9'th

3.9K 686 87
                                    

.
.
.

Aku memikirkan tentangmu,

Tentang diriku,

Tentang kita,

Dan membuka mataku,

Semuanya terasa seperti sebuah mimpi...

.
.
.

"Renjun?" Panggilan jaemin membuat renjun yang baru saja keluar dari kamar mandi sembari mengusap bibirnya menoleh, bibir tipis yang biasanya terlihat berwarna merah muda itu kini mulai memucat. Dan seulas senyum lemah tergurat diatas wajah manis yang selalu terlihat cerah tersebut.

"Kau disini?" Tanya renjun sembari menghampiri jaemin. Jaemin tersenyum kecil dan mengangguk, sebelah tangannya terulur untuk membantu sang sahabat melangkah menuju sofa diruang tengah.

"Kau tak perlu membantuku seperti ini, aku akan terlihat lemah." Ucap renjun dengan sarat akan nada candaan yang diakhiri dengan kekehan kecil.

Jaemin tersenyum sedih memandang renjun. "Kau benar-benar merasa baik-baik saja? Bahkan ini baru beberapa hari setelah Jeno pergi." Ucap jaemin, dirinya memilih untuk duduk disamping renjun.

Renjun mengangguk dengan masih mempertahankan senyum manis diatas kulit pucatnya, meyakinkan jaemin jika ia benar-benar tak masalah. Jaemin menghela nafas pelan, tangannya tergerak mengambil sebuah gulungan kertas cokelat pudar dari dalam Coat yang dikenakannya dan menyerahkan gulungan kertas itu pada renjun.

"Dari Jeno." Ucap jaemin disaat menyadari raut wajah renjun yang seakan penuh tanya.

Renjun menerima gulungan yang sudah pasti adalah surat itu dan membukanya, membaca kata demi kata yang jeno tuliskan diatas kertas khas keluarga lee dengan serius. Hingga sampai pada kalimat terakhir, renjun menutup kembali gulungan kertas itu dan menyimpannya.

"Dia bilang apa?" Tanya jaemin.

Renjun tersenyum tipis menatap sang sahabat. "Jeno hanya bilang, dia tidak akan bisa pulang untuk beberapa waktu sampai kasus hilangnya jinyoung selesai." Ucap renjun.

Jaemin mendekat padanya, meraih tangan kurus renjun dan mengusapnya lembut. "Bagaimana perasaanmu?" Tanya jaemin.

Renjun menghembuskan nafas dalam, memejamkan matanya seolah-olah dibalik kelopak matanya yang tertutup jeno tengah memperhatikan dirinya dan tersenyum hingga membuat sudut bibirnya ikut terangkat membentuk seulas senyum. "Rasanya disatu sisi aku bahagia, aku bisa mempertahankannya tanpa takut pada jeno..." Ucap renjun.

Ada jeda pada kata-kata yang keluar dari bibir pucat itu, senyum kecilnya pun perlahan luntur seiring bayangannya akan Jeno dibalik kelopak matanya yang tertutup mulai memudar digantikan kegelapan tak berarti. "...tapi disatu sisi aku kehilangannya, aku akan merindukan Jeno yang selalu mengusap kepalaku saat malam tiba hingga aku terlelap," ucap renjun. Renjun membuka matanya dan menatap jaemin disampingnya yang masih mendengarkan setiap kata-katanya. "Tapi dengan begini aku terlihat terlalu serakah kan jaemin?" Ucap renjun.

Jaemin menggeleng pelan dengan senyum manis diwajahnya, diusapnya pelan pipi sang sahabat dengan harapan ia bisa menyalurkan kekuatannya pada sang sahabat. "Tidak, kau tidak serakah. Kau berhak mendapat semua itu atas hidupmu renjun." Ucap jaemin.

"Ah iya, tentang daehwi aku sudah memberitahu padanya tadi. Dan aku juga sudah memintanya agar tak memberitahu hal tentangmu pada Jeno, jadi kau tak perlu menghawatirkan apapun." Ucap jaemin.

Renjun tersenyum manis, ia memajukan tubuhnya untuk memeluk jaemin erat. "Terimakasih banyak jaemin. Maaf selalu merepotkan mu sampai saat ini." Ucap renjun. Jaemin membalas pelukan hangat sahabatnya itu dan mengusap punggung ringkih yang dulu selalu bergetar disaat pemiliknya tertawa keras.

.
.
.

Daehwi menggenggam tangan renjun erat, beberapa menit lalu dirinya datang dan memeriksa keadaan renjun dan kini dirinya hanya berdua dengan renjun yang masih terbaring.

"Bagaimana?" Ucap renjun dengan raut antusias mengabaikan betapa pucat dirinya sekarang.

Daehwi tersenyum kecil, satu tangannya tergerak untuk merapikan anak rambut didahi renjun. "Bayinya baik-baik saja, bahkan sangat sehat..." Ucap daehwi, namun kemudian ada jeda cukup panjang antara kalimat selanjutnya.

"...tapi hyung, haruskah kau pertahankan ini?" Tanya daehwi dengan penuh hati-hati, ia hanya takut renjun tersinggung atau apa karena pertanyaannya.

Tapi faktanya, kini renjun tersenyum sembari mengusap perut datarnya dengan penuh sayang. "Syukurlah jika dia sehat disini. Aku ikut bahagia mendengarnya." Ucap renjun.

Daehwi menghembuskan nafas panjang, renjun benar-benar ingin mempertahankan anaknya hingga tak mempedulikan dirinya sendiri yang hampir sekarat. Ia hanya takut sebelum anaknya lahir, renjun sudah tak kuat lagi. Bagaimanapun juga, anaknya adalah keturunan Jeno juga yang merupakan seorang vampire murni.

Dilihat dari keadaan renjun sekarang pun, sudah dapat dipastikan jika calon anaknya mendapatkan gen dari ayahnya yang seorang vampire. Dimana sang bayi yang belum dapat mengontrol diri, akan meminum darah sang ibu yang notaben adalah manusia sebelum dilahirkan.

"Kalau begitu aku pamit dulu, besok aku akan kesini lagi dan mengecek keadaanmu. Jangan terlalu banyak bergerak dan melakukan sesuatu yang menguras tenaga, banyak-banyaklah istirahat." Ucap daehwi sebelum meninggalkan kamar renjun.

"Daehwi..." Panggilan renjun menghentikan langkahnya sejenak. "...terimakasih banyak, maaf merepotkanmu." Ucap renjun dengan memaksakan senyuman dibibirnya.

Satu bagian dari hati daehwi seakan tertahan sebuah beban yang berat, hingga menyesakkan dada melihat juga mendengar renjun melakukan semua hal itu demi melindungi anak yang sebenarnya juga bisa membunuh dirinya sendiri itu. Daehwi mengangguk lalu keluar dari kamar itu.

Diluar, daehwi menghentikan langkahnya dan menerawang jauh keatas. Sekarang ia mengerti kenapa walaupun seorang manusia, istri calon lord para vampire tersebut sangat dihormati juga dilindungi.

Sebuah kemurnian hati yang tak pernah bisa didapatkan dari ras vampire manapun.

Bahkan vampire sepertinya sekalipun.

.
.
.

5 month later...

Desisan keluar dari bibir tipis milik jeno, noda darah mengotori beberapa bagian dari pakaiannya juga tangan dan wajahnya. Sebuah luka akibat pertarungan yang baru saja terjadi antara dirinya juga kaum werewolf terasing pun tercetak dilengan atasnya.

Meskipun luka seperti itu akan sembuh dalam waktu singkat baginya, untuk saat ini tentu saja masih akan terasa sakit.

Jeno meludah kasar kesembarang tempat yang kini sudah menjadi kuburan masal para werewolf, kakinya bergerak membawa tubuhnya mencari sumber air terdekat yang bisa ia jangkau.

Terhitung sudah bulan kelima dirinya berada ditempat yang penuh dengan bangsa terasing dari masing-masing ras vampire ataupun werewolf ini, ia pun memilih untuk memisahkan diri dan melakukan pencarian sementara jihoon memimpin beberapa vampire lainnya untuk pencarian ditempat lain dari daerah ini.

Gemericik air yang terdengar mengalir tak jauh, membawanya untuk mendekat kearah sumber suara tersebut. Hingga sebuah aliran sungai panjang nan jernih yang dipenuhi bebatuan menyapa indera penglihatannya

Jeno mendekat ke tepi sungai, berjongkok menatap bayangan dirinya sendiri diatas jernihnya air sungai sebelum akhirnya menyapukan air jernih tadi pada wajahnya, membersihkan bekas darah para werewolf tadi tentu saja.

Segurat senyum kecil menghias wajah pemilik mata berwarna Semerah darah dan rahang tegas itu. "Hahh, apa kabar dirimu disana? Daehwi merawatmu dengan baik kan,?" Ucap Jeno, matanya menerawang lurus pada bayangan dirinya sendiri diatas air.

"Tunggulah, aku sudah berada dekat dengan tujuanku. Saat ini semua berakhir, aku akan menemuimu kembali." Ucap jeno sebelum dirinya kembali beranjak dan bergerak cepat menyusuri hutan lebat itu lagi.

.
.
.

TBC

Hallo!!

Ada yang masih inget sama ini? Hehehehe ff terlama yang ga kuupdate. Maafkeunnn

Leave your comment!! Biar aku semangat nulis heheh

Hero : after war sequel (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang