Pagi menyambut. Matahari mulai menampakkan sinarnya. Burung berkicau dimana-mana. Rupanya bukan hanya Fork Forest dan Bumi yang memiliki seribu kicauan indah pagi hari. Tempat rawa-rawa kumuh dan mengerikan seperti Swampland pun memiliki kicauan indah tersebut hampir setiap harinya.
Dearly mengerjapkan matanya. Sinar matahari yang masuk lewat jendela membuat matanya silau. Kebetulan tempat tidur yang ditempati oleh Dearly terletak tepat di dekat jendela.
Beberapa hari ini, Dearly dan lainnya memutuskan untuk menetap di Swampland. Dan Zaquena pun berbaik hati meminjamkan satu ruang kamar tidur yang bergitu luas untuk mereka berempat.
Di sampingnya, Pansy masih terbenam dalam dunia mimpinya tanpa bangun sedikitpun. Meski sinar matahari itu mengenai wajahnya, tak kunjung membuat gadis itu bangun dari tidurnya. Jarang sekali, biasanya Pansy bangun pagi. Bahkan ketika tidur di rumah Kara pun, Pansy masih tetap bangun bagi. Mungkin udara Swampland terpaut lebih sedikit dingin daripada Fork Forest.
Dearly memutuskan untuk keluar saja dan sesekali menghirup udara pagi di Swampland. Dia melihat ranjang Patrisia pun kosong. Hanya menyisakan Ortora yang masih tertidur lelap sama seperti Pansy.
Dearly melihat Patrisia berdiri di balkon teras istana sambil membaca sebuah buku. Gadis itu terlihat serius membaca buku itu. Penasaran, akhirnya Dearly menghampiri Patrisia dan menepuk bahunya pelan. Tepukan itu membuat Patrisia sedikit terkejut dan mengelus dada, padahal tepukan yang diberikan Dearly sangatlah pelan. Mungkin efek terlalu serius.
"Kau ternyata, ada apa?" tanya Patrisia.
"Buku apa itu? Serius sekali kau membacanya," tanya Dearly sembari menunjuk buku di tangan Patrisia.
Patrisia menunjukkan buku tebal itu, kemudian menjawab, "Kemarin aku dari rumah seseorang yang tahu jalan keluar mengenai masalah ini. Tapi sialnya, dia sungguh sama sekali tidak jelas dan memintaku untuk mencari jalan keluarnya sendiri melalui buku usang ini," kesal Patrisia ketika mengingat kata-kata yang diucapkan oleh Blis kepadanya kemarin malam. Menyebalkan.
Dearly tertawa kecil. "Hm, mungkin terdapat petunjuk di sini, boleh aku membacanya?"
"Jangan, nanti saja. Sekarang aku ingin mengajakmu ke taman dekat rawa-rawa di sana. Aku ingin menemui seseorang," ajak Patrisia sembari menarik tangan Dearly.
Lagi-lagi Patrisia menyebut kata seseorang yang membuat Dearly penasaran. Dia mendapatkan buku usang itu juga dari seseorang. Tapi Patrisia tidak menjelaskan siapa seseorang itu. Sepertinya hari ini Dearly akan mulai kesal dengan yang namanya seseorang.
Mereka berdua sampai disebuah taman yang dimaksud oleh Patrisia tadi. Taman ini sangat indah, hampir mirip dengan Fork Forest. Tak seperti tempat-tempat kelam lain di Swampland. Taman ini sepertinya satu-satunya tempat paling berwarna di Swampland.
Patrisia tersenyum senang ketika mendapati seseorang yang ingin dia temui berada di sini. Dearly tak tahu pasti siapa dia, tapi Patrisia tersenyum ketika melihat ke arah pemuda itu. Ya, pemuda itu yang sedang membawa beberapa bunga yang Dearly tak tahu apa namanya. Bunga itu bukan berasal dari Fork Forest. Namun warna bunga itu sangatlah cantik dari bunga-bunga lain di Swampland.
Patrisia langsung berlari menemui pemuda itu, meninggalkan Dearly yang masih melamun dengan segala pikiran tentang Swampland. Lama Dearly melamun sampai dirinya tak sadar kalau Patrisia dan pemuda itu kini berada dihadapannya.
Pemuda di samping Patrisia itu sangat tinggi. Lebih tinggi dari Patrisia maupun dirinya. Kulitnya sangat gelap, terdapat goresan luka di pipi kanannya. Dia tidak besar, sama seperti kebanyakan pemuda di sini. Dia juga tidak tampan. Malah sedikit...uhm, kalian tahulah.
Salah satu hal yang menarik perhatian Dearly adalah bola mata pemuda itu, seakan menampilkan sebuah keindahan dan kebahagiaan di dalamnya, seolah penuh warna di setiap sisinya. Dearly baru sadar kalau ternyata bola mata pemuda itu, berwarna biru muda. Sangat menenangkan ibarat aliran sungai di hutan Fork Forest yang dia kunjungi waktu itu. Namun aneh, bola mata pemuda itu seolah menarik perhatian Dearly untuk terus menatapnya. Dearly akui bahwa saat ini gadis itu jatuh akibat manik biru mata pemuda itu yang menatapnya sangat dalam. Bukan. Bukan pemuda itu yang menatapnya, melainkan dirinya yang menatap manik itu.
"Ehm, perkenalkan Dear, ini Etherd temanku. Etherd, perkenalkan dia Dearly," ucap Patrisia mengenalkan mereka berdua satu persatu.
Sejenak, pemuda itu berbalik menatap Dearly yang masih termenung tanpa alasan. Pemuda itu meneliti Dearly dari atas kepala sampai ujung kaki. Dia tersenyum. Entah kenapa dan membuat Dearly heran.
"Kau manusia ya, Dear?"
Pertanyaan itu membuat Dearly terkejut bukan main. Bagaimana pemuda ini tahu kalau dia manusia? Dearly yakin Patrisia tak akan memberitahu pemuda itu--siapa tadi namanya? Ah ya, Etherd. Kecuali dia tahu kalau Dearly bukan Elf. Tapi Etherd tahu kalau dia adalah manusia.
"Bagaimana kau tahu?!" kejut Dearly dan Patrisia bersamaan. Rupanya bukan hanya Dearly, Patrisia pun sama terkejutnya dengan Dearly. Padahal tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Patrisia yang menjelaskan bahwa Dearly bukan Elf ataupun manusia.
"Mudah saja untuk mengenali hal itu. Sudah tak usah dipikirkan, aku tahu kau orang baik Dear," ucapnya. Lagi-lagi membuat kedua alis Dearly mengerut.
"Dari bola matamu," lanjut Etherd.
Dearly terkejut bukan main. Apa tadi dia tertangkap basah karena melihat bola mata biru Etherd dengan sangat dalam? Tapi itu tidak masalah kan? Siapa yang tidak terpana melihat bola mata menyejukkan itu.
"Ah ya, kalian berbincanglah sebentar aku akan menemui nenek Etherd sebentar. Kau tidak keberatan jika ku tinggal sebentar, Dear?" Dearly menggelengkan kepalanya tidak masalah. Tapi masalah baru akan datang. Dirinya dan Etherd pasti akan terjebak dalam kecanggungan yang luar biasa. Apalagi Dearly bukanlah tipe gadis yang mudah mencari topik pembicaraan, apalagi dengan seorang pemuda.
"Bagaimana kau bisa sampai di sini?" tanya Etherd. Dearly tertegun, rupanya pemuda itu yang akan mencairkan suasana di antara mereka. Sepertinya.
"Ledakan yang dibuat oleh salah satu Elf hutan, namanya Ortora. Aku tidak bisa menjelaskannya lebih detail, mungkin kau bisa bertanya kepadanya ketika bertemu dengan gadis itu."
Etherd ber-oh ria.
Bola mata Dearly melirik ke arah keranjang yang berisi beberapa bunga cantik yang tadi dilihat oleh Dearly. "Bunga apa itu? Kenapa banyak sekali? Untuk apa?"
Etherd tertawa geli mendengar pertanyaan beruntun dari Dearly. Gadis ini tidak kaku seperti dugaannya. Juga tidak terlalu tampak serius seperti Patrisia. "Bunga ini bernama Zeidth, aku memetiknya banyak untuk ku berikan kepada nenek... Astaga, aku lupa! Seharusnya tadi ku titipkan saja ini kepada Patrisia untuk diberikan kepada nenek," Etherd menepuk dahinya sebelum melanjutkan ucapannya, "tak apalah. Apa kau menyukainya? Ini bunga tercantik di Swampland. Apa kau mau satu? Tak apa, biar yang lain ku berikan pada nenek nanti." Pemuda itu memberi Dearly setangkai bunga Zeidth. Warnanya sagat menarik, warna biru muda yang dipadukan dengan warna kuning di tengah-tengahnya.
Warna bunga itu, sama persis seperti warna bola mata si empunya. Teduh nan menyejukkan. Bunga Zeidth seolah mencerminkan bola mata sang pemuda itu. Entah kenapa, untuk saat ini. Dearly benar-benar jatuh dalam pewarnaan bola mata biru itu.
***
To be continue,
Hai, bagaimana? Apakah masih terlihat membosankan? Bagaimana dengan bumbu romansanya? Apakah membosankan juga? Saran ya:) Saya butuh saran dari kalian untuk menjadi lebih baik.
Saya pamit dulu. Terima Kasih.
Sincerely, Frila Monica.
KAMU SEDANG MEMBACA
World of Elves ✔
Fantasy{END} Dearly terkejut ketika mendengar sebuah ledakan yang terjadi di dekat hutan kecil belakang rumahnya. Karena penasaran, akhirnya Dearly mengajak Pansy--sahabatnya untuk melihat ledakan besar tersebut. Awalnya, Pansy berpikir jika itu adalah led...