4. Sedat

2.1K 186 37
                                    

Sedat

a, sulit berpikir; tidak tetap pikiran; bingung; kacau; bimbang

◇◇◇

Lima bulan telah berlalu, bulan ini adalah bulan dimana Nayra mengikuti semesteran untuk pertama kalinya. Di bulan yang sama pula, Nayra mendapat kabar yang kurang sedap untuk didengar. Satu minggu sebelum Nayra semesteran, ia mendapat kabar dari bundanya kalau ayahnya terkena stroke.

"Assalamualaikum bun, ada apa kok pagi-pagi banget telfonnya?" tanya Nayra yang saat itu sudah tersambung ke panggilan bundanya.

"Ayah kena stroke Na." Jawab bundanya tanpa basa-basi.

"Astaghfirullah, terus gimana bun? Nana pengen pulang bunnn." Balas Nayra dengan air mata yang mulai menggenang.

"Gak usah dulu Na. Kamu kan mau semesteran. Yang fokus belajarnya, baru habis semesteran kamu kesini ya."

Melihat Indah yang sudah berada di depan kamarnya, Nayra cepat-cepat mengakhiri sambungan telfon dengan bundanya.

Setelah dirasa sudah tidak ada air mata lagi di wajahnya, Nayra bergegas untuk keluar dari kamar dan menghampiri Indah yang sudah menunggunya. Nayra tak mau membuat sedih sahabatnya, dia tidak mau terlihat lemah. Nayra yakin ia akan kuat.

Sebenarnya Nayra bingung setengah mati. Ia ingin pulang ke Jogja, tapi ia juga tak mau ketinggalan materi untuk semesteran.

Namun sepertinya sama saja, saat ada kelas Nayra juga tidak bisa fokus pada materi yang diterangkan dosennya. Pikiran Nayra saat itu bercabang kemana-mana, yang mendominasi tetaplah keluarganya.

"Nay kok lo daritadi diem aja sih?" tanya Mitha yang menyadari perubahan sikap Nayra.

"Ah enggak kok, perasaan kamu aja kali Mit." Tak lupa Nayra menyunggingkan senyumnya.

"Beneran? Kalau ada apa-apa cerita aja sama kita. Santai, kita gak ada yang megang akun Instagram-nya lambe turah kok." Sahut Zama.

Nayra hanya bisa mengangguk sembari tersenyum. Dia sebenarnya ingin menceritakan masalahnya pada sahabatnya, namun rasanya itu belum perlu karena ia tahu sahabatnya akan sedih kalau dia bercerita. Dan Nayra tidak mau hal itu terjadi.

Hingga sampai pulang kuliah pun, Nayra masih dengan sikap diamnya itu. Indah seketika menyadari sesuatu hal yang janggal. Nayra tidak berbelok menuju mini market tempatnya bekerja. Melainkan tetap melajukan motornya ke kost.

Indah yang awalnya ingin membiarkan Nayra untuk tenang satu hari, akhirnya tidak bisa membiarkan hal itu.

"Nay... Nayyyy." Panggil Indah dengan berteriak.

Nayra menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang untuk menanggapi orang yang memanggilnya. Nayra tahu itu adalah Indah.

"Nay, cerita lah sama gue. Misal lo belum percaya sama Mitha, Laras, Zama it's ok. Tapi kalau lo belum percaya sama gue. Perlu diragukan."

Nayra tetap diam. Mungkin dia sedang menimbang keputusan yang tepat untuk diambilnya kali ini.

"Gue tau ini mungkin masalah yang cukup berat buat lo. Tapi kalau lo gak mau cerita dan mendem masalah itu terus di otak lo. Gue yakin, lo gak bisa belajar buat semesteran yang tinggal seminggu lagi. Nay, trust me. Gue gak akan bilang ke siapa-siapa kecuali kalau lo ijinin gue." Jelas Indah memberi keyakinan pada Nayra.

Kata-kata Indah bisa dibilang benar, kalau Nayra terlalu memendam sendiri masalah ini. Nayra akan tidak fokus belajar untuk besok semesteran. Semoga saja setelah menceritakan hal ini pada Indah, Nayra bisa fokus belajar untuk semesteran.

Adhesi[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang