Masa kuliah ternyata menyenangkan!
Pakaian bebas, jadwal kuliah juga tidak selalu pagi. Ada kalanya perkuliahan baru dimulai siang hari, hingga aku bisa mengantar Reina ke sekolah dulu sebelum berangkat ke kampus.
Tak terasa, aku sudah menjadi anak kuliah selama 8 bulan lebih.
Hari ini hanya ada satu mata kuliah. Sambil bersiul, aku menyetir mobil ke rumah Reina. Seminggu kemarin tak bertemu dengannya, rasanya kangen juga. Tadi malam aku menelpon dan mengabari kalau hari ini akan mengantarnya ke sekolah. Reina senang sekali.
Tiba di depan rumahnya, Reina sudah menunggu dengan dua kotak bekal di tangan. Senyumnya mengembang demi melihatku turun dari mobil.
“Hoi! Anak kuliahan!” sapanya riang.
Aku menyeringai sambil melangkah masuk. Ibu Reina keluar rumah, dan langsung mengamatiku.
“Fahri, kamu tinggi banget sekarang. Makan galah?” sapa wanita itu.
Kucium punggung tangan Ibu Reina, lalu menjawab, “Ngga lah, makan tiang listrik aja, biasa.”
Mereka tertawa. Reina mencium tangan Ibunya lalu pamit berangkat bersamaku.
Di jalan, Reina tak henti-hentinya bercerita tentang sekolah kami. Tentang Pak Muhtar, guru BP kami yang katanya rindu berat padaku. Tentang ulangan Matematika hari ini. Bahkan tentang makanan kantin yang sekarang semakin bervariasi.
Semua diceritakannya dengan tersenyum. Aku mendengarkan sambil mengunyah roti coklat pemberiannya. Kotak bekalku dalam waktu sekejap sudah habis. Kucomot roti bekalnya, Reina pasrah saja.
“Lo makannya banyak sekarang!” ujarnya sambil menoleh ke arahku.
“Iya, makanya tinggi. Emangnya elo, kecil terus!” jawabku sengit. Reina tersenyum.
“Gue agak stress, Ri. Ujian akhir sebentar lagi, abis itu UMPTN. Gue masih bingung mau kuliah di mana.”
“Kok bingung? Ya ikut gue lah! Ke Universitas Negeri!” jawabku ringan.
“Susah tauk, masuk kesana!” ujarnya sambil merengut.
“Belajar, makanya!” tukasku lagi.
Reina diam, lalu mengunyah roti bekalnya.
Kupandangi dia sebentar, “Rei, kalo ngga kuliah sama gue, nanti siapa yang jagain lo?” tanyaku serius.
Reina menjawab sengit, “Emangnya gue anak kecil?” lalu melanjutkan, “Ngga ditemenin lo juga gue akan baik-baik aja.’ Kembali digigitinya roti itu.
“Nanti kalo ada yang nyium atau ngintip lo lagi, gimana?” tukasku tak kalah sengit.
Gadis itu tertawa, lalu menjawab ringan, “Ya kalo gue ngga suka dicium sama siapapun itu, tinggal lapor sama lo. Kalo suka, ya gue ngga perlu bilang!” bibirnya mencibir ke arahku.
Ingin kujitak kepalanya, tapi batal. Kupikir, iya juga. Kalau Reina suka, kenapa aku harus marah? Toh suatu saat dia akan punya pacar, kemungkinan besar akan berciuman. Atau nanti, saat punya suami, tentu saja akan lebih jauh dari sekedar berciuman.
Reina menepuk lenganku, “Heh, bengong!”
Aku tertawa sambil mengacak rambut ikalnya. “Ya udah, ngga papa. Yang penting tiap yang mau sama lo, kenalin gue dulu. Nanti diseleksi, pantes ngga dia buat lo,” ujarku. Dia mengangguk setuju.
“Lo sendiri, udah mau setahun kuliah, kok ngga ada kabar apa gitu? Gebetan baru?” katanya degan nada menggoda.
“Adalah. Cewek cantik banyak banget di kampus. Pakaiannya aduhai!” jawabku menerarawang.

KAMU SEDANG MEMBACA
PENJAGA HATI
RomanceMasih bagian dari #kisahReina dan #kisahAdam..Kali ini, sudah saatnya dunia mengenal Fahri, Sang Penjaga Hati