Tapi,
"Aw, kamu tidak dapat juara satu!?"
Kata-kata Papa ketika aku menyambutnya di rumah pada malam itu sudah cukup untuk membekukanku.
Sementara aku masih berdiri tertegun, Mama lalu berkata kepadaku, "Sayang sekali, tetapi kamu itu tetap gadis terpintar di sekolahmu. Itu jauh lebih baik daripada hanya bisa bermain piano "
Kata-katanya menghantamku seperti sebuah pasak.
"Betul. Tidak masalah jika kamu tidak bisa bermain piano, selama kamu belajar dengan giat..."
Dan kemudian Papa mulai berbicara tentang bagaimana hasil ujianku di tempat les berhasil melewati kualifikasi nasional seolah-olah itu adalah hal yang sangat alami untuk dilakukan.
Aku sudah sering mendengar tentang itu seperti jutaan kali.
Tanpa menyadari betapa pucatnya wajahku, Papa, tampak seperti dia sedikit mabuk, tersenyum dan mengusap kepalaku dengan tangan besarnya.
"Nilaimu itu sangat luar biasa, Maki. Lanjutkan dan suatu hari kamu akan menjadi dokter paling terkenal di Rumah Sakit Nishikino "
Sambil tersenyum seperti aku hendak menangis, aku menatap Ayah, dan mencengkeram buket bunga mawar merah erat di tanganku
Saat aku mengerahkan kekuatan ke dalam tanganku, buket itu menjadi kusut hingga kering.
Kemudian, aku menyadari sesuatu.
Sesuatu untuk bertahan hidup di rumah tangga ini.
Sesuatu yang membuatku tidak terluka lebih jauh
Aku sangat pintar sehingga orang tuaku mengakuiku untuk hal itu, setelah semuanya.
Aku menyadari bahwa aku tidak dapat mengatakan bahwa aku menyukai musik, atau bahwa aku ingin menjadi seorang pianis ketika sudah besar, seperti gadis-gadis yang lebih besar dari kelas pianoku. Tentu saja, di buku tahunan TK-ku, aku menulis "Saya ingin menjadi seorang dokter" sebagai impianku untuk masa depan.
Pada akhirnya, aku berhenti harus mengambil kelas piano lagi setelah masuk SMP.
Bahkan sekarang, aku sesekali bertanya-tanya, apa yang akan terjadi jika aku terus bermain piano? Apakah aku akan terus menang di jalan klasik? Jika aku tidak berada di keluarga dokter, jika aku tidak pernah khawatir tentang perihal warisan, apa yang akan terjadi?
Apakah piano akan menjadi seluruh hidupku pada saat ini, seperti aku melatih diri untuk bisa ujian ke perguruan tinggi musik? Atau apakah keterampilan juara kedua itu memang tidak cukup bagus, meninggalkanku untuk menyerah dan tetap sebagai Maki si ketua kelas, gadis yang cuma bisa bagus di ranking saja, seperti kata Papa?
Di bidang lain, apakah diriku ini tidak pernah ada?
Pada hari itu, ketika aku bertemu Honoka,
Dan bertemu μ's,
Ketika aku dipaksa untuk pergi ke sesi latihan pertama saya, ketika aku menulis lagu idola untuk pertama kalinya, meskipun aku belum pernah mendengarkan itu sebelumnya, dan ketika aku ditarik untuk meniru tarian orang lain walaupun takut-takut, mengayunkan tanganku di sini, melangkah ke sini, dengan jantungku yang berdebar-debar menyakitkan sepanjang waktu.
Dan ketika aku menemukan cahaya mempesona yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Aku seharusnya menghabiskan waktu kehidupan SMA-ku tanpa melakukan apa pun selain belajar, hanya melakukan seperti yang Papa katakan, membabi buta mengikuti instruksinya. Semuanya itu telah berubah di dalam pikiranku, dan sekarang bersinar di depanku, seperti laut musim panas yang cemerlang.
Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Degup di dalam dadaku ini. Kenikmatan ini. Dan aku tidak bisa berhenti sekarang. Setelah bertemu μ's, aku menemukan betapa pentingnya itu untuk memilih bagi diriku sendiri apa yang aku suka lakukan. Itu sebabnya, meskipun aku yang mengetahui itu masih penasaran apa yang akan terjadi jika aku terus bermain piano. Mungkin, jika aku benar-benar terus bermain, maka aku yang menjadi anggota μ's ini tidak akan pernah ada.
Sebuah lingkaran dari 'bagaimana-seandainya' dan 'mungkin'.
Aku masih menyimpan mawar buket itu, Aku memperbaikinya dan menaruh itu di boneka kelinci di kamar tidur rumahku.
Dan bahkan sekarang, ketika aku melihat pita juara kedua itu, aku tertawa, dan memikirkan bagaimana itu agak mencerminkan diriku yang sesungguhnya. Aku pikir mungkin jika aku mendapat tempat juara pertama, maka Papa akan memujiku, tapi itulah tempat yang sesungguhnya di mana aku yang paling kurang.
Aku sangat lemah sehingga tidak bisa mengatakan kepadanya bahwa aku suka bermain piano, dan ingin untuk tetap memainkannya meski aku mendapatkan juara kedua. Aku begitu terindoktrinasi oleh nilai-nilai menjadi siswi kehormatan sehingga aku terlalu takut untuk mengambil jalan yang berisiko dan mengungkapkan bagaimana perasaanku sebenarnya.
Takut memalukan diri sendiri, takut menantang diriku sendiri.
Betapa memalukannya aku.
Itu sebabnya aku benar-benar berpikir bahwa μ's itu sangat mengesankan.
Ketika mendapatkan skor tes yang rendah dan situasi terburuk itu sama sekali tidak mengganggu mereka.
Mereka selalu menatap pada apa yang ingin mereka lakukan, bukan yang lain, dan tidak pernah meninggalkan batas yang aman ketika mereka bertindak.
Mereka adalah dunia yang terpisah dari aku, yang selalu penasaran dengan nilai ujianku saat berlatih dengan μ's.
Hehe.
Tidak ada yang lain selain Otonoki.
Tidak ada yang lain selain Idola.
Mungkin sedikit aneh bahwa seseorang seperti aku bercampur dengan para member semacam itu, tetapi tempat ini telah mengajariku banyak hal. Ini adalah panggung spesial dimana musikku telah membawa diriku yang sekarang.
Jadi, aku mungkin masih belum dewasa, tapi tolong, beri aku sedikit lebih banyak waktu, karena aku akan melakukan yang terbaik agar aku dapat meraih kalian semua.
Aku mulai jadi sedikit sentimental hari ini. Kenapa ya?
Apakah karena aku mulai bermain piano lagi setelah sekian lama?
Bermain jadi aku bisa membuat lagu baru untuk μ's
Cintaku padanya adalah satu hal yang tidak berubah selama bertahun-tahun ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Live! School idol diary: Maki Nishikino [COMPLETE]
Подростковая литератураLove Live! School idol diary is a series of novels in the Love Live! franchise, written by Kimino Sakurako and illustrated by Otono Natsu and Kiyose Akame with character designs from Murota Yuuhei. There are currently twelve published novels, split...