"Raisya bangun."
Raisya bergumam malas begitu samar-samar mendengar suara. Ia kembali mencari posisi ternyaman dengan menaikan selimut hingga ke bahu.
"Tahajjud," seru Aqil. Namun Raisya tidak kunjung membuka matanya karena masih mengantuk.
"Gue mau bangun. Tapi lo meluk nih."
Raisya membuka matanya.
"Ngaco! Tangan Raisya aja di sini, sejak kapan meluk Kak Aqil!" Raisya kembali menutup matanya yang tidak bisa diajak kompromi.
"Iya tadi meluk."
"Nggak," bantah Raisya setengah ngantuk.
"Ya udah kalau nggak percaya." Raisya membuka mata. Keningnya berkerut mengingat apa benar atau tidak ia memeluk Aqil. Namun bagaimana pun mengingat ia bahkan tidak bisa ingat karena tidak sadar.
"Emang iya?"
"Iya," jawab Aqil. Mata Raisya membulat. Jika itu benar, Raisya sungguh malu. Apa mungkin semalam ia mengira itu bantal guling?
Raisya merubah posisi menjadi lurus. "Nggak tahu Raisya." Pipi Raisya memanas.
"Gue whudu dulu, siapain sajadah sama perlengkapan sholat," titah Aqil bangkit dari kasur. Raisya mengangguk saja. Setelah Aqil masuk ke kamar mandi Raisya menghembus napas panjang.
"Masak iya?" tanya Raisya sendiri sambil bangkit menyiapkan perlengkapan sholat Aqil.
Setelah meletakkan sajadah, baju koko serta sarung dan peci yang ada di lemari Raisya juga berwudhu setelah Aqil selesai.
"Kita jama'ah."
"Jama'ah?" Langkah Raisya terhenti di depan pintu. Ia menatap Aqil yang kini mengambil baju koko.
"Iya. Buru sana whudu. Gue tunggu." Raisya terdiam sebentar, hingga kemudian memilih masuk ke kamar mandi saja intuk whudu.
Dua sajadah sudah terbentang di sana tepat Raisya selesai berwhudu. Bisa ia lihat Aqil kini sedang duduk di atas sajadah seraya berdzikir.
Sekali ini Raisya begitu terhipnotis dengan pesona Aqil yang begitu tampan. Persis seperti Ikhwan idaman.
"Sudah?"
Raisya mengangguk cepat, tersadar ia langsung memasang mukena yang diambilnya. Aqil kini juga sudah berdiri mengimami sholat.
Raisya menatap punggung Aqil yang membelakanginya, untuk kedua kalinya sholat berjamaah yang diimami langsung oleh suaminya sendiri, membuat Raisya tidak bisa mengelak jika kali ini hatinya bergetar.
"Allahu Akbar."
Takbir yang terdengar berkumandang menyadarkan Raisya untuk ikut sholat. Raisya mengerjapkan matanya, kemudian mulai fokus melaksanakan sholat.
Merdu, doa yang dibaca Aqil membuat Raisya larut dengan bacaan tersebut. Sering kali ia aminkan meski terkadang tidak mengerti artinya. Tepat Aqil menyelesaikan doanya, Raisya mengusap tangannya ke wajah. Ia kini bisa merasakan damainya sholat tahajud bersama.
Raisya mendongak menyadari Aqil yang membalikkan badan ke arahnya. Tangan yang tersodor membuatnya sedikit bingung.
"Nggak mau salam?"
"Ah ya."
Raisya mengambil napas dalam-dalam, mengontrol hatinya untuk biasa saja, beberapa detik kemudian ia mengangkat tangan. Tepat dihadapan Aqil, Raisya mengambil tangan tersebut lalu menciumnya dengan takzim.
Raisya tidak bisa menjelaskan apa yang kini dirasakannya. Untuk kali ini ada sesuatu yang hadir dan ia rasakan dalam hatinya.
Begitu mengangkat kepala, mata Raisya membulat merasakan sesuatu mendarat di dahinya. Tubuhnya bergeming hebat. Pipinya memanas.
"Kak Aqil?"
"Maaf." Aqil berdiri dari duduknya. Sementara Raisya kini memegang jantungnya yang berdebar.
**
Karena kejadian tadi pagi membuat Raisya dan Aqil banyak diam. Begitu tidak banyak bicara. Namun karena ini di rumah Umi, aneh rasanya jika hanya karena ini Aqil bahkan Raisya sama-sama terlihat gugup.
"Enak kan kue Raisya?" Raisya memberanikan diri. Ia duduk di sofa menghampiri Aqil karena bingung juga melakukan apa. Ia tadi membantu Umi mencuci piring di dapur dan melihat Aqil sedang makan kue di sofa.
"Jawabannya harus gimana?"
"Umi bilang enak."
"Umi bilang gitu?"
"Iya."
"Ya udah berarti enak."
"Yang dari Kak Aqil lah."
"Inginnya gimana?"
"Jawab jujur."
"B aja."
Raisya memanyunkan bibirnya. Menyadarkan tubuhnya di sofa sambil melipat tangan, bete.
"Mau lihat nggak?" tawar Aqil memperlihatkan album di atas meja. Mengabaikan Raisya yang sedang kesal.
"Album siapa?" Raisya sedikit tertarik.
"Lihat aja." Raisya menerima album yang cukup besar dari Aqil. Matanya langsung tertuju pada cover depan yang memperlihatkan foto pernikahannya dengan Aqil.
"Kapan selesai?"
"Tiga minggu yang lalu."
Raisya membuka perlahan, ia bisa melihat hasil bidikan foto yang bagus-bagus. Dari fotonya berdua dengan Aqil, foto sendiri hingga dengan keluarga besar.
Raisya tersenyum senang melihat foto canditnya. "Cantik Raisya di sini. Ada filenya nggak Kak Aqil?" Raisya menarik perhatiannya dari album.
"Ada di flashdisk."
"Raisya mau." Antusias Raisya meminta.
"Nanti aja di rumah." Raisya mengangguk semangat. Kemudian ia kembali melihat-lihat foto-foto selanjutnya.
"Ini udah ke tiga kalinya," Aqil berseru tiba-tiba. Membuat Raisya yang tepat melihat foto ketika ia mencium tangan Aqil dan Aqil mencium dahinya menoleh.
"Ketiga kalinya?" tanyanya kaget.
Aqil mengangguk. Raisya menatap Aqil tidak percaya. "Kapan?"
"Saat mindahin ke kasur." Mata Raisya mengerjap.
"Kak Aqil cium Raisya saat itu?"
"Iya." Raisya tertegun dengan mata membulat.
"Kok nggak bilang?"
"Harus bilang?"
"Ng." Raisya bingung sendiri, ia menarik perhatiannya kembali pada album, menyembunyikan pipinya yang kembali panas.
"Merah lagi wajahnya."
"Padahal Raisya udah nunduk," ceplos Raisya membuat Aqil tertawa.
Jika bisa didengar, Aqil akan tahu kini hati Raisya sudah tidak beres lagi karena cowok itu.
Apa ini bertanda Raisya sudah jatuh pada Aqil?
**Assalamualaikum semua 🤗
Afwan ya telat update. Jadwal aku padat banget. Terutama Senin-Kamis😣
Jangan bosan ya nungguin SYAQIL
Boleh SPAM SERU atau BAper?😍
Spam NEXT juga dong biar SYAQIL rame😄
See you again 👋❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAQIL (Kuliah Tapi Nikah) || TERBIT✓
Roman pour AdolescentsTerbit di Cloudbookspublishing Sudah tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online Raisya Alika Putri, gadis yang tidak pernah menginginkan nikah muda namun terpaksa melakukannya demi cita-cita. Dia harus menerima persyaratan nikah muda demi bisa kulia...