Hari ini adalah pertandingan final tim basketnya Earth. Aku dan Mrs. Jeane berkesempatan untuk menontonnya. Kami menjadi penyorak. Seperti cheer-leader, tapi di bangku penonton. Ini karena lomba olimpiadeku sudah selesai, dan tinggal menunggu final tim basket. Yah sekalian untuk meredakan penat kemarin. Juga, sesekali melihat bagaimana Earth saat bertanding.
"Sun, sini." Mrs. Jeane menyuruhku untuk duduk di sebelahnya.
"Khrap." aku pun duduk di sebelahnya sambil melihat lapangan tampat Earth, Nick, dan teman-temannya bertanding.
Pertandingan pun dimulai. Kurasa tim lawan cukup kuat dan sulit untuk dikalahkan. Sejak tadi skor selalu seri. Memang kemenangan bukanlah hal yang terpenting, karena dalam pertandingan menang atau kalah adalah hal yang wajar. Tapi, aku sangat berharap tim basket sekolah kami menang.
Aku tersenyum saat Earth melambai ke arahku. Astaga, pipiku memerah. Aku segera mengalihkan pandanganku agar tak ada orang yang melihat ke-salting-an-ku.
Waktu berjalan, dan round pertama dimenangkan oleh tim lawan. Aku tidak terlalu paham tentang permainan basket sebenarnya, tapi kata Mrs. Jeane, masih ada kesempatan untuk menang. Aku pun tetap optimis mendukung mereka.
Hingga akhirnya round kedua dimenangkan oleh tim basket sekolah kami. Aku pun bersorak bersama Mrs. Jeane. Meskipun aku tidak terlalu mengerti, tapi aku tahu bahwa kali ini tim sekolah kami menang. Apa ini artinya tinggal menunggu satu kali round, lalu menang? Ah entahlah aku tidak paham sama sekali dengan permainan basket ini.
Hingga pada akhirnya, tim kami memenangkan pertandingan ini. Meski tak paham skoring, tapi aku tahu kalau menang. Ini ditandai dari sorakan Mrs. Jeane yang mengatakan bahwa tim basket sekolah kami menang. Haiz, payah sekali pengetahuanku mengenai olahraga. Aku pun bersorak dengan Mrs. Jeane. Sungguh melegakan. Akhirnya tim basket sekolah kami juga memenangkan pertandingan.
Aku pun turun untuk menemui Earth. Kulihat ia sangat kelelahan. Aku hendak mendekat padanya, tapi...
Aku melihat seorang gadis yang membawa minuman dan memberikannya pada Earth. Aku tak pernah tahu gadis itu sebelumnya. Kurasa ia bukan dari sekolah kami. Karena yang ikut rombongan tim kami hanyalah pemain basket dan aku, serta tentunya dengan guru pendampingku dan coach basket. Lalu, siapa gadis itu?Aku melihatnya dari jauh. Gadis itu tersenyum pada Earth. Mungkin itu biasa. Mungkin dia temannya Earth dari sekolah lain. Dia kan ekstrovert. Sangat berbeda denganku.
Aku pun tidak ingin menganggu obrolan mereka. Aku lihat mereka sangat menikmatinya. Aku takut jika kehadiranku di sana malah membuat suasana berubah.
Saat aku berbalik dan hendak kembali, Nick memanggilku.
"Sun! Kemari!" aku berbalik dan melihatnya melambaikan tangan padaku. Aku tersenyum sedikit terpaksa agar tidak terlihat aneh.Aku mendekat ke tempat Nick.
"Wah, selamat ya, Nick. Kau memang hebat!" aku tersenyum padanya. Kali ini aku benar-benar memujinya.
"Kau juga." ia mengacak-acak rambutku.
"Emm, Nick, apa kau tahu sesuatu..." aku penasaran ingin menanyakan gadis yang sedang bersama Earth itu. Mereka lama sekali ngobrolnya.
"Ah, Samanta?" seakan Nick mengetahui isi pikiranku.
"Kau kenal?"
"Kau cemburu?" ia malah berbalik tanya meledekku.
"Ao, aku hanya ingin tahu siapa dia. Kenapa dia sangat akrab dengan Earth?"
"Itu karena..." Nick menggantungkan kalimatnya.
Nick, kau membuatku kesal.
"Karena?"
"Tanya sendiri sajalah sama Earth."
"Ao, Nick!" aku mengerucutkan bibirku kesal.
"Tak usah berlagak sok imut. Mau kuculik?"
"Nick!" aku semakin kesal.
"Bercanda, bercanda." ia nyengir.
"Jadi kau tak mau memberi tahu padaku siapa gadis itu?" aku melihatnya lagi, dan sekarang Earth mengacak-acak rambut gadis itu. Lalu mereka tersenyum.
"Kau tak usah cemburu seperti itu, Sun."
"Ia bersama gadis lain, dan terlihat sangat akrab, bagaimana aku tidak..." aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi saat gadis itu memeluk Earth.
"Sun...kau harus tanyakan dulu pada Earth siapa gadis itu sebelum cemburu dan salah paham."
"Tidak ah, malas. Aku kecewa." aku pun pergi meninggalkan Nick.
Aku sangat kecewa pada Earth. Bagaimana bisa dia...ah, sudahlah. Aku sangat marah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Pianist [END]
Teen Fiction"Kenapa kau terus menatapku?" "Tidak, aku tidak menatapmu, untuk apa aku menatapmu..." "Benarkah?" "Be..be..be..benar..." "Lalu kenapa kau gugup? Kau menyukaiku? Kau gay?" *** Hai halooo, ini adalah cerita terbaru KevNamja...yeay! Jangan lupa vote...