you again 👋
![](https://img.wattpad.com/cover/123309484-288-k433570.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAQIL (Kuliah Tapi Nikah) || TERBIT✓
Roman pour AdolescentsTerbit di Cloudbookspublishing Sudah tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online Raisya Alika Putri, gadis yang tidak pernah menginginkan nikah muda namun terpaksa melakukannya demi cita-cita. Dia harus menerima persyaratan nikah muda demi bisa kulia...