"Ma, Papa sudah berangkat kerja?" tanya Nari panik. Gadis itu terlihat sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas secara asal.
Mama memandangi putri semata wayangnya dengan santai. "Tentu saja sudah. Papamu itu selalu berangkat lebih pagi setiap hari Senin."
"Ugh," lenguh Nari kesal karena ikat rambutnya justru putus disaat-saat genting seperti ini. "Bisa tolong teleponkan taksi untukku, Ma? Aku tidak mungkin menunggu bus karena sudah jam segini."
"Tenang saja, Mama sudah memanggilkan supir khusus untukmu," Nari tidak memperhatikan ucapan Mamanya. Gadis itu sudah melesat kembali ke kamarnya untuk kembali membenahi ikatan rambutnya yang lepas.
Setelah keluar dari kamar, Nari segera melesat menuju lemari sepatu di dekat pintu masuk. Sang Mama hanya mengikuti dari belakang tanpa suara.
"Kau melupakan jaketmu," ucap Mama sembari menyerahkan coat panjang berwarna merah maroon pada putrinya. "Cuaca hari ini cukup dingin. Pastikan dirimu pulang sebelum jam delapan malam karena menurut perkiraan cuaca hujan akan turun malam ini."
Nari menepuk dahinya dengan sebelah tangan. "Aku tidak membawa payung," katanya panik sambil kembali melepas sepatunya yang sudah terpasang. Ia hampir saja kembali berlari ke dalam rumah sebelum lengannya ditahan oleh sang ibu.
"Jemputanmu sudah datang. Nanti sore pulang saja bersama Papa, atau kau bisa membeli payung di minimarket."
Nari mengangguk kecil. Ia mencium pipi kanan Mama sebelum bergegas menuju pintu pagar. Mama hanya mengamatinya dari pintu rumah depan, tanpa mengantar hingga gerbang depan.
Nari mematung. Pikirannya yang kalut karena terburu-buru takut terlambat masuk kantor, menghilang begitu saja. Blank. Bukan taksi yang ia dapati, namun sebuah mobil sedan yang kemarin ia tumpangi sudah terparkir dengan rapi. Pandangannya terpaku ke sosok yang duduk di bagian kursi pengemudi.
Jeonghan memandangi Nari yang masih berdiri mematung di depan pintu pagarnya. "Cepat masuk kalau kau tidak mau terlambat."
"Eh oh, hmm...," Nari tergagap. Ketika ia sudah menemukan kembali akal sehatnya, Nari melanjutkan, "Aku bisa panggil taksi agar tidak merepotkanmu."
"Yakin?" tanya Jeonghan. "Sudahlah. Cepat masuk. Aku sudah jauh-jauh kemari karena disuruh oleh Eomma dan Tante Pyo," kata Jeonghan lagi tak sabaran.
Mendengar nada dingin dari mulut Jeonghan, Nari buru-buru jalan berputar menuju kursi penumpang samping pengemudi. Ia masuk tanpa banyak bicara. Jeonghan pun segera melajukan mobilnya menuju kantor Nari.
"Ehm, kau... tahu dimana letak kantorku?" tanya Nari takut-takut sambil melirik cowok di sebelahnya.
"Tante Pyo sudah mengirimkan mapsnya padaku," ucap Jeonghan singkat sambil mengedikkan dagunya ke arah navigator di atas dashboard mobil yang menunjukkan arah menuju kantor kejaksaan.
Nari mengangguk-angguk paham. Ia mengamati pakaian Jeonghan yang tampak tidak niat untuk keluar rumah. Pria disampingnya itu hanya memakai celana pendek denim dan sweater putih polos. Rambutnya yang berantakan ditutupi dengan topi hitam andalannya. Bahkan sepertinya Jeonghan belum mandi pagi.
"Maafkan Mamaku yang sudah membuatmu repot mengantarku pagi-pagi," ucap Nari lagi dengan penuh rasa bersalah. Kali ini gadis itu hanya bisa menunduk. Ia sadar sedari kemarin dirinya telah mengambil banyak waktu luang yang jarang-jarang dimiliki Jeonghan.
Jeonghan melirik gadis di sampingnya sekilas. "Kalau begitu berusahalah untuk bangun lebih pagi," balas Jeonghan.
"Maaf," kata Nari lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] You're My Last Destination
Romance[COMPLETE][SVT FF Series] --- Yoon Jeonghan, seorang idol berumur 25 tahun yang mulai dipaksa menikah oleh sang ibu. Ia menolak lantaran karir adalah hal utama yang harus ia pikirkan saat ini. Bukan tanpa alasan kedua orangtuanya meminta hal itu, te...