Dua hari setelah jadian, aku mengajak Reina ke kampus dan mempertemukannya dengan Dinda. Sebelumnya, aku sudah menceritakan sekilas pada Dinda, tentang Reina.
Pacarku itu hanya mengangguk kecil, lalu berkata, "Oh, kamu punya adik ketemu gede."
Tanpa banyak bertanya, Dinda menyatakan mau bertemu Reina.
Reina sendiri terlihat senang dengan keberhasilanku menggaet hati Dinda. Dia penasaran, seperti apa 'aura seksi' itu sebenarnya.
Kuajak Reina ke kampus. Saat memasuki kelas, langsung disambut heboh oleh buaya-buaya kampus, para lelaki jomblo yang kurang kasih sayang.
"Wew! Adek lo, Ri?"
"Cakep adiknya. Kakaknya ancur!"
"Buat gue dah, adek lo sini."
"Ah, anak pungut kali lo, Ri. Kok beda banget ama adeknya!"
"Adeeeek, namanya siapa? Udah punya pacar belum?"
"Prikitiwwww..."
Aku melengos, pasrah.
Reina tersenyum takut-takut di sampingku. Dinda tertawa geli.
"Hai Rei! Sini. Jangan khawatir, teman-teman kita udah jinak kok!" sapa Dinda.
Melihat siapa yang menyapa, Reina langsung tersenyum lebar.
"Hai, Kak Dinda?" terkanya.
Dinda menyeringai lebar, tangannya terulur mengajak Reina bersalaman. Bisa kulihat ada chemistry di antara keduanya. Sip. Aman.
----
Pacaran dengan Dinda membuatku tidak normal. Aku jadi rajin mandi, lalu ke kampus, cuci muka dengan pembersih khusus, pakai parfum, gosok gigi 5 kali sehari, bahkan mulai memakai dental floss.
Aku tahu, gadis itu sangat sensitif penciumannya. Dia pencinta kebersihan level akut. Sedikit saja ada bau di tubuhku, hidungnya langsung mengerenyit. Lalu dia pergi tanpa bicara apapun. Tidak marah, hanya menjauh dariku, seolah aku bau sampah.
Saat ada jerawat di wajahku, dia akan menatapku dengan tatapan aneh, seolah jerawat itu adalah tumpukan sampah bau.
Sampah.
Dari Dinda aku tahu berbagai jenis pembersih wajah, krim anti jerawat, sabun khusus kulit kering, masker bengkoang, scrub mandi, dan lain-lain. Dia memaksa aku memakai semua itu saat dilihatnya ada yang tidak beres dengan tubuhku.
Gara-gara isu bau itu, hingga hubunganku berjalan 3 bulan ini, belum pernah sekalipun aku berhasil menciumnya.
Reina terbahak-bahak parah saat kuceritakan semua ini padanya.
"Lo dianggap bau!!" kata Reina sambil melanjutkan tawa, sambil terbungkuk memegangi perutnya.
Dia menertawaiku. Tak lama Ibunya muncul, dan saat tahu cerita ini, Ibu Reina pun tertawa keras-keras. Lalu ayahnya menyusul tertawa saat kisah 'Fahri Bau' diceritakan kembali. Kak Fitri yang paling parah, dia menyeringai lalu berkata, "Emang lo bau!" sambil melemparku dengan bantal kursi.
Sadis sekali.
Padahal aku tidak mungkin bau. Aku yang seganteng ini, sangat jarang terpapar debu, makanan terjaga, rutin cek up ke dokter gigi, tak mungkin aku bau!
----
Sabtu malam ini, aku ke rumah Dinda. Niatnya mau apel malam mingguan, biar seperti orang normal.
Mandi dengan air hangat dan sabun khusus antiseptik pembersih kuman. Lalu sikat gigi bersih-bersih, pakai dental floss, dilanjutkan dengan semprotan khusus pewangi mulut.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENJAGA HATI
RomanceMasih bagian dari #kisahReina dan #kisahAdam..Kali ini, sudah saatnya dunia mengenal Fahri, Sang Penjaga Hati