No. 16 - Bitter Sweet

1.7K 317 36
                                    

We are all shaped by some incredible saddness. by a part of our past that still hurts.

- R. M. Drake

🌸🌸🌸🌸

Aku sungguh menyesal karena sudah melupakan sosok Chanyeol yang telah mengantarku tadi. Sebelum masuk ke ruang rawat Wendy, aku sempat mengatakan pada pria jangkung itu untuk menungguku sebentar. Tadinya aku berniat mentraktirnya satu cup kopi karena telah berbaik hati mengantarku kemari serta membagi kamarnya di Jeju dulu.

Dua jam sudah berlalu sejak aku mengatakan janji itu. Dan ketika aku berlari keluar dari ruang rawat, tidak kutemukan sosoknya dimana pun. Jelas saja dia pasti sudah pulang, untuk apa menungguku?

Orang tua Wendy memutuskan tidak datang ke rumah sakit karena dilarang oleh anaknya sendiri. Wendy beralasan jika kehadiran mereka hanya akan menganggu kesenangannya bersamaku dan Jinyoung.

Aku lalu memutuskan untuk membeli dua gelas susu hangat di kafetaria rumah sakit untuk Wendy dan Jinyoung. Setelah selesai memesan, kuputuskan untuk menunggu di sebuah kursi kecil di sekitar sana sambil memainkan ponselku.

"Kau masih disini?"

Suara bariton yang khas dan lembut membuatku mengadahkan kepalaku spontan. Sosok Chanyeol berdiri di samping tempatku duduk membuatku membulatkan mataku saking terkejutnya.

"Chanyeol?!" seruku. Ya Tuhan! Jangan bilang jika Chanyeol menungguku selama ini?!

Pria itu terkekeh pelan sebelum menarik kursi di sebelahku dan duduk. "Bagaimana keadaan Wendy?"

"Dia baik-eh? Dari mana kau tahu dia teman yang ku maksud?"

Seolah tahu akan kebingunganku dia berkata, "Wendy juga salah satu pasienku, aku juga terkejut begitu melihatmu masuk ke dalam ruang rawatnya tadi."

"Wow kebetulan sekali! Euh ngomong-ngomong maafkan aku telah membuatmu menunggu selama dua jam lebih."

Chanyeol menggerakkan bahunya acuh. "Tidak masalah, lagi pula aku kan bekerja disini. Kebetulan, tadi aku melihatmu lewat di lorong ketika sedang memeriksa pasien."

"Begitu... Ah! Karena aku sudah janji, aku akan memesankan kopi untukmu."

"Tidak perlu."

"Hah? Tapi aku ingin membelikannya sebagai ucapan terima kasihku."

"Bagaimana jika makan siang bersama minggu ini?"

Aku mendengus. "Jadi kau menggantinya dengan ajakan makan bersama begitu?"

"Hmm, tenang saja aku yang traktir."

"Setuju!" seruku sambil tersenyum lebar.

Kami lalu mengobrol sebentar sebelum pesananku tiba dan Chanyeol mendapatkan panggilan untuk mengecek pasiennya di lantai 4.

Jadi aku memutuskan untuk berpisah di lift dan melambaikan tangan. Sejujurnya aku sedikit merasa menyesal karena sempat bersifat menyebalkan padanya dulu (ketika di Jeju dan bar).

Tidak ada salahnya bagiku untuk bersikap baik padanya. Lagi pula jika dipikir-pikir, selama ini sikapku lah yang membuat Chanyeol bersikap menyebalkan.

If We Were Destined : Forsaken | OSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang