Chapter 2: Bagian 2

205 6 0
                                    

Ms. Waki ​​yang prihatin kemudian membawakanku beberapa kue puff krim dan teh susu segar ketika aku masih linglung... Kesadaranku perlahan mulai kembali kepadaku sedikit demi sedikit dan aku memeriksa lembar ujian itu.

"Ugh, tidak ada satu pun dari vocab yang bisa aku ingat, yah? Padahal kita baru mendapat materi baru untuk dibaca pada beberapa hari yang lalu ... Kurasa aku terlalu meremehkan itu," aku bergumam sembari memakan kue krim puff yang lain dalam satu gigitan... dan kemudian,

Pintu berderit terbuka.

Dan yang berdiri di sana adalah Papa yang pulang ke rumah lebih awal sekali.

"Oh, apakah itu sebuah nilai ulangan? Mari kita lihat apakah kamu masih mengikuti pendidikanmu di SMA," katanya ketika dia mendekatiku dan mengambil lembar ulangan tersebut. Aku tidak bisa berkata apa-apa pada waktu itu karena masih ada kue krim puff di dalam mulutku.

"Ah."

Dengan suara vocal itu, segera kue puff krimku jatuh ke lantai, Papa mengangkat alisnya dan suaranya berubah menjadi muram.

"Hm? Apa-apaan ini?"

Dia melihat lagi dan lagi pada angka merah 68 dan namaku yang tertulis di kertas tersebut, seolah dia tidak bisa percaya dengan apa yang dilihatnya.

Ah, persis seperti guruku, pikirku.

"Apa artinya ini!?"

Dan kemudian bak disambar petir.

Saat aku tersentak, dia melanjutkan, "Kamu benar-benar mulai tergelincir, mendapatkan skor seperti ini pada ulangan dadakan di Otonoki! Sejak awal, alasanku mengirimmu ke Otonoki karena aku pikir kamu perlu beberapa koneksi lokal supaya nantinya kamu bisa mulai mengelola rumah sakit, dan karena itu akan memperkuat hubungan antara aku dengan anggota dewan lokal yang bekerja di bidang pendidikan jika kamu melakukannya dengan baik- "

Mendengarkan ceramahnya yang membosankan, dengan wajahnya yang memerah di setiap kata itu mulai membuatku marah.

"Apa-apaan, dah?" Aku berbisik secara refleks.

Mengelola rumah sakit? Anggota dewan lokal? Jadi aku ini cuma sebuah pion demi keuntungan besar Papa sendiri di dalam hidup ini?

"Jangan berbicara seperti itu kepada ayahmu! Kamu adalah gadis yang baik hingga SMP, tetapi dari apa yang dikatakan Ms. Waki, kamu sudah mulai bertingkah nakal bahkan sampai tidak datang ke sekolah kursus, layaknya seorang berandalan muda. Dan kamu bahkan sudah mendapat nilai ujian yang mengerikan ini! Apakah kamu tidak merasa malu pada dirimu sendiri !? Jika aku tahu ini yang akan terjadi maka aku tidak akan pernah mengirimmu ke Otonoki. Aku yakin anak-anak bermulut kotor itu pasti sudah member pengaruh buruk-"

Di situlah dimana aku berhenti untuk mendengarkan.

Lho, Lho, lho... Eh, Kampret!!?

Aku tidak bisa menerima ini lagi. Dia benar-benar membuatku kesal!

"Lho, Apa-apaan sih, njir!? Teman-temanku tidak ada hubungannya dengan ini! Aku ngomong, 'apaan, njir' karena kamu sudah membuatku kesal! Serius, apaan sih, njir!!? Aku juga sejak awal tidak pernah ingin masuk ke sebuah sekolah lokal umum seperti Otonoki! Kamulah orang yang membuat aku melakukannya!"


[notes: seriously idk, how to translated "WTF" into indonesian. lol]


Papa menjadi terpana dan tak bisa berkata-kata oleh karena ocehanku.

"Aku tidak pernah tahu. Jadi ini yang kamu maksud ketika mengatakan aku harus masuk ke sekolah lokal jika aku ingin mewarisi rumah sakit? Itu semua agar kamu bisa membangun koneksi. Omong kosong apa ini! Dan aku terpancing oleh rayuan itu, tersangkut, tertarik, dan tenggelam. Kamu benar-benar tidak pernah mengerti bagaimana perasaanku!"

"Padahal, sudah sangat jelas bahwa mendapatkan nilai seperti ini sudah membuatku merasa..."

Ini yang paling buruk dari semuanya.... Waaaah!

Aku hanya bisa menahan diri supaya tidak menangis, dan menggigit bibirku.

Aku kemudian berbalik sembari mengambil kue krim puff yang aku jatuhkan dan tanpa mengeluarkan kata-kata apapun aku keluar dari ruangan itu. Saat aku melewati Papa, aku sekilas melirik ke wajahnya.

Untuk sesaat, aku melihat Ayah dengan sebuah ekspresi tertentu untuk pertama kalinya dalam hidupku. Itu adalah kesunyian yang mencengangkan.

Hehe ♡ Aku yakin rupa yang aku punya ketika mendapat nilai 68 untuk pertama kalinya dalam hidupku itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan itu.

Oh, kalau dipikir-pikir itu, itu pertama kalinya dalam hidupku bahwa aku pernah berteriak pada Ayah seperti itu juga.

Jadi, aku yakin itu pasti menjadi kejutan nyata baginya.

Pada kenyataan bahwa putrinya, yang dulu menulis "Aku ingin menjadi seorang dokter ketika sudah besar" sebagai keinginannya pada Yuugata, akan melambaikan panji-panji pemberontakan melawan ayahnya.

Setelah aku kembali ke kamarku, aku secara mengejutkan merasa sedikit lega, padahal tadi aku begitu tertekan dengan nilai ujian sampai saat itu.

Apakah ini yang orang-orang maksud dengan meniup uap pergi?


[notes: ini artinya 'mengeluarkan isi hati' – kali aja ada yang gak paham.]


Tetap saja, mungkin ada bagusnya juga untuk berteriak seperti itu sedari sekarang dan nanti.

Mengenai Papa ... Yah, siapa yang peduli dengan dia?

Maksudku, dia selalu mengatur rumah ini seperti dia saja satu-satunya orang yang tinggal di sini. Wajar dong kalau putrinya harus memberontak terhadap dia. Serius, dia itu benar-benar lancang, berbicara tentang Otonoki seperti itu dan memperlakukan teman-temanku layaknya para berandalan! Jangan salahkan aku jika aku mulai memungut kaus kakimu dengan sumpit sekali pakai di kemudian hari!

Meskipun aku masih marah, aku menghibur diri dengan memperbaiki nilai ujianku itu. Ugh, sepertinya sebagian besar kesalahanku terletak pada ejaannya. Lain kali aku akan menunjukkan kepada mereka siapa bossnya dan mendapat 100%!

Love Live! School idol diary: Maki Nishikino [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang