.
.
.“Lord.”
Panggilan dari seorang ketua penjaga gerbang para vampire tersebut mengalihkan perhatian jeno. Jeno terkejut saat sang ketua penjaga tersebut datang dengan keadaan jauh dari kata baik-baik saja.
Dengan tubuh penuh luka, sang penjaga tersebut membungkuk hormat padanya sebelum melaporkan apa yang tengah terjadi.
“Lapor lord, ada serangan tak terduga di gerbang. Seluruh penjaga yang ada ditempat itu hampir semuanya kalah,” ucap sang penjaga.
“Siapa yang melakukannya?” Ucap jeno dengan tenang.
“Saya sendiri tak yakin, tapi yang menyerang kami semua hanya ada dua orang. Dan jika saya tak salah melihat, salah satunya adalah-“
.
.
.Jeno melesat cepat menuju gerbang yang diberitahukan salah seorang penjaganya tadi dengan perasaan kalut yang menyelubungi hatinya.
Bahkan dirinya tak sempat untuk memberitahukan siapapun mengenai hal ini. Ditengah cahaya bulan yang bersinar tanpa awan yang menyelubunginya, jeno menapakkan kaki jenjangnya ditanah lapang yang disebut gerbang oleh kaum vampire.
Bekas-bekas pertarungan yang merusak beberapa bagian masih tersisa seakan baru saja terjadi, kakinya melangkah untuk mendatangi salah seorang vampire penjaga yang tergeletak ditengah lapang.
Jeno berjongkok dan mengulurkan tangannya menyentuh leher vampire tersebut, helaan nafas keluar dari bibir tipisnya saat ia masih bisa merasakan denyut nadi dari vampire yang tak sadarkan diri dengan penuh luka tersebut.
“Wah selamat datang lord, senang bertemu denganmu.”
Dengan segera jeno bangkit dan menoleh disaat sebuah suara berat datang dari arah belakangnya.
“Apa kabar? Ah kau pasti mengenalnya kan?” Ucap pria tersebut.
Jeno terpaku pada sosok yang kini berdiri di depan lelaki yang berbicara padanya, segala yang ada pada sosok itu masih sama kecuali tatapan dan juga netranya.
Tak ada lagi tatapan hangat sepuluh tahun lalu yang selalu diterimanya, tak ada lagi netra hazel indah pada sosok itu.
“Aku tau kau pasti mengenalnya, tapi apa kau ingat padaku?” Pandangan jeno beralih pada lelaki tinggi dalam balutan pakaian khas bangsawan kuno tersebut.
Sebuah seringai kecil terulas diwajah tampan pria tersebut, kaki jenjangnya melangkah mendekat pada sosok yang sejak tadi menjadi fokus sang lord.
“Hatiku sakit saat kau dan orang-orang disini tak mengenalku, bahkan mungkin saja kalian tak berniat untuk mengingatku-“ ucap pria itu.
Jeno mengepalkan tangannya erat saat jemari pria itu bergerak menelusuri wajah seseorang yang mengalihkan atensinya tersebut. “-tapi tak apa, aku tak butuh kalian. Tapi sebagai gantinya aku akan ambil dia, bagaimana? Tawaran yang bagus bukan?”
“Apa yang kau lakukan pada renjun, siapa kau sebenarnya?” Ucap jeno pada akhirnya.
“Seperti yang kau lihat sendiri, aku menghidupkannya kembali dan membuatnya abadi saat kau tak bisa melakukannya. Tentu jika kau tak bodoh kau akan mengenaliku hanya dari kemampuanku, jeno hyung.”
Jeno melebarkan matanya melihat senyum kekanakan dari wajah orang itu, sekelebat ingatan seolah menyeruak paksa pada memorinya.
“Lai guanlin ... “
Seulas senyum lebar tampak diwajah pria tersebut. “Ah benar, itu aku. Kupikir hyung sudah lupa,” ucapnya dengan nada kekanakan.
Namun sedetik kemudian senyuman yang tadi terukir diwajah tampan itu kini menghilang sepenuhnya, digantikan wajah datar tanpa ekspresi yang memandang jeno dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hero : after war sequel (End)
Fanfictionwe through many things in our live. and we know that is not the end of our story.