#kisahFahri (Part 6)

612 29 0
                                    

Aku punya pacar. Gadis paling cantik di sekolah. Namanya Donna. Yeyeyeeey...

Kalimat itu terus kuucapkan, kadang dengan irama lagu, sementara senyum terus mengembang dan wajah berbinar-binar.

Leo bilang, aku kayak orang gila. Biarlah. Siapapun yang jadi pacar Donna pasti gila. Gila karena cinta. Hahay!

Rutinitaspun berubah.

Sekarang, tugasku adalah menelpon Donna hampir setiap malam menjelang tidur. Aku minta Mama memberikan satu line telepon khusus untuk di kamar, dan setengah jam khusus menelpon tanpa diganggu.

----

Donna minta ditemani makan di kantin, setiap hari. Aku yang bayar. Aku sih senang-senang saja. Menatap wajah cantiknya saat sedang makan sambil mendengar semua kata dari bibir penuh itu, priceless.

Bisa kulihat, teman-teman menatap kami iri. Siswa tentunya. Siswi lebih banyak mencibir. "Beauty and The Beast," kata mereka. Ah, bodo amat.

Setiap ada kesempatan, di jam belajar, aku ijin ke toilet. Saat itu selalu kusempatkan mengintip ke kelas Donna. Dia duduk di bangku baris kedua dari depan, serius mencatat atau mendengarkan kata-kata guru di depan.

Kadang Donna menoleh ke arahku, lalu tersenyum sambil melambaikan tangan. Saat itu juga guru akan membentakku, "FAHRI! KAMU LAGI. PERGI SANA!" Kadang penghapus papan tulis penuh debu kapur juga melayang ke arahku.

Aku ngeloyor pergi sambil senyum-senyum. Rasanya bahagia sekali.

Saat bel pulang berdentang, aku bergegas merapikan perlengkapan sekolah, lalu melesat keluar kelas. Menemui Donna tentunya, lalu menemaninya menunggu jemputan datang. Aku tak mau membuang waktu berharga dengannya.

----

Jadwal rutin pertemuan hari Sabtu dengan Reina agak terganggu. Donna tidak suka aku terlalu sering bertemu sahabatku itu.

Aneh, padahal mereka belum pernah bertemu.

Donna tahu tentang jadwalku dengan Reina, karena aku menolak ngapel ke rumahnya di hari Sabtu atau malam Minggu.

Kukatakan padanya, jadwalku sudah fix. Sabtu siang-sore bersama Reina, Sabtu malam main game atau nonton bola di rumah, lalu Minggu siang ke rumah Donna. Rasanya tak ada yang salah dengan itu.

Tapi Donna marah-marah saat kusampaikan jadwal itu.

"Gue ini pacar lo! Harusnya waktu Sabtu itu seharian sama gue. Bukannya sama anak kecil ngga jelas!" semburnya dengan mata mendelik.

"Reina itu sahabat gue sejak SMP, Donna," kataku sabar.

"Ngga suka! Pokoknya ngga boleh!" kata Donna lagi, nyaris merajuk. Aih, manjanya dia. Menggemaskan.

"Kan Minggu sama lo," ujarku berusaha membujuk. Kusentuh ujung  jemarinya. Kulit yang lembut sekali.

"Nggak!"

"Ya udah, Sabtu malam gue ke rumah lo deh," kataku, masih dengan lembut mendayu.

"Nggak!"

"Donna cantik."

"Nggak! Eh, apa tadi barusan?" katanya dengan pipi memerah. Cantik.

Aku tertawa keras. Kutepuk pelan puncak kepalanya.

"Donna cantik, boleh ya, gue tetap ketemu Reina?" rayuku sambil menatap matanya dalam-dalam.

Gadis itu masih memelototiku. Bibirnya mengerucut.

Aku tersenyum, berusaha terlihat manis.

Akhirnya Donna ikut tersenyum, "Boleh, tapi ngga tiap minggu!" Katanya tegas.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang