Mata Andre berkilat jahat.
Kartika menyesali keyakinannya dalam mengenali watak Andre. Ia pikir lelaki itu domba jinak yang tak akan sanggup melukai siapapun. Ia juga menyesal mengapa tidak memilih tempat umum untuk bertemu. Ia menyesal sudah datang ke sarang serigala.
Sebelum sempat Kartika mencapai pintu, Andre melompat cepat dan menguncinya. Ia melemparkan anak kunci dengan gerakan tak terlihat.
Ia berdiri menyeringai menghalangi Kartika di depan pintu.
"Anak bos itu muridmu, kan ?"
Kartika merasa berdiri di depan hewan liar kelaparan. Ia mencoba untuk tetap tegar. "Ya, dulu."
"Huh, murid dan guru. Hebat. Apa saja yang telah kalian lakukan ? Dasar bejat !"
Telinga Kartika pedih mendengar hinaan Andre. "Kami tidak melakukan apa-apa."
"Pembohong !"
Kartika menggeleng lemah.
"Tentu saja kalian sudah berbuat macam-macam. Brengsek." Andre yang asli ternyata sangat royal dengan umpatan kasar.
"Aku sudah banyak berkorban waktu dan tenaga hanya untuk mendekatimu. Uang tentu saja. Kalau kau tak mau menikahi aku, paling tidak aku mau sedikit imbal balik."
Kartika panik. Tubuh Andre sudah mengurungnya sampai menempel di pintu. Wajahnya seperti singa yang siap menerkam mangsa.
"Aku juga mau seperti yang kalian perbuat !"
Ia mencabut ikat pinggangnya dan mengikat erat tangan Kartika.
"Andre, kumohon, aku mau pulang. Aduuuh!"
Andre menarik mengencangkan ikatan ikat pinggangnya dan menyeret Kartika seperti hewan buruan.
Kartika meronta-ronta dan menjerit. Segera Andre menamparnya dan menyobek lakban untuk menutup mulut Kartika.
Laki-laki yang sudah kesetanan itu melemparkan Kartika ke atas kasurnya, menambah ikatan tangan yang mendera Kartika dengan dasi dan mengikatnya pada besi di ujung atas kasur.
Air mata Kartika mengalir deras sementara mulutnya tak bisa bersuara. Semakin ia meronta semakin jahat seringat di wajah Andre.
Ia menyentakkan kancing-kancing blus Kartika dengan kasar. Pakaian itu langsung robek di sana sini dan mempertontonkan tubuh atas Kartika. Wajah Andre telah sempurna seperti singa lapar.
Kartika gemetar ketakutan dan bercampur aduk perasaan. Inikah saatnya ? Aku bahkan tidak mencintainya.... Bima... tolong aku....Kartika terisak tanpa suara sementara Andre dengan nafsu binatangnya mulai menggerayangi tubuh Kartika.
Kartika menutup matanya, berharap ini hanya mimpi buruk.
Sinar matahari pagi menerobos masuk lewat celah-celah ventilasi menggelitik mata Kartika. Ia terbangun, tak tahu apakah ia tertidur kelelahan atau memang pingsan. Sakit dan ngilu terasa di sekujur tubuhnya.
Bekas ikatan di tangannya meninggalkan lebam merah kebiruan. Ia baru menyadari ia hanya bertutupkan selembar selimut. Ia sadar apa yang telah terjadi dan ia tak ingin mengingat satupun adegan yang berkelebat ramai dalam kepalanya.
Ia ingin menangis meraung-raung, mencakari wajah si penjahat itu atau menjerit-jerit. Tapi semua tak keluar. Hanya satu dua butir air mata yang bergulir dari sudut matanya.
Terlambat untuk meraung ataupun menjerit, batin Kartika. Pikirannya semakin kacau balau seperti tersapu badai setelah menemukan bercak-bercak merah darah di selimut yang dipakainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher and The Heir
General Fiction(COMPLETED) Bima, yang tak terkontrol lagi kehidupannya, diungsikan orangtua ke kampung halaman neneknya. Di situ ia harus menuntaskan SMA jika masih ingin diakui sebagai pewaris tunggal keluarga. Merasa paling segalanya, ia terus berulah di sekolah...