"Bu, Raya positif mengidap Leukimia stadium empat. Dan harus secepatnya menjalani kemo yang pertama."
"Leukimia, dok? Apa anak saya bisa sembuh dok?"
"Hanya Kemungkin kecil, Kami pasti akan berusaha semampu kami bu."
Percakapan itu tidak sengaja ku dengar dari dalam pintu kamar rumah sakit. Percakapan itu seperti tamparan keras di pipiku.
Percakapan itu juga seperti awal dari runtuhnya duniaku. Aku menggenggam keras gagang pintu di depanku.
Aku tidak sedih dengan hidupku, Aku tidak sedih dengan takdirku. Aku hanya sedih melihat mamaku yang sedari tadi menangis mendengar kata dokter Reno.
Aku tidak bisa melihat Orang di dekatku menangis hanya karena aku. Aku tidak akan kuat.
Raja, Mama, Rani, dan semuanya Aku minta maaf.
Raja, Aku belum memberi tahumu tentang penyakitku. Raja pasti marahkan?
Kamu juga pernah bilang, kalau kamu tidak ingin tangan kirimu penat. Hanya karena untuk menjadi sandaranku di saatku sedih.
Tapi maafkan aku karena aku tidak menggunakan tangan kirimu untuk menjadi sandaranku.
Apa yang bisa aku lakukan, jika yang menjadi alasan kesedihanku adalah kamu sendiri, Raja.
Aku sedih melihatmu khawatir, jadi maafkan aku. Aku belum bisa mengatakan yang sebenarnya.
Mama datang menghampiriku yang sedari tadi duduk di lantai rumah sakit.
"Ma..Aku udah denger semuanya," Aku memeluknya. Aku mendengarnya juga terisak di pelukanku.
"Sayang, kamu akan baik-baik aja."
"Maafin Raya ma, Raya nyusahin mama kan?"
"Raya tidak berguna! Raya juga cengeng! Raya gak bisa--"
"Jangan bicara seperti itu. Kamu anak mama, kamu kesayangan mama."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ilusi Tak Bertepi
Short Story#Trueshortstory [COMPLETED] "Kapan kamu mengijinkanku masuk dalam hidupmu?" Ucapnya tenang meremas tanganku. "Kamu sudah masuk dalam hidupku." Kataku. "Aku juga sudah mengijinkanmu masuk dalam hidupku, Jangan menangis sendirian. Itu sama saja kamu t...