Siang itu Baron tengah merenung di ruang kerja. Laptop yang menampilkan foto-foto diabaikan, segala agenda hari ini seakan dikesampingkan demi lamunan pentingnya——super penting malah kalau menurut dia. Topiknya apa lagi kalau bukan soal Shanira?
Semakin lama, Baron semakin tak bisa mengekang mode bucinnya. Ia kian sering memimpikan Shanira, ia pun kian mantap untuk mengungkap rahasia pernikahannya. Ia ingin sang pujaan hati percaya bahwa kata-katanya ——tentang Shanira yang selalu ada di kalbu—— memang benar.
Selain itu, Baron juga telah merencanakan sesuatu. Nanti ketika si Ular pulang, ia akan bernego soal perceraian. Dan ia berjanji, berapapun digit angka yang disebutkan Janish sebagai kompensasi atau ganti rugi (kalau memang perceraian itu merugikan), akan dipenuhinya.
Untuk masalah Dua Benalu, Baron masih memikirkan caranya. Sampai sekarang, ia memang belum bisa menerima mereka. Tapi ia akan berusaha. Mungkin dengan menyingkirkan mereka, mungkin juga mulai menerima——meski hal itu pasti berat dilakukan.
Katakanlah Baron budak cinta, atau susah move on, atau persetan apapun itu. Tetapi memang beginilah kenyataannya. Nama Shanira sudah terpatri secara permanen di palung terdalam. Tidak ada syntax coding yang bisa mengubah algoritme kecintaan Baron padanya, tidak ada password yang bisa membuka gemboknya, tidak ada gerbang logika yang bisa meretas semua itu.
Baron mencintai Shanira sebelum ia sendiri paham apa arti cinta. Ia lupa kapan waktu spesifiknya. Tapi seingatnya, Shanira cuma teman sekelas super menyebalkan. Yang dikit-dikit ngadu sama guru, dikit-dikit ikut campur urusan orang. Memang sih di umurnya yang saat itu berusia tiga belas, dia termasuk paling bening di kelas. Tetapi tetap saja, tidak ada yang suka berteman dengan cewek rese.
Tidak ada kesan baik yang tercipta di awal-awal. Baron yang saat itu merupakan anak pindahan, tidak segan bicara kasar pada Shanira. Yang kebetulan, merupakan teman sebangku yang dipilih oleh guru.
"Di Makassar sana, kamu biasa ngomong kayak gini?" tanya Shanira saat itu.
"Bukan urusan kamu!"
Sentakan tersebut menjadi titik balik Shanira. Belia itu tak lagi mengajak Baron bicara. Entah untuk diskusi kalau ada tugas sebangku, entah sekadar basa-basi. Pendeknya, mau seperti apapun ulah cowok itu, Shanira memilih bungkam.
Merasa diabaikan itu tidak enak, Baron akhirnya mengalah. Ia berupaya mengajak teman sebangkunya berbincang. Tetapi jauh dari dugaan, gadis di sebelahnya justru mengabaikan kehadirannya. Ia tidak pernah menjawab sapaan Baron, ia pun selalu asyik sendiri. Termasuk dalam mengerjakan tugas sebangku.
Kesal, akhirnya Baron murka. Ketika Shanira sedang mengerjakan tugas di jam istirahat, cowok paling tinggi di kelas 8-F itu langsung menarik bukunya. Tentu saja Shanira tak tinggal diam. Ketika Baron menarik paksa buku tulisnya, ia merebut tak kalah kuat. Maka terjadilah tarik-menarik yang berakhir dengan buku Shanira yang robek.
"Kamu jahat!" sahut Shanira yang langsung ngibrit ke luar kelas.
Baron tak mungkin lupa seperti apa wajah Shanira saat itu. Sakit hati dan marah bercampur, melukiskan rona kecewa di parasnya yang anggun. Dilengkapi bulir-bulir yang menyembul di pelupuk, semakin tak enaklah Baron. Dalam hati ia menyalahkan adatnya yang jelek. Ia juga terus menuduh dirinya mirip sang ayah yang super kasar. Bodoh! Bodoh! Bodoh! keluhnya seharian itu.
Keesokan harinya Baron bertekad untuk menyelesaikan pertikaian mereka. Ia datang paling pagi dan menunggu Shanira dengan harap-harap cemas. Ketika gadis itu muncul, buru-buru ia mengangsurkan buku tulis yang telah disampulnya dengan rapi sambil berkata, "Ini buat ganti yang kemarin."
"Ambil lagi aja."
"Semua yang ada di buku kamu udah aku salin ulang," tukas Baron seraya menyodorkan lebih dekat. "Kalau ada yang kurang atau tulisannya nggak jelas, kamu bilang aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendamba Jari Manis
Ficción GeneralBaron Prawiratama bukan orang baik. Dia kerap menjadi dalang keributan, dia pun pernah dipenjara atas kasus pembunuhan. Tak terhitung jumlah musuhnya sampai detik ini. Mulai dari sesama fotografer, pejalan kaki, hingga aktris, hampir semua pernah be...