Gudang?

7.4K 483 14
                                        

Di sinilah aku, di sebuah toko peralatan praktikum fisika, bersama anak yang belum kuketahui namanya. Untungnya dia mau mengaku ke Mrs. Jeane atas kejadian tadi, untungnya dia bukan anak yang lepas tanggung jawab, dan untungnya dia mau disuruh menggantikan gelas ukur yang pecah tadi. Tapi aku melewatkan ujian praktikumku. Tetap saja ini menyebalkan.

"Mana yang harus dibeli?" ia menatap rak yang berisi gelas ukur dan aku secara bergantian.

"Gelas nomor empat, enam, dan yang itu." tunjukku.

"Ini saja?" aku mengangguk. Ia membawa gelas itu ke kasir dan membayarnya. Aku masih mengekorinya. Setelah membelinya, kami pun kembali ke sekolah. Aku harus segera membawa gelas ini ke laboratorium.

"Hey, tunggu..." aku terhenti dan berbalik menatapnya.

"Kenapa?" aku memang tak bisa berbicara banyak dengan orang baru. Aku memang lemah dalam berkomunikasi dengan orang baru. Aku pemalu. Aku merasa bodoh karena itu. Padahal mungkin saja dia bisa menjadi temanku. Tunggu, teman?

"Aku Earth, siapa namamu?"

"Aku Earth, siapa namamu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sun. Aku harus segera kembali ke laboratorium. Sampai jumpa." aku berlalu meninggalkannya. Tunggu, aku bilang sampai jumpa? Untuk apa?

Setelah selesai praktikum aku istirahat di taman sekolah, duduk nyaman mendengarkan musik klasik melalui headset sambil membaca buku. Aku tak bisa fokus pada buku yang kubaca. Aku memikirkan sesuatu... sesuatu seperti...

Kenapa aku tidak bisa mendapatkan teman seperti yang lain?
Kenapa aku selalu sendirian?
Kenapa aku memiliki sifat yang tertutup seperti ini?
Kenapa sulit bagiku untuk sekadar berteman dengan orang baru?

Aku menutup bukuku dan memejamkan mata, memfokuskan pendengaranku pada musik klasik yang sedang kuputar, Prelude in G minor, Op. 23, No. 5, Rachmaninoff.

Ada sedikit gerakan agresif di sana. Tuts yang ditekan berubah begitu cepat dari nada satu ke yang lainnya. Kemudian gerakannya mulai pelan.

"Apa yang kau lakukan?" aku terkejut saat ada seseorang yang mencopot headset di telinga kiriku. "Kenapa kau sendirian di sini?" anak itu! Earth!

"Mendengarkan musik." aku mencoba menyembunyikan keterkejutanku.

"Kalau kau tak punya teman, aku bisa menjadi temanmu." ucapnya. Aku tak menanggapinya sehingga rasanya canggung sekali. Tapi ia bukan orang sembarangan yang tenggelam dalam kecanggungan. "Apa yang kau dengarkan?" ia memasangkan headset yang diambilnya tadi ke telinganya. "Ah, kau suka musik klasik?"

"Aku sangat suka karya-karyanya Rachmaninoff." jawabku. Aku tak tahu harus menjawab apa. Kenapa aku masih sangat canggung.

"Kau bisa bermain piano, Sun?"

"Tidak, aku hanya suka menikmatinya saja." aku tersenyum kecil.

"Ayo ikut aku!" ia menarik lenganku dan membawaku ke sebuah ruangan.

Gudang? Apa yang akan ia lakukan?

My Lovely Pianist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang