24 (end)

7K 620 68
                                    

Judy melepaskan pedang yang menancap di dada 'sang malaikat', seketika tubuh tersebut terhempas kebawah bersamaan dengan kedua sayap yang mulai terbakar menjadi abu sebelum akhirnya benar-benar menghilang.

Mark segera bergerak cepat, menangkap tubuh tak sadarkan diri renjun sebelum tubuh itu hancur menghantam kerasnya tanah yang sedikit berbatu. Kemudian ia membawanya menuju tempat dimana ia membaringkan tubuh Jeno yang juga tak sadar dengan luka menganga lebar di bagian dada dan membaringkannya di samping tubuh itu.

Mark terbang kembali menghampiri sang keponakan yang sempat mengejutkannya tersebut, dengan mudah ia merebut pedang yang digenggam tangan kecil tersebut dan membuatnya seketika akan terjatuh.

"Jangan lakukan lebih jauh lagi, paman akan mengurusnya." Judy mengerjap beberapa kali saat Mark membawanya turun dan menyerahkannya pada jaemin dibawah.

Mark mengepakkan sayapnya menghampiri guanlin, menghunuskan pedang ditangannya dan menatap tajam pemuda tersebut.

"Apa kau mau mengakui semua kekacauan yang kau buat didepan para hakim di moroi? Hukumanmu harusnya akan sangat berat, tapi jika kau bersedia dibawa dengan baik-baik kupastikan semuanya akan jauh lebih ringan meskipun artinya kau akan mengabdi pada moroi seumur hidupmu."

Guanlin mendengus dan tertawa kecil mendengar ucapan Mark tersebut, "aku tak akan memilih opsi manapun. Kau tak tau seberapa benci aku pada moroi. Lebih baik aku mati daripada harus mengabdi pada tanah itu." Pandangan guanlin mengarah pada Jinyoung yang tengah duduk didepan seorang werewolf bersurai biru yang tak sadarkan diri, Jinyoung tengah berusaha mengobatinya.

"Bae Jinyoung." Panggilan itu membuat Jinyoung tersentak dan menghentikan sejenak kegiatan yang tengah dilakukannya. Ia menoleh dan terkejut melihat pemuda tinggi itu tengah menatap kearahnya.

"Aku hanya ingin mengatakan maaf padamu. Kuharap kau hidup dengan baik." Dan setelah mengatakan hal tak terduga tersebut, tubuh guanlin perlahan terbakar hingga akhirnya benar-benar menghilang menjadi abu yang terbang mengikuti angin.

Jinyoung tertegun untuk beberapa saat, hingga akhirnya tepukan kecil di bahunya membawanya kembali pada kesadaran. Disana, Jihoon terlihat tersenyum dan mengangguk samar.

"Setidaknya kita bisa melihat anak itu kembali seperti dulu meskipun hanya beberapa detik." Jinyoung mengangguk, menyetujui ucapan Jihoon lalu kembali melanjutkan pengobatannya pada jisung.

Lami membuka kedua kelopak matanya, hal pertama yang ia cari adalah tubuh chanhee yang masih tergeletak tak sadarkan diri. Bahkan sang werewolf pun tampaknya tak menunjukkan sebuah gerakan yang berarti. Dengan masih sedikit tertatih gadis itu menggenggam erat tangan sang kekasih. Kulit yang senantiasa hangat itu pun tak lagi terasa demikian. Lami masih bisa merasakan detak jantung chanhee walaupun sangat pelan.

Sebuah sentuhan di bahu sempitnya membuat lami menoleh, itu Chanyeol yang tengah menatap lurus pada chanhee yang masih terbaring.

"Kurasa kau harus menjadi kuat untuk menerima kenyataannya." Kedua kelopak mata lami melebar, menggeleng keras menolak apa yang dikatakan oleh Chanyeol tersebut.

"Tidak, aku masih bisa merasakan detak jantungnya!" Tanpa ia sadari, seruannya mengalihkan atensi beberapa orang yang berada disana.

Chanyeol menggeleng pelan mencoba meyakinkan gadis tersebut, "itu hanya sebuah ilusi yang datang karena kau menginginkannya untuk menyangkal segala fakta yang ada."

Namun lami membalasnya dengan gelengan pula.

Lami kembali menatap chanhee, memindahkan kepala kekasihnya tersebut ke atas pangkuannya. Mengusap lembut wajah tampan yang terhias darah kering tersebut dengan sayang, "hei ayo bangun. Aku tau kau bisa mendengarku." Setitik air mata mengalir begitu saja tanpa diperintah, mengundang perhatian dari Jinyoung yang telah selesai mengobati jisung.

Hero : after war sequel (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang