Chapter 24

1.2K 45 9
                                    

Satu Chapter lagi ending yaaa guys☺️

Daffa dan Dira sudah berada sangat jauh. Daffa sudah membawa Dira terlalu jauh sekarang, mereka sudah jauh dari ibu kota. Gadis itu sendiri tertidur lelap di sebelah Daffa yang mengemudi dengan kalap. Dira seperti pasrah dan ikut saja dengan Daffa yang marah-marah tidak jelas. Pemuda itu memberhentikan mobilnya di dekat warung makan sederhana. Di perhatikannya dengan jelas, jalan yang terpampang di sana. Barulah Daffa sadar.

"Ini gue udah kejauhan namanya..." ucap Daffa menepuk keningnya. Daffa mencoba menghela nafasnya, mengatur ritme jantungnya sendiri yang masih sedikit emosi. Daffa melirik Dira yang tertidur di sebelah kemudinya. 

"Dir, bangun.." Daffa membangunkan Dira yang tertidur pulas, dengan Daffa yang sedikit mulai sadar dengan apa yang dia lakukan. Lebih dari empat jam Daffa begini, begitulah. Dan sampailah disini sekarang. Daffa mulai menyalahkan dirinya sendiri, dia mulai memikirkan Rana, Daffa mulai merasa bodoh dengan apa yang dia lakukan.

"Apa Daf? Engh, gue ngantuk.. kenapa lo bangunin gue?!" Kesal Dira bangun, dia seakan melupakan semua kekesalannya pada Rana, se akan lupa kenapa dia sekarang dengan Daffa. Setannya udah pada keluar kali ya? -_-

Daffa panik sekarang. "Kita udah kejauhan Dir,"."Gimana ini? Duh, ada apa sih sama gue, nyampe sini aja!"

Adira sadar sekarang, dia melirik ke arah sekelilingnya. Dira melihat Daffa sejenak, lalu kemudian tertawa puas. "Daffa... daffa... kenapa sih? Kan gara-gara lo juga kita disini.." tawanya meledak. 

Gadis itu kemudian membenahi rambutnya. "Makanya, kalau marah itu enggak usah bawa bawang merah, kesambet kan lo? Hu.. uh." ejek Dira puas. Benar-benar tidak menyangka Daffa bisa kalap sampai seperti ini.
 
Daffa menunduk, hatinya sudah tenang sekarang, bahkan senang... karena Dira yang berada di sampingnya. Dia ikut tertawa puas, seakan melupakan apa yang terjadi. Melupakan Rana, dan apapun tentang mereka.

"Ya udah, balik pulang aja sekarang." balas Dira di iringi senyum."Capek kan?" 

Daffa menggelengkan kepalanya pelan. Dia masih tak mengerti dengan dirinya sendiri. Menyingkirkan tawanya, mengingat apa yang terjadi dengan dirinya dan Dira. Dia teringat saat menampar Dira, dan gadis itu juga melempar keluar handphonenya.

Pemuda itu kemudian tertawa,  Menarik dagu Dira agar mendekat dengannya. Daffa melihat pipi Dira yang masih merah. "Ini bekas tamparan gue?" tanya Daffa polos.

Dira sedikit menjauh dari Daffa. Meringis sakit, "Iya! Emang apaan lagi?" jawab Dira sedikit kesakitan, perih ternyata di tampar Daffa. 

"Maaf ya.." sesal Daffa. "Gue enggak maksud begitu sama lo Dir, serius.." 

Dira mengangguk santai, "Tapi enggak enak Daf, lo buang rokok gue." balas Dira dengan nada berdamai, se akan khilaf dengan apa yang mereka lakukan. 

Daffa tersenyum. "Gue sadar, kalau rokok enggak baik buat lo." Daffa memberi masukan pada Dira. Gadis itu tertawa, "Masukan buat lo, terlalu polos juga enggak baik..."

Pemuda itu menarik kedua alisnya ke atas. Badannya mulai terasa lemas, sadar sudah membawa mobil terlalu jauh, "Sini gue yang bawa, gantian." kata Dira dengan senang hati. 

Daffa menggelengkan kepalanya, "Hormatin gue Dir," kata Daffa sedikitnya menolak. "Biar gue yang bawa," 

Dira mengerutkan keningnya. "Ya udah, terserah lo lah..." 

Daffa kembali melaju mobilnya. Dengan rasa capek yang tak terduga. Pikirannya di penuhi Rana sekarang, pemuda itu nyata-nya tidak ingin mengungkit apa yang dia rasakan pada Dira. Dia benar ingin cepat pulang, kerumah Rana, meminta maaf. Rana pasti terluka.

MINE!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang