No. 20 - Caught

1.2K 291 18
                                    

Everything comes at its appointed time.

—Imam ali

🌸🌸🌸🌸

Tidak ada yang lebih menyebalkan di dunia ini dibandingkan dengan sosok di hadapanku.

Ibu.

Aku menghela napasku pelan. Di samping Ibuku duduklah Siyeon, dia menatapku cemas mengalahkan tatapan Ibuku sendiri.

"Bagaimana dengan sekolahmu?"

"Baik."

"Peringkat?"

"7 untuk semester ini."

Kulihat Ibuku terdiam. Dia kelihatan seperti sedang menahan dirinya untuk berteriak. "Siyeon, kau sudah makan?" tanyaku selembut mungkin.

Siyeon adalah satu-satunya anggota keluarga yang peduli padaku hingga detik ini. Aku tahu dia sering mengunjungi studioku diam-diam.

Gadis itu mengangguk. "Eonni kau tidak akan pulang?"

Mendengar pertanyaan seperti itu aku lantas melirik sosok Ibuku yang duduk diam. "Tidak tahu, tapi sepertinya tidak ada yang mengharapkanku pulang tuh?"

Ibuku mengadahkan kepalanya, dia menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti.

"Eonni, Ayah bahkan jatuh sakit semenjak kau keluar dari rumah."

Ayah?

"Aku yakin jika Ibu, Bora eonni dan kau pasti bisa merawatnya. Kau tahu aku hanyalah produk gagal, jadi aku tidak bisa menjanjikan apapun pada Ayah. Dia juga tidak perlu kehadiranku jika sedang sakit. Bukankah selama ini dia juga merasa baik-baik saja tanpaku di rumah?" ungkapku penuh dengan kesinisan.

Mungkin benar apa kata Jinyoung. Sekarang aku sudah berubah total. Aku tidak akan menyalahkan siapapun kecuali Ibu dan Ayahku sendiri.

Jika saja mereka tidak mengusirku dari rumah, aku mungkin masih menjadi Hanabi yang dulu. Anak penurut yang akan belajar siang malam demi mendapatkan peringkat yang diinginkan oleh orang tuanya.

Aku mungkin tidak tidur sendirian di studio, bekerja di bar, dan bahkan menyerahkan diriku pada Sehun.

Semua ini terjadi karena mereka mengusirku. Biarkan saja... Ibu dan Ayahku tidak akan pernah mengerti dengan apa yang kulakukan sekarang ini. Mereka pasti berpikir jika aku adalah anak pembangkang dan tidak tahu diuntung. Tapi hatiku sudah terlanjur hancur ketika mendengar mereka berteriak lantang menyuruhku pergi.

Sekarang belas kasihan pun aku tidak punya. Aku bisa merasakan mataku yang menatap Ibuku dengan sorot tajam dan dingin.

"Setiap orang tua selalu menginginkan anaknya tetap berada disisinya hingga akhir hayat. Begitupun aku dan Ayahmu. Hanabi, pulanglah ke rumah. Bora sudah menceritakan semuanya padaku, dia bilang kau bekerja di bar dan—"

"Kenapa?" potongku cepat.

Ibuku dan Siyeon menatapku. "Kau keberatan aku bekerja di bar?"

If We Were Destined : Forsaken | OSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang