Chapter 9

1.3K 59 2
                                    

"Apa yang gue lakuin barusan?" gumam seorang pemuda yang duduk di pinggir ranjangnya. Ia hanya diam melihat seorang gadis yang kini sedang memasukan barang-barangnya kedalam koper. Matanya tampak bengkak, namun, dia masih melihatkan wajah santainya sekarang. Mulut gadis  tersumpal rokok sekarang. Nyatanya, Pemuda itu diam, melihat saja. Melarangpun tidak. Ya, dia Dira dan Daffa.

Dira melirik Daffa dengan tatapan datar sekarang. "Udah sadar ya?" tanya gadis itu santai. "Makasih ya." Dira mendorong kopernya keluar kamar Daffa.

Daffa berjalan di belakang Dira. Menahan tangannya. "Maaf Dir." sesal Daffa. Gadis itu melepas kasar tangan Daffa. "Gue bukan siapa-siapa elo. Gak salah kok." Dira mempercepat jalannya menuju parkiran mobil di apartemen Daffa.

Daffa berhenti mengejar Dira. Pemuda ini kembali mengingat apa yang ia katakan tadi pada Dira. Pasti itu benar-benar sangat sakit. Nyatanya gadis itu berhenti dari jalannya. Menatap Daffa yang tak berapa langkah darinya.

"Gue masih punya orang tua. Gue ini anak  dari orang tua yang baik-baik. Bukan anak gak jelas seperti apa yang lo bilang. Gue bener-bener sakit hati lo bilang kayak gitu. Sekali, dua kali gue biarin Daf. Perkataan lo beneran nusuk gue." Ucap Dira menunjukan ekspresi santainya. Padahal, hatinya sudah remuk redam.

"Gue emang gak boleh ngatur hidup lo, karena elo bukan siapa-siapa gue. Iya, maaf ya." dengan besar hati gadis ini berkata seperti ini. "Maaf dengan sikap-sikap gila gue selama ini sama lo. Lupain aja, makasih tumpangannya." Dira melambai-lambaikan tangannya pada Daffa.

"Lupain aja kalau gue suka sama lo. Langgeng ya, sama Rana." lanjut Dira lagi. Daffa masih terperangah mendengar perkataan Dira. Gadis ini tidak menunggu jawaban atau penyesalan pemuda itu, ia terus berjalan meninggalkannya. 

*****

Mata gadis ini melirik malas ke arah sekitarnya. Mulutnya masih tersumpal rokok. Matanya bengkak. Ya, Dira sudah kembali ke rumahnya. Dira memang tidak pernah dan sangat jarang di rumah. Sangat berantakan, botol wine di mana-mana. Dira hanya melihatnya dengan tawa di kemudiannya.

"Lucu banget gue, punya rumah seberantakan ini." gumam Dira di selingi tawa. "Bener yah kata Dafa, gue itu gila." Lanjut Dira lagi.

Gadis ini duduk di ubin dingin di ruang tengah rumahnya. Melirik ke arah sekitarnya. "Ini rumah atau apa sih? Bonyok ngasih rumah ini buat gue biar gue nyaman, biar gue tenang belajar." katanya sendiri. Di ambilnya foto yang berada di meja kecil yang ada di sebelah gadis itu. Foto keluarga.

"Mereka mau gue tinggal disini bareng suami gue kelak. Tapi, siapa juga yang mau sama orang gila kayak gue?!" Gerutu Dira sendiri. Ia meletakan kembali foto itu ketempatnya semula. Dira memeluk kedua lututnya sekarang. Menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

Dira menghela nafas panjang. Mengambil rokok yang ada di dalam sakunya. Juga handphonenya. Gadis ini lalu menghubungi seseorang di seberang sana.

"Hai Kan, sorry gue malem-malem gini ganggu lo. Gue boleh minta bantuan lo gak?" ucap Dira saat Kania mengangkat panggilannya.

"Iya Dir, apapun kalau gue bisa bantu pasti.."

"Gue minta tolong cariin gue orang yang bisa bantu gue beresin rumah. Ada gak?" tanya Dira. "Rumah gue berantakan soalnya. Udah lama gak di beresin. Hehe." lanjut Dira sekenanya.

"Kebetulan nih, gue lagi ada di jalanan sekarang." jawab Kania di seberang sana.

Dira melirik jam dinding rumahnya. "Enggak salah cewek cupu kayak lo jam dua belas malem gini di luar rumah?" Dira meremehkan Kania.

MINE!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang