Part 13

1.1K 99 1
                                    

Sebuah tepukan di depan wajah Dearly membuatnya tersentak dan gelagapan. Rupanya sedari tadi dirinya melamun, entah apa yang singgah di dalam otaknya itu.

"Kau tak apa Dear?" tanya pemuda bernama Etherd itu.

"A-aku tak apa, kau tadi memanggilku?"

Etherd tersenyum. Dearly baru menyadari hal ini, ternyata pemuda itu memiliki lesung pipi. Namun hanya sebelah saja. "Aku memanggilmu sudah 7 kali."

Apa? Dia bilang tujuh kali. Astaga, apa yang telah Dearly pikirkan. Sebelumnya gadis itu jarang sekali melamun seperti ini.

Tak lama kemudian, Patrisia kembali dan menemui mereka. Gadis itu membawa sebuah keranjang berisikan bunga warna-warni. Dearly mengenali semua bunga itu. Kebanyakan diantaranya berasal dari Fork Forest.

Pantas saja Etherd memetik bunga Zeidth untuk neneknya itu, rupanya dia sangat suka dengan bunga. Sama seperti Lilian. Mungkin di rumah Etherd juga terdapat taman bunga warna-warni seperti taman bunga milik Lilian. Hanya saja mungkin lebih lengkap karena ditambah dengan bunga yang berasal dari Swampland.

"Apa aku terlalu lama?" Etherd dan Dearly menggelengkan kepala, Patrisia menghela napas lega. "Untung saja, nenekmu akan ke sini sebentar lagi Therd, dia bilang ingin membagikan sup yang barusan dia buat."

Etherd menganggukkan kepala. Memang tadi pagi, pemuda itu juga membantu neneknya untuk mencari jamur segar di hutan yang dekat dari sini. Mungkin neneknya itu sedang merindukan taman ini. Taman yang menjadi seribu kenangan masa kecil nenek.

Tak lama kemudian, terlihat seorang wanita tua berjubah gelap. Rambutnya berwarna putih. Untuk seorang Elf dia terlalu muda untuk disebut tua. Wajahnya terlihat ramah dan menyenangkan. Dearly tebak dia adalah nenek Etherd.

Dia melihat Etherd dan Patrisia. Namun dia tidak mengenali perempuan di tengah-tengah mereka berdua. Nenek Etherd melambaikan tangan sembari mengulas senyum kepada mereka. Kemudian membagikan sup jamur yang dimasaknya kepada pengunjung.

Setelah melakukan kegiatan itu beberapa menit, nenek Etherd menghampiri Etherd, Patrisia dan gadis yang tidak dia kenal tersebut.

"Hai Etherd, Patrisia," sapanya.
Mereka berdua membalasnya dengan senyuman. Kemudian pandangan nenek Etherd tertuju kepada Dearly, gadis yang tidak dia kenali. Tampak asing, seperti bukan ras Elf.

"Kau siapa?"

"Perkenalkan Tyr, ini Dearly. Dear, ini Tyr nenek Etherd," ucap Patrisia memperkenalkan mereka. Sepertinya hari ini pekerjaan Patrisia adalah menjadi jembatan perkenalan.

Tyr ber-oh ria. Kemudian mengajak mereka duduk di karpet biru yang sudah Tyr siapkan untuk berpiknik kecil-kecilan. Dia sangat merindukan suasana menyejukkan taman ini.

Mereka saling bercerita dan bercanda tawa sebentar. Sampai Patrisia teringat sesuatu dan menceritakan tentang Rexana. Ya, sepertinya beberapa hari ini Patrisia juga berbakat untuk membuat orang-orang terkejut akibat ceritanya yang berisi rencana Rexana.

"Aku tahu jalan keluarnya. Tapi...aku tak yakin kalian mampu, jika melakukan hal ini pun, tergantung jalannya akan merugikan para Elf dan Drawn atau merugikan Rexana." penjelasan Tyr tersebut membuat ketiganya mengerutkan dahi. Dia bicara apa? Sama sekali tak dapat dicerna. Apa maksud Tyr? Kerugian? Kerugian apa?

Melihat kerutan di dahi mereka bertiga, Tyr tersenyum. Dia tahu mereka sedang bingung dan tak mengerti apa yang ia ucapkan. "Aegis. Jalan satu-satunya untuk menghentikan Rexana."

Aegis, lagi. Dearly pusing mendengarkan kata tentang Aegis, sebenarnya apa tempat itu. Entah mengapa terlihat sangat misterius. Lalu bagaimana menemukan penyelesaiannya?

"Aku tak tahu apa-apa lagi. Hanya itu yang ku tahu, mungkin jika kalian punya petunjuk kalian bisa menyelesaikannya bersama-sama. Aku tahu Aegis tersembunyi, entah berada dekat atau jauh," lanjut Tyr.

Setelah itu, Tyr berpamitan pulang karena ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Meninggalkan mereka bertiga yang penuh dengan pikiran tentang Aegis. Dan bagaimana cara menyelesaikan masalah ini? Bukan hanya Patrisia dan Dearly, Etherd pun demikian. Mendengar cerita Patrisia tadi juga tak ayal membuatnya terkejut setengah mati.

Setelah berpikir lama, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke istana Zaquena. Patrisia ingat akan buku usang yang diberikan oleh Blis kemarin malam. Dia bilang jalan keluarnya ada di buku itu, hanya saja Patrisia harus memecahkannya sendiri. Ya, buku itu pasti memiliki jalan keluar dimana Aegis berada. Patrisia yakin.

Ternyata Lilian, Gerenadia, Herena, Maxsmery dan Rhytm sudah kembali dari Fork Forest. Tadi pagi Patrisia menyuruh Ortora untuk menyusul mereka ke kota dan kembali ke Swampland. Rhytm juga sudah percaya dengan apa yang teman-temannya katakan kemarin.

"Kita harus temukan Aegis. Dan jawabannya ada di buku ini," jelas Patrisia.

Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca buku usang tersebut. Semua kata-katanya rumit, tidak ada yang mampu dimengerti. Termasuk pepatah yang Blis dan bibi Ghe katakan. Buku ini hanya membuat segalanya menjadi semakin rumit. Tak ada arti dari setiap katanya.

"Sudahlah aku menyerah, bagaimana pun yang terjadi adalah takdir. Aegis itu hanyalah mitos, dan kau tahu buku ini hanyalah penjelasan sejarah yang taka ada habisnya." kesal Maxsmery. Dia mengacak rambut putihnya dengan kesal.

Dearly pun berpikir demikian. Bisa saja dia dan Pansy langsung meminta Ortora untuk mengantar mereka berdua pulang ke bumi. Karena memang awalnya mereka tak terikat apapun dengan semua ini. Bisa saja Dearly melakukan hal itu, meskipun jika nantinya Pansy akan menolak pendapatnya, dia bisa saja bersikeras. Dan Dearly tahu Ortora pasti mengerti dan mengantar dirinya pulang. Andai saja dia tega melakukan itu, andai saja dia bisa melakukan hal itu sekarang juga. Tapi Dearly tak bisa.

Bagaimana kalau rencana Rexana itu benar nyata dan terjadi ketika dia berada di bumi? Kemudian rasa bersalah akan menghantui dirinya seumur hidup. Tapi jika dia tak melakukan hal itu, Dearly akan terjembab ke dalam masalah tak berujung ini. Tentang Aegis yang tak diketahui kebenarannya. Tak tahu ujung penyelesaian masalahnya. Dearly pun tak tahu apa yang harus dia lakukan untuk membantu semua ini. Dia bukanlah orang yang memiliki banyak pengetahuan tentang mitologi seperti Elf. Apalagi Aegis. Baginya, itu adalah dongeng masa kecil yang diceritakan bibi Ghe kepadanya ketika masih kecil.

Mereka menghela napas. Menundukkan kepala lesu. Memang masalah Aegis tak akan ada habisnya. Kalau Aegis memiliki kesempatan untuk ditemukan, mengapa para leluhur tak ada yang mampu menemukan tempat itu. Dan Rexana, bisa saja mencari Aegis dengan bantuan dari para duta besar hebatnya dan mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Tapi dia tak melakukan hal itu. Bayangkan, para Elf hebat saja enggan mencari tahu tentang keberadaan Aegis. Atau mungkin saja mereka memang sudah mencarinya, tapi Aegis tak ditemukan sama sekali. Lalu kenapa, mereka harus menyelesaikan masalah ini dan mencari Aegis sebagai obatnya?

Tak ada sepatah kata petunjuk. Tak ada selembar kertas pun yang menjelaskan dengan detail, setidaknya satu kalimat untuk mereka mengerti. Buku ini benar-benar malah membuat segalanya menjadi rumit. Satu kalimat pun tak ada yang mereka mengerti. Dan tak ada satu mulut pun yang menceritakan segalanya tentang Aegis sampai bersih tak bersisa. Semua itu tak ada.

"Bibi Ghe!" seru Pansy dan Dearly bersamaan. Membuat mereka yang ada di sana mengerutkan dahi tak mengerti.

***

To be continue,

Fiks, ini membosankan. Suntuk banget rasanya. Tak mood untuk menulis jadi hari ini satu part saja. Saya pun kehabisan ide untuk menulis. Jangan lupa saran dari kalian:') Mercy.

Sincerely, Frila Monica.

World of Elves ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang