#kisahFahri (side story)

1.4K 70 18
                                    

KOMANDAN KESAYANGAN

"Rei, aku sudah pulang," bisikku ke telinganya.

Istriku bergumam tak jelas, sepertinya masih di alam mimpi. Dia pasti lelah seharian bekerja, pulangnya masih menyempatkan mengurus ketiga anak kami.

Jam dinding menunjukkan pukul 22.30. Aku baru pulang kantor setengah jam yang lalu, dan mendapati hidangan dingin di meja makan. Tak berselera rasanya.

Kukecup kening Reina, lalu beranjak menuju dapur. Di dalam kulkas ada telur dan sedikit sayuran. Sepertinya omelet sayur bisa mengganjal perut yang keroncongan.

Selesai makan, piring kuletakkan di bak cuci piring bersama alat-alat masak yang tadi terpakai untuk membuat omelet. Lelah menyergap.

Aku membersihkan tubuh, lalu beranjak tidur. Menikmati kehangatan tubuh Reina di dalam pelukan. Tak butuh waktu lama, akupun terlelap.

"Sayang, bangun. Sholat subuh, yuk?" Bisikan lembut membelai telingaku. Saat membuka mata, wajah putih berbingkai mukena yang juga putih membuatku terkesiap.

"Astaghfirulah ..." bisikku keras.

Dia tertawa merdu. Mata sendunya menatapku geli.

"Ngagetin," sungutku, sambil bergerak bangkit.

Dia masih tertawa, ditariknya tanganku menuju kamar mandi. "Cepetan, wudhu ... Abis sholat aku mau bangunin anak-anak."

Sabtu pagi yang dingin. Kubuka jendela dan desau angin sisa hujan semalam hujan menerpa wajah. Wangi udara luar membuatku bersemangat memulai hari.

Di ruang tengah, si sulung Arya sedang sibuk mengutak-atik laptopnya. Anak lelaki yang mulai beranjak remaja itu menyapaku sekilas, lalu kembali fokus dengan pekerjaannya.

Reina di dapur, sedang berkutat dengan piring kotor. Kudekap dia dari belakang, lalu mengecup pipinya.

"Pagi, Rei. Maaf ya, semalam aku langsung tidur. Tidak cuci piring dulu," ujarku pelan.

"Ngga papa, kamu pasti capek," sahutnya sambil meneruskan pekerjaannya.

"Aku masak telur dan makan sendirian lho, Rei," kataku sambil menekankan kata 'sendirian'.

Istriku membalikkan badan, lalu tersenyum lebar.

"Kenapa ngga bangunin aku?"

"Udah. Tapi kamu ngga bangun-bangun, malah makin ngorok," sahutku santai, lalu melap piring bersih yang sudah dicucinya.

Reina melanjutkan pekerjaannya sambil senyum-senyum simpul. Tak lama seluruh isi bak cuci piring sudah tandas. Pekerjaan melap piring juga sudah selesai. Kami berdua menganggur sekarang.

"Mau sarapan apa?" tanyanya lembut.

"Sarapan kamu," jawabku tak kalah lembut.

Mata sendunya menyipit oleh tawa. Sejak dulu aku menyukai tawa Reina.

"Mandi sana. Aku buatkan nasi goreng kesukaanmu," ujarnya sambil mendorong dadaku pelan.

"Siap, Nyonyah," sahutku sambil menyeringai.

Tak lama, aku sudah menikmati nasi goreng bersama Salsa dan Anna yang tak henti berkicau tentang rencana akhir minggu kami.

"Yah, kita ke pantai, yuk!" kata Anna dengan mata berbinar.

Putriku telah beranjak remaja, semakin cantik dan ceria nampaknya.

"Ke puncak aja, Yah. Kita main ke Taman Safari," sergah Salsa sambil melirik sang kakak.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang