No. 8 - Son Wendy

1.8K 324 21
                                    

What would i be without my best friend?
Probably normal...

🌸🌸🌸🌸

Hmmm... Wendy ya? Jelas sekali jika dulunya, aku dan Wendy tidak sedekat seperti sekarang.

Wendy adalah murid pindahan dari Amerika saat tahun kedua di SMA. Dia anak yang ceria dan baiknya bukan main.

Sebagai anak baru, Wendy cukup terkenal dikalangan anak perempuan. Dia juga baik dan ramah pada semua orang.

Namun suatu pagi, ketika aku sedang mengomeli Jinyoung yang sedang menyalin pr-ku, Wendy datang mengahampiri kami dengan sebuah kotak makanan.

"Silahkan dicicipi," ujarnya sambil meletakkan kotak makan itu diatas mejaku.

Aku dan Jinyoung saling bertukar tatapan. "Kau menyuruh kami untuk mencicipinya?"

Wendy mengangguk pelan. "Kalian tidak mau?"

Jinyoung menggeleng cepat. "Aniyo!! Tentu saja mau! Ak—kami mau mencobanya!" serunya tidak tahu malu.

Aku memutar bola mataku malas. Dasar Bae Jinyoung masih saja tetap seperti itu, tidak punya malu.

Wendy lalu membuka kotak bekal yang dia bawa dan tersenyum cerah. "Ini kue pertama yang aku buat," ujarnya.

Aku dan Jinyoung mengangguk sebelum mengambil masing-masing satu potong kue untuk dicicipi.

"Enak!" seru Jinyoung. Aku mengangguk setuju. "Kue ini terlalu enak untuk seukuran pemula," tambahku.

"Yosh!! Aku berhasil!" seru Wendy.

Aku tersenyum. "Kenapa kau membaginya pada kami?" tanyaku. Pasalnya aneh saja jika Wendy yang selama ini murid populer di kelas tiba-tiba berbaik hati padaku dan Jinyoung yang disisihkan.

"Aku hanya ingin punya teman."

"Bukankah mereka juga temanmu?" tanya Jinyoung mewakiliku.

Wendy menggeleng pelan. "Mereka hanya memanfaatkanku," terangnya pelan.

Aku saling bertukar pandangan dengan Jinyoung. "Terima kasih untuk kue-nya," ujarku pada akhirnya.

Wendy tersenyum. "Tidak masalah! Sekarang kita berteman bukan?"

"Tentu!"

****

Awalnya aku tidak terlalu mengerti dengan maksud Wendy kemarin. 'Mereka hanya memanfaatkanku'.

Tapi sekarang aku tahu.

Waktu itu aku baru saja duduk di perpustakaan ketika melihat sosok Wendy yang masuk bersamaan dengan segerombolan anak perempuan.

Saat itu Wendy sama sekali tidak menyadari keberadaanku. Wendy nampak di paksa duduk di tengah-tengah para gadis dan disodorkan banyak buku tulis.

Anak-anak perempuan itu lalu terseyum sok manis pada Wendy sebelum berlalu pergi. Aku mendengus, rasanya aku mencium bau-bau busuk.

Kuputuskan untuk menghampiri Wendy. Aku duduk di sampingnya tanpa aba-aba hingga membuat Wendy berjengit kaget.

"Ah! Ternyata kau!" serunya.

Aku tersenyum tipis. "Kau sedang apa?" tanyaku.

Wendy tidak menjawab, gadis itu malah menyembunyikan tumpukan buku tadi oleh kedua tangannya.

If We Were Destined : Forsaken | OSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang