Part 32

863 76 0
                                    

Jeonghan terbangun dari tidurnya ketika matahari naik tinggi. Pria itu memijit-mijit kedua pelipisnya. Ia melihat Nari sudah tidak ada di sampingnya. Jeonghan kembali teringat dengan kejadian semalam.

Setelah jadwal kegiatannya di Jakarta selesai, Jeonghan sebenarnya sudah merasa tidak enak badan. Namun ia tidak terlalu ambil pusing. Ia bahkan masih bisa ikut jalan-jalan di ibukota Indonesia itu bersama yang lain. Selama perjalanan pulang pun, Jeonghan berusaha keras agar tidur untuk mengganti waktu istirahatnya yang banyak berkurang.

Namun, setelah mendarat di Korea, ia justru merasa kondisinya makin memburuk. Manajernya bahkan menyadari bahwa Jeonghan demam tinggi. Namun pria itu menolak untuk di bawa ke rumah sakit dengan alasan masih bisa sembuh dengan dibawa istirahat. Ia ingat terakhir kali di bawa ke IGD dengan alasan yang sama, keluarganya jadi repot dan sangat khawatir. Terutama Jaerim, Eomma, dan Areum.

Jeonghan mencoba keras untuk tidur, namun sayang, tidurnya tidak terlalu nyenyak. Jisoo bahkan selalu membujuk, setengah memaksa, agar dirinya tidak keras kepala dan menurut untuk pergi ke dokter. Jeonghan tetap mengelak. Pria itu akan pergi ke dokter besok pagi jika demamnya tidak turun juga.

Tengah malam, Jeonghan terbangun karena mendengar orang berbicara dengan suara sangat pelan di sampingnya. Ia membuka kedua mata perlahan. Entah mengapa hatinya menghangat menyadari keberadaan Nari di dekatnya. Bahkan sepertinya Jeonghan lupa memberi kabar gadis itu bahwa mereka akan pulang ke Korea karena terlalu sibuk menyembunyikan rasa tidak enak badan dari manajer hyung. Bagaimana gadis itu bisa tahu bahwa dirinya sudah berada di sini?

Jeonghan menikmati belaian lembut Nari di kepalanya. "Nari-ya?"

Perbincangan antara Nari dan Jisoo terputus. Nari tersenyum manis ke arah Jeonghan ketika menyadari bahwa anak itu sudah terbangun. Baik Nari maupun Jisoo kemudian membujuk Jeonghan untuk makan agar bisa minum obat.

Walaupun Nari berusaha bersikap tenang, namun Jeonghan tahu bahwa gadis itu sangat mencemaskannya. Entah mengapa sifat jahilnya tidak menghilang walaupun sedang demam seperti sekarang. Jeonghan benar-benar sedang ingin bersikap manja pada gadis itu.

"Aku mau bubur ikan," pinta Jeonghan seperti anak kecil.

Jisoo terlihat sudah muak saat mendengar permintaan kekanakan teman sekamarnya itu. Nari juga terlihat menarik napas panjang untuk meredakan emosinya. Bukan Nari namanya kalau tidak bisa mengatasi sifat Jeonghan, gadis itu menuruti permintaan Jeonghan dengan mengajukan syarat agar Jeonghan berjanji untuk menghabiskannya.

Jeonghan mengangguk senang. Pria itu berusaha kembali tidur ketika Nari pergi ke dapur untuk membuatkan permintaannya. Walaupun kepalanya pusing, mampu menarik perhatian Nari entah mengapa memberi energi tersendiri buatnya.

Tak lama kemudian Jeonghan jatuh tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi bahwa Myunghee menghampirinya. Gadis itu tersenyum lebar. Senyuman yang dulu mampu membuat hati Jeonghan berdesir. Jeonghan menyadari bahwa Myunghee sedang mengatakan sesuatu padanya, namun ia tidak bisa mendengar suara apa pun. Ia berusaha membaca gerakan bibir Myunghee. Tak lama kemudian, gadis itu berbalik memunggungi dirinya. Lagi-lagi ia menunjukkan senyum itu sebelum mulai berjalan menjauh. Jeonghan mencoba mencegahnya pergi. Namun kakinya bagai di paku dilantai. Ia tidak bisa bergerak. Tangannya mencoba meraih Myunghee sebelum gadis itu menghilang.

Dalam tidurnya, Jeonghan merasa ada sebuah tangan yang menepuk-nepuk pipinya pelan. Ia langsung meraihnya. Dengan erat, Jeonghan menggenggam entah tangan milik siapa.

Samar-samar Jeonghan mendengar suara Nari di dekat kasurnya. Ia tampak sedang berbincang dengan seseorang, namun Jeonghan tidak dapat mendengar dengan jelas. Hening, tidak terdengar suara apapun lagi. Jeonghan membuka kedua kelopak matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah Nari terduduk di lantai sembari menunduk dalam-dalam. Jeonghan segera tersadar. Ia buru-buru melepaskan tangan Nari yang ternyata berada dalam genggamannya.

"Nari?"

"Eoh? Kau sudah bangun?" Nari mengerjap-erjapkan matanya.

Jeonghan tahu bahwa gadis itu sedang menyembunyikan sesuatu. Hati Jeonghan mencelos. Entah mengapa mimpinya barusan menyiratkan bahwa Jeonghan tidak sanggup untuk mengalami kehilangan lagi. Ia tidak mau kehilangan Nari.

Jeonghan menuruti permintaan Nari untuk menghabiskan bubur ikan yang tadi dimintanya. Ia dudur bersandar di kepala kasur dan mulai menyuapkan isi mangkuk ke dalam mulut. Mata Jeonghan melebar. Ini adalah bubur terenak yang pernah ia rasakan. Bahkan rasa bubur buatan Eomma dan Areum saja kalah.

"Hmm, ini enak. Kau dapat resep darimana?" tanya Jeonghan. "Bahkan kau bisa menyesuaikan kadar airnya agar tidak terlalu lembek. Wah, Pyo Nari yang tomboy benar-benar sudah berganti menjadi Pyo Nari yang bisa feminime."

Jeonghan berniat menggoda Nari karena suasana diantara mereka berdua yang terasa menyesakkan. Sedari tadi gadis itu tidak bersikap seperti biasanya. Padahal akhir-akhir ini hubungan Jeonghan dan Nari sudah kembali membaik. Dengan menjahili gadis itu, Jeonghan berharap dapat melihat wajah kesal Nari yang sangat ia rindukan.

Jeonghan terkejut ketika reaksi Nari tidak seperti yang diharapkannya. Gadis itu bahkan sudah berjalan menuju pintu. Jeonghan segera meletakkan mangkuk buburnya di atas meja dan bergegas menyusul langkah Nari dengan sempoyongan. Sialnya, karena gerakan yang tiba-tiba, keseimbangan Jeonghan turun. Pria itu ambruk di bahu Nari.

"Sudah malam, bahaya bagi wanita untuk berkeliaran seorang diri," kata Jeonghan.

Gadis itu terlihat jengah. Ia mengangkat bahu Jeonghan dengan tangannya dan berputar, membuat Jeonghan terpaksa mundur satu langkah kalau tidak ingin bertubrukan dengannya.

"Aku akan pulang dengan taksi. Kau tidak perlu khawatir."

Otak Jeonghan berputar cepat. Entah mengapa egonya saat ini sedang tinggi. Ia ingin gadis itu selalu berada di dekatnya. Jeonghan takut jika ia membiarkan Nari pergi saat ini juga, gadis itu akan pergi selama-lamanya dari kehidupannya.

"Temani aku dulu. Kau juga bisa menginap disini kalau mau," pinta Jeonghan lagi. Ia akan melakukan segala cara agar gadis itu tidak meninggalkan dirinya.

Alhasil malam itu mereka berdua menghabiskan sisa malam bersama. Dengan memeluk Nari, Jeonghan akhirnya bisa tertidur pulas. Pria itu tidak mengalami mimpi aneh lagi. Bahkan saking nyenyaknya, Jeonghan tidak tahu kapan Nari pergi dari dorm Seventeen.

Ketika terbangun Jeonghan merasa sedikit lebih baik. Ia mengamati kasur tempat semalam Nari ikut tidur bersamanya. Pria itu tersenyum kecil. Sepertinya benar apa kata Myunghee dulu. Jeonghan memiliki perasaan pada Nari, namun ia selalu mengelak dengan alasan hubungan persahabatan yang ada di antara mereka.

Jisoo membuka lebar pintu kamar. Sontak Jeonghan menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Bangun juga akhirnya kau," kata Jisoo sembari berjalan menghampiri Jeonghan.

Refleks, tangan Jeonghan memegang dahinya sendiri. Ia teringat perjanjiannya dengan Jisoo jika demamnya belum turun juga.

"Aku sudah tidak demam. Tinggal suara serak dan sedikit pusing saja," jawab Jeonghan sembari menunjukkan cengiran lebarnya. "Jadi kau tidak bisa memaksaku untuk pergi ke rumah sakit."

"Arra," jawab Jisoo sembari mengangkat kedua tangannya ke atas, tampak menyerah. "Kalau begitu kau jangan lupa makan dan beristirahatlah."

"Ah!" tiba-tiba Jisoo menjentikkan jarinya seperti teringat sesuatu. Ia membalikkan badannya ke arah Jeonghan lagi. "Semalam kudengar Nari menginap disini. Kalian tidak melakukan hal-hal aneh di kamar ini kan?"

"Apa urusanmu?" tantang Jeonghan. Ia kemudian tersenyum jahil sembari menaik-naikkan kedua alisnya. "Lagipula dia tunanganku, calon istriku. Tentu aku bebas melakukan apapun bersamanya kan?"

"Ya!" Jisoo menjitak kepala Jeonghan. Kini ia sudah tidak menahan diri lagi. Kalau Jeonghan kembali bisa berbuat jahil, itu berarti ia sudah benar-benar sembuh. "Cari saja hotel di luar sana! Jangan disini!"

Jeonghan tertawa keras. Ia puas bisa melihat raut wajah Jisoo yang sangat mudah dibaca. Kesal, Jisoo keluar dari kamar tanpa mengatakan apa pun lagi.


[SVT FF Series] You're My Last DestinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang