Part 16

2.9K 164 4
                                    

[Sebelum baca jangan lupa Vote ya!]

*Allen POV

Hari ini hari Selasa. Murid murid diliburkan karena semua guru rapat. Sedari tadi, aku hanya memainkan handphoneku, membuka semua applikasi yang ada di ponselku. Karena bosan, aku keluar kamar dan berjalan kedapur. Mama dan Papa sedang berada dikantor Papa karena dengar dengar, kantor Papa sedang dilanda masalah. Sebenarnya sih ada sedikit rasa senang, karena Mereka tidak ada dirumah.

"Len," panggil Alice. Aku menghiraukannya dan terus berjalan ke dapur. Di dapur ada bang Dio yang sedang makan di meja makan. Dan bi Lastri, pembantu rumah yang sudah lama kerja disini. Aku berjalan kearah kulkas untuk mengambil susu kotak dan duduk diruang tamu sambil meminumnya. Tanpa ku sadari, sedari tadi Alice mengikutiku. Dia duduk di sampingku sambil memperhatikan gerak gerikku.

"Kurang kerjaan banget ya lo ngeliatin gue," sindirku sambil memberikan tatapan sinis.

"Gue kangen lo," aku mendengus mendengar perkataan Alice.

Sebenarnya aku juga merindukan semua orang orang yang dulu dekat padaku, seperti Mama, Papa, bang Dio dan juga Alice. Tapi, sebisa mungkin aku harus mempertahankan benteng pertahanan yang sudahku susun tinggi tinggi agar terlihat kuat dimata mereka.

"Alay,"

"Len, gue mohon maafin gue kala gue punya salah. Gue cuma mau kita kayak dulu lagi." Mata Alice berubah menjadi merah. Aku memberikan tatapan tajam padanya dan membiarkannya.

"Len lo ken..."

"Apaan sih drama banget tau gak sih lo. Lo tau gak, selama ini Mama sama Papa benci sama gue karna lo! Kalo lo gak ganggu gue sama bang Dio dulu, ini semua gak akan terjadi! Mama masih sayang sama gue. Dia gak akan nyakitin gue dengan omongannya. Papa bakal lindungi gue dari apapun yang terjadi. Kalo lo gak ganggu gue sama bang Dio waktu itu, gue gak akan di tampar, disakitin, dipukul, di sakitin dengan omongan pedes mereka! Lo rasain gak apa yang gue rasain? Enggak Lice enggak!" Perkataan itu langsung saja keluar dari mulutku tanpaku sadari. Air mata Alice keluar.

"Lice,bisa gak mulai sekarang lo gak usah ganggu gue? Gue gak mau hidup gue semakin hancur lagi karna lo." Ucapanku membuat Alice semakin tidak bisa menghentikan tangisannya. Aku bangun dari dudukku dan berjalan kekamarku.

"Allen!" Alice memelukku dari belakang. Bahunya bergetar hebat, bajuku setengah basah karena air mata yang keluar dari mata Alice.

"Gue, gue minta ma..aaf. Gue gak tau semua ini salah.. gue... Gue nyesel Len.. Ma..aafin gu..gue." Sebisa mungkin aku menahan air mataku. 

 "Apa dengan lo nangis terus terusan bisa ngebuat Mama sama Papa sayang sama gue lagi? Enggak Lice!" Bentakku. Tiba tiba bang Dio menghampiri aku dan Alice.

"Eh? Ini kenapa?!" Bang Dio menarik Alice dari pelukanku dan bang Dio langsung memeluk Alice.

"Lice? Lo ngapa eh? Kok nangis? Len lo apain kakak lo?" Tanya bang Dio agak sedikit membentakku. Matanya menatapku agak sedikit tajam yang membuatku membalas tatapannya tidak kalah tajam.

"Gue tampar tadi dia, terus gue jambak terus gue marahin. Gue bilang, jangan ganggu hidup gue, hidup gue hancur karna ulah lo." Aku meralat semua perkataanku.Alice menatapku kaget dan bang Dio menatapku tajam.

"Maksud lo?! Lo nyakitin sodara lo sendiri?! Gila!" Dan, bang Dio menamparku. Ya, dia menamparku seperti Papa menamparku. Napasku berhenti. Perih. Darah segar langsung keluar diujung bibirku. Aku mengusap darah itu agar tidak keluar lebih banyak lagi.

"Len," Alice menatapku khawatir dan bang Dio menatapku bersalah.

"Len, sumpah gue gak sengaja,"

SpasmènosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang