#kisahFahri

2.3K 66 2
                                    

PENJAGA RAHASIA (Part 1)

#kisahFahri

Kamis pagi. Jakarta, sekitar awal Juli tahun 1993.

Aku berjalan lambat-lambat, berharap Pak Burhan sudah mengunci gerbang sekolah. Napasku teratur, kaki melangkah begitu ringan. Tas ransel di punggungku melambai-lambai  mengikuti langkah-langkah panjangku.

Kutatap pintu gerbang itu bergerak  menutup. Sekilas sempat kulihat wajah Pak Burhan yang menyeringai ke arahku dari balik pintu.

Kakiku berhenti melangkah, di jarak sekitar 4 meter dari pintu gerbang itu. Haha! Sengaja betul bapak itu. Jantungku seolah mencelos. Beruntungnya aku.

Bukan apa-apa, minggu ini aku sudah  3 hari terlambat masuk sekolah. Ini hari Kamis, artinya aku sudah terlambat 4 hari. Aku menghitung hari barusan dengan jemariku.

Kalau ini di film, aku sudah akan menjerit kencang "YESSSSSS!" lalu berlutut di depan gerbang sambil menggedor-gedor, berpura-pura memohon agar diijinkan masuk.

Tapi bukan, ini bukan film. Ini kehidupan nyata. Betul-betul nyata. Senyata senyum licik Pak Burhan di balik pintu tebal itu.

Dengan langkah santai, kuteruskan maju menuju gerbang, lalu duduk di kursi kayu yang berada di depannya. Kursi reyot itu adalah singgasana para siswa SMP 28 Jakarta yang punya kebiasaan buruk, yaitu terlambat.

Salah satu manusia paling setia menduduki kursi reyot itu adalah aku. Bahkan mungkin si kursi sudah bosan, nyaris setiap hari bertemu denganku.

Oh ya, perkenalkan. Aku Fahri Syailendra, siswa kelas 2-A, SMP 28 Jakarta. Dan ini adalah kisahku.

----

Plak!

Pak Said, guru BP yang galak mengeplak bagian belakang kepalaku. Tidak sakit. Tapi aku tak suka.

Lelaki paruh baya itu berjalan mengitariku sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya memelototiku. Galak sekali.

"Setiap hari terlambat! Murid macam apa kau ini!" katanya keras.

Aku sedikit terlonjak kaget, tapi tidak menjawab. Lagipula aku harus menjawab apa? Murid macam apa aku ini?

Terdengar kembali suaranya menggelegar, "Saya bosan melihat kamu lagi, kamu lagi, yang duduk di kursi depan gerbang!"

"Ya Pak, saya juga bosan," jawabku pelan sambil mencoba tersenyum.

Plak!

Dikeplaknya lagi kepalaku.

"Jangan ngelawak kamu!"

Aku diam, tapi tak bisa menahan senyum.

"Maumu apa?" tanyanya. Retorik sekali.

Mauku, biarkanlah aku terlambat masuk ke sekolah. Tutup pintu gerbangnya sebelum aku masuk, bahkan jika itu belum waktunya ditutup. Kalau masih terbuka, pecat saja Pak Burhan si licik penjaga gerbang itu. Entah apa masalahnya, tapi sepertinya dia membenciku.

Aku masih diam dengan seringai di wajahku. Aku menundukkan kepala. Sikap sempurna untuk anak yang sedang dimarahi guru BP.

"Saya akan mengirim surat untuk pemanggilan orang tua kamu ke sekolah, besok. Jam 8 pagi. Menghadap saya dan kepala sekolah!" perintahnya.

Aku tersenyum semakin lebar sekarang. Asyik! Mama papa pasti ngamuk. Apalagi baru minggu lalu mama menghadap kepala sekolah, karena aku berkelahi dengan anak kelas sebelah.

Minggu lalu itu masalahnya sepele. Ada anak menyenggolku hingga jatuh saat latihan basket. Aku balas mendorongnya. Ternyata dia tidak terima, lalu memukul wajahku.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang