Mendelssohn Concerto for Violin, Piano, and String in D Minor

2.7K 249 8
                                    

Aku sudah memakai jas hitamku. Aku juga sudah sangat rapi dan tampil tampan, kurasa, tapi mamaku selalu bilang kalau aku ini manis.

"Kau itu manis, Sun. Tidak ada tampan sedikit pun." Aku mendengus kesal.
"Jadi kau akan ke mana malam ini?" tanya mamaku penasaran.

"Mama kepo." aku menjulurkan lidahku.

"Apa kau akan pergi bersama pangeran tampanmu?"

"Mama..." seketika aku merona.

"Aku akan melihat pertunjukan orkestra malam ini."

"Mama ikut..."

"Mama..." aku protes.

"Iya iya sayang, nikmati kebersamaan kalian. Mama tidak akan menganggu." Mama terkekeh.

Beberapa menit kemudian mobilnya Earth tiba di depan rumah. Ia mengenakan jas hitam juga dengan sangat rapi. Aku akui memang dia lebih maskulin daripada aku. Iya, dia memang tampan.

"Ciye pangeran berkuda hitamnya sudah datang menjemput." Mama terkekeh. Aku hanya senyum-senyum dan itu membuatku semakin merona.

"Sudah siap?" tanya Earth.

"Khrap." Aku pun berjalan keluar rumah dan masuk ke dalam mobilnya.

Kami memang telah merencanakan ini semua. Untuk merayakan semuanya. Aku sudah resmi menjadi pacarnya Earth. Kedua orang tua kami merestui. Dan juga, Cho, adiknya Earth, sudah semakin membaik dan semakin membaik. Bukankah itu kebahagiaan yang harus disyukuri? Aku sangat senang sekali.

Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Bangkok Philharmonic Orchestra.

Poster Mendelssohn yang terpasang di depan menandakan bahwa malam ini konser yang digelar adalah karya-karya Mendelssohn.

Kami pun masuk dan duduk di kursi yang telah kami pesan sebelumnya. Sebenarnya Earth yang memesannya.

"Karena kau suka musik klasik, sekali-kali kita harus menontonnya secara langsung, tidak hanya lewat mp3 saja." begitu katanya dulu.

Aku pun mengiyakan, dan akhirnya kami sepakat untuk menonton konser orkestra di weekend ini.

Salah satu karya Mendelssohn yang paling aku suka adalah Concerto for Violin, Piano, and String in D Minor.

Sebuah karya yang hebat. Paduan biola, piano, dan string yang begitu sempurna. Membuat perasaan bahagia semakin memuncak.

"Sun, kau tahu, violinist-nya itu adalah Farel, temanku dari Indonesia."

"Benarkah? Wah, dia hebat sekali. Permainan biolanya sangat sempurna." Aku kagum.

[NB: Jika ada yang bertanya-tanya siapa itu Farel, baca ceritaku yang Violin Concerto.]

"Kau juga kenal pianist-nya?" Aku bertanya penasaran.

"Tidak. Hehehe."

Kemudian Earth izin ke kamar mandi sebentar. Aku pun mengiyakan.

Tiba-tiba lampu gedung padam.

Bersamaan dengan itu, Concerto for Violin, Piano, and String in D Minor-nya Mendelssohn juga selesai dimainkan.

Kemudian ada lampu yang menyoroti piano di sana, ada seorang yang sedang duduk hendak memainkan pianonya.

La Campanella?

Aku bergetar hebat. Masih ingat kejadian saat Earth memainkannya, kan? Aku punya kisah mengerikan dengan lagu ini.

Permainan berhenti di empat puluh detik pertama. Seseorang di sana megang microphone dan mengatakan sesuatu.

Dia ternyata Earth.

"Maafkan aku karena telah menyela konser Mendelssohn ini dengan memainkan La Campanella." para penonton mulai berbisik-bisik.
Kemudian Earth melanjutkan, "Aku sudah meminta izin kepada pihak orkestra untuk memainkan lagu La Campanella ini." Earth menghela napasnya. Lalu melanjutkan, "Lagu ini khusus aku persembahkan kepada Sun. Ia memiliki masa lalu yang kurang baik dengan lagu ini. Aku hanya ingin mengatakan bahwa, tidak ada yang perlu ditakutkan. Masa lalu telah berlalu." Ia menghela napas lagi. Earth gila, benar-benar gila. Apa dia tidak malu? Apa seorang ekstrovert sepertinya selalu penuh percaya diri seperti itu? Aku kagum.

"Jangan takut, Sun. Lagu ini sangat menyenangkan. Alunannya seperti lonceng yang bersahutan. Dan juga, kau tidak perlu takut untuk bermain piano lagi. Aku harap setelah lagu ini selesai kumainkan, kau tidak pernah takut lagi dengan bayangan masa lalumu." Lalu Earth kembali memainkan La Campanella-nya.

Aku tertegun. Tidak merasa takut lagi. Aku hanya menikmatinya. Earth memainkannya dengan begitu indah.

Satu hal yang kuketahui darinya. Earth, dia itu ajaib. Benar-benar ajaib.

Setelah selesai pertunjukan, aku menunggu Earth di depan gedung Philharmonic. Aku tak tahu apa yang ingin ku katakan, tapi aku sangat bahagia sekali malam ini. Aku merasa tidak takut lagi dengan permain piano. Justru aku ingin bermain piano sekarang.

"Hai, Sun!" panggilan khas itu, aku sangat suka. Aku pun menoleh padanya.

"Earth? Bagaimana bisa kau menyela permainan konser Mendelssohn tadi?" aku sontak bertanya karena penasaran.

"Karena...uang, mungkin?"

"Earth!"

"Hahaha. Sun, kau itu polos sekali. Tentu saja aku bisa menyelanya karena gedung ini milik ayahku."

"Hah?"

"Tak usah begitu terkejut."

Tetap saja aku tak menyangka kalau Earth benar-benar begitu...kaya.

"Hoih, kenapa melamun? Kau ingin pergi ke suatu tempat?" tanyanya mengusik lamunanku.

"Earth khrap, aku sebenarnya ingin...mencoba bermain piano."

"Serius?"

"Khrap."

Kemudian Earth langsung menarikku dan berlari.

"Pelan-pelan, Earth!"

Hingga kami tiba di sebuah ruangan. Di sana ada piano tentunya.

"Kau ingin mencoba bermain apa? La Campanella?" tanyanya.

"Tidak. Aku ingin bermain ini..."

Aku pun mulai menekan tuts pianonya.

Symphony No. 9 movement 4, karya Beethoven, versi Piano, yang pernah dimainkan oleh Earth saat di rumahku dulu. Nama lainnya adalah Ode to Joy. Yaitu perjalanan menuju kebahagiaan. Aku harap setelah memainkan ini, aku dan Earth akan selalu berada di jalan kebahagiaan.

"Ayo Earth, kita bermain bersama." ajakku.

Ia pun duduk di sebelahku. Dan kami memainkannya bersama.

Earth, YOU ARE MY LOVELY PIANIST.

My Lovely Pianist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang