Sudah seminggu Aku di rawat di rumah sakit ini. Selalu saja dinding putih ini yang menjadi pemandangan setiap pagiku.
Tapi apa yang bisa aku lakukan dengan keadaanku sekarang? Rasanya menggerakkan kaki saja aku tidak bisa.
Dasar tidak berguna!
Kaki ayolah! Kali ini saja.
Mau sesering apalagi aku melatih kakiku tapi tetap saja. Bodoh! sebenarnya apalagi yang ku pertahankan saat ini? Jika tuhan memanggilku sekarang, Aku sudah siap.
Brakk.
Aku hampir saja terjatuh dari kasur tinggi ini jika saja tidak ada orang ini.
"Hati-hati Raya!"
"Ra-raja-?"
"Iya ini Raja. Sekarang Raja menemukan Raya nya kembali kan?"
"Pergi Raja," Aku menepis tangan Raja. "Kamu liat aku sekarang? Aku lumpuh! Aku penyakitan! Aku tidak pantas huuftt!" Raja membungkam mulutku dengan tangannya. Dia memelukku.
Aku memukul-mukul kecil dadanya. "Aku mohon pergi raja,"
"Maafkan aku Raya. Tapi Aku tidak bisa," ia tetap tenang meremas tanganku. Sial. Aku harusnya menarik tanganku.
"Aku tidak bisa meninggalkanmu."
"Kamu tidak punya alasan untuk mempertahankanku, Raja."
"Kata siapa tidak ada?"
"Aku punya banyak alasan."
"Kamu adalah hidupku, Raya."
"Aku mau kamu bertahan untukku." Apa yang dia katakan?
"Bahkan sisa umurku sekarang sudah dalam hitungan mundur, Raja."
"Apa kamu Tuhan yang bisa menentukan itu semua?!" Kata-kata raja seperti serangan peluru yang bertubi-tubi di tubuhku.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ilusi Tak Bertepi
Short Story#Trueshortstory [COMPLETED] "Kapan kamu mengijinkanku masuk dalam hidupmu?" Ucapnya tenang meremas tanganku. "Kamu sudah masuk dalam hidupku." Kataku. "Aku juga sudah mengijinkanmu masuk dalam hidupku, Jangan menangis sendirian. Itu sama saja kamu t...