[23] Akad

1.5K 61 2
                                    

AUTHOR

Shubuh hari ini,Tifa berniat untuk sholat berjamaah dengan keluarganya untuk terakhir kali. Karena sebentar lagi,ia bukan lagi milik keluarganya melainkan milik Abdillah,yang akan menjadi suaminya beberapa jam lagi.

Tifa bersama keluarganya dipelataran musholla rumahnya. Ia meraih tangan Uminya,

"Mi,bentar lagi Tifa mau nikah."

Tolong jangan nangis sekarang!

"Maafin Tifa ya kalo selama ini Tifa suka bebanin Umi,suka ngeyel sama Umi. Maaf ya,Mi."

Tanpa bisa lagi ditahan,air mata Tifa jatuh perlahan. Membasahi niqab yang ia pakai. Umi mengelus khimar yang Tifa pakai. "Anak sulungnya Umi.." Umi sedikit menjeda.

"Udah mau nikah,dengerin perintah Abdillah ya Nak. Karena sebentar lagi kamu milik Abdillah. Semoga pernikahanmu Sakinah Mawaddah Warohmah dan selalu dilindungi sama Allah. Umi harap kalian terus bersama sampai maut menjemput salah satu dari kalian." Tangis Alya tak kalah deras dibanding Tifa. Bagaimanapun seorang Ibu takkan rela jika putri sulungnya akan dibawa pergi oleh menantunya dari rumah.

"Atifa.."

Kini suara Hafidz yang terdengar. Lelaki berumur 48 tahun itu menatap Tifa. Tifa segera menyalami tangan Abinya yang mulai penuh dengan kerutan.

"Syukron Katsiraa Abi. Tifa gak tau mau bilang apa sama Abi yang selama ini udah ngurusin Tifa. Didik Tifa dari dalam rahimnya Umi. Mengajarkan jalan kebenaran pada Tifa. Makasih Bi."

Hafidz menarik tubuh putri kesayangannya ke dalam pelukannya. "Semoga Allah menjaga pernikahanmu selalu dari semua masalah hidup,memberi kesabaran untukmu dan Abdillah kala kalian dihadang masalah,dicukupkan ekonomi kalian dan pernikahan kalian until Jannah."

Tifa mengangguk lalu memeluk kedua orangtuanya itu sambil menangis haru.

"Fara? Gak ingat? Oke,gara-gara mau nikah adek sendiri dilupain."

Tifa tertawa pelan dengan air mata yang masih mengalir deras di pipinya. Lalu merengkuh tubuh Fara ke dalam pelukannya. Kini,adik kecilnya pun sudah mau kuliah.

"Jadi anak yang baik ya,nurut sama Umi,jaga Umi disini kalo Abi lagi pigi yah. Kamu udah besar jangan kayak anak kecil lagi."

Fara yang diam-dia meneteslan air mata mengangguk. "Semoga pernikahan Mbak sama Bang Abdillah langgeng sampai akhirat."

Setelah itu,Hafidz menutup shubuh pagi ini dengan doa. Kemudian mereka bersiap-siap untuk pergi ke Mesjid Raya Medan tempat akad dilaksanakan.

Lantunan sholawat terdengar indah dari dalam mesjid. Hari ini akan ada penyatuan dua insan. Abdillah sudah siap dengan jas hitamnya di depan penghulu sedangkan Tifa di sampingnya dengan Baju kebaya serba putih.

Abdillah meraih tangan penghulu,sudah saatnya akan hijab kabul. "Siap?"

Abdillah mengangguk mantap sembari tersenyum. "Bismillahirrohmannirohim,Saya nikahkan kamu Abdillah Zaidan bin Muhammad Ali dengan Adinda Atifa Annur Farzana binti Hafidz Anshori dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."

Abdillah menghirup banyak udara dan langsung mengicapkan akad atas nama perempuan yang ia cintai itu.

"Saya terima nikahnya Atifa Annur Farzana binti Hafidz Anshori dengan mahar tersebut dibayar tunai."

Tifa meneteskan air matanya. Akad atas namanya itu terucap kurang dari satu menit,kini ia telah halal untuk Abdillah.

Setelah membaca surah Al-Fatihah,Tifa menyalami tangan suaminya itu. Abdillah pun dengan lembut mengecupkan kening istrinya itu.

"Ya Humaira,tetap bersamaku sampai maut memisahkan kita berdua."

Akad sudah selesai, resepsi akan dilaksanakan besok lusa. Jadi,Tifa dan Abdillah memiliki banyak waktu untuk berduaan.

"Mi."

Tifa menoleh ke arah Abdillah yang memanggilnya dengan kebing berkerut. "Mi? Mas laper?" Sekarang mereka berdua sedang duduk di taman pinggir danau. "Mas itu manggil kamu Umi,bukannya mas laper."

Tifa tertawa mendengar perkataan Abdillah karena ia sudah salah fokus. "Mas."

"Hm."

"Kalo kita nanti punya anak,aku pengen namanya Atillah Adiba Humaira."

"Apa artinya sayang?"

"Yah gak ada artinya,"

Tifa membenarkan letak kepalanya yang ia senderkan di bahu Abdillah. "Atillah itu..kepanjangan nama aku sama kamu,Mas. Kalo Adiba Humairanya,aku suka nama itu dari kecil."

Abdillah tersenyum,"Kamu mau anak berapa?"

"1 aja deh. Gak usah banyak-banyak,aku kan nanti juga jadi wanita karier,Mas."

"Kenapa satu? 1 lusin kan lebih baik." ucap Abdillah enteng. "Mas,ih! Aku serius kamu malah main-main."

"Kamu di rumah aja ya,biar aku yang kerja. Kamu cukup jaga anak-anak kita nanti,ya?"

Sebenarnya menjadi Dokter adalah impian Tifa dari kecil tapi bagaimanapun ucapan Abdillah juga perintah baginya.

"Kalo itu mau kamu,aku terima Mas. Asalkan jangan punya anak 1 lusin,paling banyak yah 3 aja."

"Anna uhibbuka fillah,Ya Humaira." Abdillah mengecup tangan kanan Tifa.

Assalamualaikum semuaaa!!
Wah bentar lagi lebaran ya? Gak terasa yah😊
Kalo aku lanjut next tahun depan mau nunggu gak?😂😂
Selak belumut ini ceritanya. Maafkan jika part ini sangat abal"
Soalnya aku harus fokus belajar dan masuk salah satu SMAIT di medan.

Vote ya😊

Aku Kamu dan Allah [AKAS-1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang