11'th

4.2K 701 170
                                    

.
.
.

If you ever leave me baby,

Leave some morphine at my door

'Cause it would take a whole lot of medication

To realize what we used to have,

We don't have it anymore.

.
.
.

Hembusan angin kencang menerbangkan dedaunan kering ditanah. Bersamaan dengan hal itu pula, jubah hitam legam yang membalut tubuh tegap sang calon lord para vampire melambai diudara seakan menegaskan sekali lagi pada dunia bahwa dirinya adalah makhluk agung yang akan memimpin bangsa nya nanti.

Mata Semerah darah menatap lurus pada bangunan megah yang menjadi tempatnya tinggal, bersama dengan seorang istri yang merupakan satu-satunya mate baginya.

Seseorang yang paling ia rindukan selama berbulan-bulan lamanya, seseorang yang belum ia dengar kabarnya sama sekali sejak hari keberangkatan dirinya. Seseorang yang saat ini sangat ingin ia peluk dengan erat didalam dekapannya.

"Aku kembali..." Ucapnya pelan, kakinya melangkah tegas menuju pintu besar yang menjadi penghubung antara rumahnya dan dunia luar. "...renjun." Tangannya terangkat sedikit keatas, setelahnya terdengar suara gesekan antara engsel disaat pintu didepannya terbuka dengan sendirinya.

                   ••• AFTER WAR •••

Lami melangkahkan kakinya secepat mungkin untuk menuruni tangga dari kamar renjun. Surai hitam panjang sang gadis bangsawan tersebut ikut bergoyang seiring dengan langkahnya yang tampak tergesa. Sedetik lalu, dirinya merasakan kehadiran aura kekuatan seorang lord yang sangat kuat yang masuk kedalam rumah ini.

Mustahil jika itu adalah seorang lord jaehyun, selain sang lord saat ini hanyalah dua orang lainnya yang memiliki aura seperti itu. Siapa lagi jika bukan Mark dan juga Jeno. Tapi mustahil juga jika itu adalah Mark, maka opsi terakhir adalah yang paling memungkinkan.

Langkah kakinya terhenti begitu saja, mata merahnya melebar penuh keterkejutan menatap bayangan dalam jubah hitam didepannya.

"J-jeno oppa? K-kenapa tak memberitahu jika sudah kembali?" Ucap lami, namun ia gagal menyembunyikan rasa gugupnya.

"Aku tak punya alasan dilarang kembali sebelum melapor bukan?" Ucap jeno, kaki jenjangnya melangkah menaiki satu persatu anak tangga.

"T-tunggu oppa! I-iya kau benar soal itu tapi-"

Jeno membalikkan tubuhnya, menghadap pada sepupu perempuannya. "Apa yang kau coba tutupi? Kenapa kau terus mencoba menghentikanku?" Ucap Jeno tajam.

Lami meneguk ludah takut, ia harusnya tau melakukan hal ini adalah sebuah tindakan bodoh. Jeno tidak bodoh untuk tidak menyadari tindakan yang ia lakukan sekarang. Tapi setidaknya ia harus menahan Jeno barang sebentar, setidaknya sampai kondisi renjun yang tengah ditangani daehwi diatas sudah stabil.

"Argh!"

Keduanya menoleh cepat disaat suara erangan terdengar dari arah atas, dengan cepat jeno melangkahkan kakinya untuk memeriksa. Satu yang jelas baginya, suara tadi adalah suara renjun.

Lami pun begitu, dengan cepat dirinya menyusul Jeno dengan berbagai perasaan khawatir pada renjun.

Brak!

Debum pintu yang dibuka keras oleh jeno mengalihkan sejenak atensi daehwi sebelum akhirnya kembali fokus pada renjun didepannya.

Netra Semerah darah jeno terpaku pada renjun yang terbaring diatas ranjang dengan raut wajah menahan sakit, perlahan dirinya melepaskan genggamannya pada pintu dan melangkah perlahan dengan mata yang masih terpaku pada wajah renjun.

Hero : after war sequel (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang