Chapter 13

1.2K 58 4
                                    

Dira merapikan rambutnya yang sedikit berantakan sekarang. Pagi ini, jadwal kuliah pagi. Sudah beberapa hari ini Gadis cantik ini menjauhkan diri dari Kania. Kalaupun Kania mendekat, Dira hanya menjawab apa yang di tanya Kania. Selebihnya tidak. Sampai akhirnya Kania sendiri tidak mengerti dengan situasi ini. Mencoba sabar dengan sikap Dira. Nyanya sendiri sudah benar-benar di bawah asuh Dira. Ketika Kania datang ke rumah Dira. Bude Yana selalu mempunyai banyak alasan untuk berkata  'Dira   enggak di  rumah Kan.'

Kali ini, Dira berpapasan dengan Daffa. Gadis ini seperti tidak mengenali Daffa sedikitpun. Ia terus berjalan melewati Daffa. Awalnya, pemuda ini mencoba tidak peduli, namun tak beberapa langkahnya yang menjauh dari Dira. Ia segera berbalik dan mengejar Dira dari belakang. Menahan tangannya.

"Dir.." kata Daffa ragu-ragu. Dira melepas kasar tangan Daffa dan berbalik. Menaikkan kedua alisnya, melipat kedua tangannya tepat di dadanya.

"Ada urusan sama gue?" tanya Dira sinis. Matanya menatap tajam ke dua bola mata Daffa. Sesungguhnya, Dira tak bisa menahan hasratnya. Hasrat ingin memiliki pemuda ini. Bukan, ingin memeluknya. Entah kenapa Dira selalu seperti ini.

Dira mengalihkan pandangannya ke kiri. "Apa kabar Dir? Lo udah enggak kenal gue ya?" tanya Daffa lagi. "Kita masih bisa temenan kan?" Daffa benar-benar sangat polos.

Dira tak menjawab pertanyaan Daffa. Dia malah memilih berjalan menjauh dari Daffa. Meninggalkan pemuda itu dengan beberapa pertanyaan. Dira menghela nafas panjang. "Lo bener-bener polos banget Daf." gumam Dira dalam hatinya.

Daffa masih mematung melihat kepergian Dira. Mengutuk dirinya sendiri dengan kebodohan yang ia lakukan sekarang. "Bego Daf, lihat tuh! Dira enggak peduli sama lo sama sekali. Jadi temen lo aja dia enggak mau. Bego emang!!" umpatnya menyalahkan dirinya sendiri.

"Kamu ngomong apa sih?" Tanya Rana yang datang dari arah belakang Daffa. "kamu kenapa ninggalin aku sih? Enggak nunggu dulu?" rengek gadis itu manja. Daffa mencoba menjauhkan rangkulan Rana.

"Aku enggak ngomong apa-apa kok. Baru dateng ya sayang? Maaf ya, gak jemput kamu. Gak nunggu kamu di depan." jawab Daffa dengan wajahnya yang sangat polos. Kali ini ia merasa bersalah pada Rana. Melupakan Dira.

"Aku heran sama kamu." sahut Rana dengan juteknya. Daffa terbelalak kaget mendengar perkataan Rana. "Kenapa lagi sayang? Aku salah apa?" tanya Daffa.

"Kenapa kamu selalu ngelak kalau aku peluk?"

Daffa menggenggam tangan Rana. "Bukan, bukan begitu. Aku cuma enggak enak aja pagi-pagi di liatin orang-orang."

Rana melepas kasar genggaman tangan Daffa. "Aku pengen kamu jujur. Enggak bohong! Ini udah sekian kali aku rasain"
 
"Jangan salah paham dong Rana." kata pemuda ini membujuk Rana. "Aku harus jujur tentang apa? Aku sayang sama kamu, udahkan?" lanjut Daffa sekenanya.

Rana mengerutkan keningnya. "Pokoknya, rasanya aneh. Ada sesuatu yang kamu sembunyiin." jawab Rana sengit.

"Percaya sama aku dong." pinta Daffa lagi.

Rana menganggukan kepalanya pelan. "Ya udahlah." jawab Rana singkat.

Daffa mengusap rambut Rana. "Makasih ya Rana."

*****

Di samping Dira, sudah duduk Leon. Teman kuliahnya yang selalu menolong tugasnya tanpa gadis itu meminta bantuan sedikitpun. Leon memberikan lembar foto kopian materi yang akan di pelajari hari ini. Dira dengan senang hati menerimanya. "Makasih ya Leon, lo emang baik banget." tutur Dira memberikan senyum manis pada Leon. Pemuda berkacamata itu segera mengangguk.

Dira berdiri tepat di depan kursi yang di duduki Dira sekarang. Gadis cantik ini mengulurkan foto kopian yang sama seperti yang Leon berikan kepadanya. "Gak usah Kan, gue udah punya kok." kata Dira pada Kania. Gadis itu mengerutkan keningnya. "Lo kenapa sih Dir? Gue ada salah ya sama lo?" tanya Kania baik-baik.

MINE!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang