Budak Cinta

17K 1.9K 184
                                    

Baron membawa Janish ke luar negeri selama satu minggu untuk berbulan madu. Sebagai fotografer, tak lupa ia mengabadikan setiap momen yang ada. Mulai dari menunggu pesawat di bandara, detik-detik kapal mengudara, sesampainya di hotel, hingga yang terakhir diunggah ialah ketika tiba di kamar.

Baron selalu mengambil sudut baik dalam pengambilan gambarnya. Di mana latar yang tertangkap begitu artistik dan catchy. Dan uniknya lagi, dalam setiap jepretan pasti ada Janish di sana. Dengan pose candid, dengan kealamian yang menggugah.

Empat foto telah Baron unggah. Lengkap dengan caption romantis. Juga tak lupa menandai akun Janish di sana. Gara-gara hal itu, sedikitnya ia mengantongi enam digit love perfoto. Yang didapat itu belum termasuk komentar warganet yang didominasi pujian dan kebaperan para penggemar yang merestui Baja Couple.

Baik si Tuan Bom maupun si Ular, keduanya memang pandai berlakon. Jika di foto nampak romantis, aslinya mereka tak henti berseteru. Dari foto-foto yang diunggah itu, hanya mereka yang tahu kejadian di balik layar. Seperti sekarang, misalnya.

"Bangsat lo!" pekik Baron dengan tangan terkepal. "Kembaliin, nggak?!"

Baron hendak merebut kamera di tangan Janish tapi perempuan itu berkelit dengan cepat. Pergerakkannya licin. Persis belut. Seandainya Baron tak khawatir benda kesayangannya malah jatuh, ia pasti akan terus menerjang Janish.

"Posting dulu, baru gue kasih kameranya!" sahut Janish. Ia naik ke permukaan sofa, melipat tangan di dada lalu berkata lagi, "Ayo!"

Tustel yang dijadikan sandera adalah benda kesayangan kedua untuk Baron. Dari kamera itu, ribuan karyanya terlahir. Belum lagi cara Baron mendapatkannya tidak mudah. Ia mesti lembur tiga minggu penuh, berhemat sampai beberapa bulan, dan bernego dengan Shanira supaya kencan mereka tidak mengeluarkan uang. Entah bagaimana si Ular bisa mengambilnya, yang pasti Baron benar-benar murka.

"Ini nggak sesuai perjanjian, Anjing!" teriak Baron. "Lo nggak bisa ngatur gue layaknya kancung."

"Yang gue minta bagian dari rencana, bukan jadiin lo kacung!" Janish mengangkat kamera Baron tinggi-tinggi. "Tiga hitungan lo nggak nurut, gue banting kamera ini. Satuuuu."

"Lo nggak bisa ngancem gue, Bangsat!"

"Duaaaa."

"Demi Tuhan, hidup lo bener-bener menyedihkan. Penuh kepalsuan."

"Tig ... "

"Oke, gue posting!" teriak Baron frustrasi. Ia benci Janish yang semena-mena, tapi ia jauh lebih benci dirinya yang kalah berdebat. Seumur hidup, baru kali ini ia dibeginikan oleh orang. Perempuan pula. Duh, sial betul!

Apa yang dibayangkan ternyata memang jauh dari ekspektasi. Baron kira, pernikahan pura-pura ini tak akan semerugikan ini. Bukan hanya soal sifat Janish yang level tukang ngaturnya setingkat dewa, keengganan perempuan itu dalam memuaskan kebutuhan biologis pun menjadi petaka. Jangankan memberi hak pemuas, disentuh saja Janish selalu menghindar.

"Gue mau-mau aja ML sama lo," begitu katanya ketika semalam Baron mengajaknya tamasya firdaus. "Asalkan dibayar lima puluh juta perjam."

"Eh, Goblok! Perek kelas kakap aja nggak semahal itu."

"Gue Janish, model papan atas. Beda level sama lonte."

Kalau Baron benar-benar mau, sebenarnya ia bisa saja berlaku nekat. Misal, memerkosanya. Tak dipungkiri kalau ia mengagumi fisik istrinya. Selain cantik, badannya juga molek. Rasanya pasti sedap kalau dianu-anu.

Tetapi Baron masih cukup waras. Seumur hidup, ia tak pernah bercinta dengan pemaksaan. Pelacur yang ditidurinya, semua menyerahkan diri dengan pasrah. Jadi kalau kupu-kupu malam saja tak dipaksanya, masak iya pada istri ia berlaku jahat?——meskipun sejatinya ia memang orang jahat.

Pendamba Jari ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang