[18]: Hadiah terakhir

217 13 0
                                    

"You gonna be alright."

-Raja Aditya-

Aku menatap tanaman di depanku. Ini adalah tanaman mawar yang ku rawat.

Tapi bunga mawarnya belum tumbuh. Sebenarnya, aku ingin memberi tanaman mawar yang belum berbunga ini kepada Raja.

Aku juga berniat untuk memberi tahu semuanya kepada Raja. Aku yakin ini adalah hari yang tepat.

Terdengar suara derum motor di luar. Itu pasti Suara motor Raja. Raja telah datang.

Aku keluar, dan menemuinya. Dia duduk di kursi depan rumahku.

"Kamu pasti kangen kan sama aku? Sudahku duga." Katanya.

Aku tersenyum, lalu mengangguk.

"Raja, aku mau cerita boleh?"

"Emangnya harus izin dulu?"

Aku menggaruk leherku, kikuk sendiri. Sebenarnya aku tidak kuat memberi tahu ini semua.

"Raja," Panggilku. Aku menarik nafas, lalu menghembuskannya. Ternyata tidak semudah yang di bayangkan.

"Aku sayang kamu."

"Aku tau. Aku juga."

"Tapi Tuhan tidak mengijinkan kita untuk bersama. Tuhan hanya membuat kita saling mengenal. Tidak juga untuk mengenal selamanya."

"Maksud kamu apa?"

"Dari awal juga aku ragu, aku tidak pantas buat kamu." Bendungan di mataku siap untuk meluncur. Aku mengambil tanaman mawar yang ada di sampingku.

"Ini buat kamu, hadiah dari aku."

"Rawat tanaman ini, Raja. Mungkin saat ini berbunga, Aku sudah tidak ada."

"Aku gak ngerti, kamu bicara seakan hidup kamu gak panjang lagi. Aku gak suka ini, Raya."

"Hidupku memang tidak lama lagi, Raja."

"Aku mengidap leukimia." Aku menyeka air mataku.

"Jangan anggap kematianmu sebagai lelucon. Aku gak akan biarin kamu tinggalin aku."

"You gonna be alright."


****

Kenapa cinta harus ada sejak awal?

Ilusi Tak BertepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang