"Maafkan aku," kata Kartika sambil berusaha menguasai diri. "Tiba-tiba saja datang kejadian itu dalam pikiranku. Maaf, Bim."
Bima tersenyum pengertian. "Aku yang harus minta maaf."
Kartika menggengam tangan Bima dan menciumnya. "Tolong aku melewati bayang-bayang ini.
"Pasti." Sorot mata Bima yang mantap mampu menenangkan kekacauan pikiran Kartika.
"Kamu sebaiknya segera ambil pakaian. Nenek menyuruhmu menginap di rumah selama eh... Aku.... di sini."
"Menginap ?"
"Ya, tinggal sementara lah, menemani aku dan nenek tentunya. Kamu kan sudah lama tidak menemani nenek."
"Tapi aku harus mengajar."
"Aku antar-jemput. Tapi Jumat Sabtu usahakan izin, ya?"
"Katamu atau kata Nenek ?"
Bima meringis. "Menurutmu?"
Kartika tertawa kecil dan mulai memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas.
"Tidak usah terlalu banyak bawa baju. Kita langsung ke Palembang. Kita beli nanti. Aku juga bawa cuma sedikit. Mau ya, Sayang ?"
Kartika mengangguk.
"Nonton juga, ya? Aku kangen nonton bersamamu."
"Aku juga tidak pernah lagi ke bioskop sejak kamu pergi."
"Oh, ya? Uuh, kasian... " ledek Bima sambil berdiri di ambang pintu kamar Kartika menyaksikan wanita itu memasukkan pakaiannya ke dalam tas. Suasana kamar yang sedemikian rupa, sangat Kartika sekali, bercampur dengan aroma wangi wanita itu, serta siluet tubuhnya yang sangat menarik tiba-tiba merasuk liar dalam pikirannya dan membuat tubuh Bima menghangat. Oh, tidak tidak.
"Sayang, aku tunggu di mobil saja, ya?" Bima segera melesat pergi tanpa menunggu jawaban Kartika. Ia mengatur napasnya yang mulai tidak karuan sambil menyetel musik. Astaga, ini serius. Bukan cuma kejailan seperti tadi. Tapi aku mendadak sangat menginginkannya ! Bima mengutuki dirinya sendiri kemudian.
Kendalikan dirimu, goblok ! Kau cinta dia dan tidak ingin menghancurkan sekian lama waktu terpisah hanya karena tak sabar menunggu. Lihat betapa menderitanya dia tadi ! Kau belum menolongnya melewati bayangan itu, Bima. Kau hanya akan menambah parah traumanya jika tak bisa mengendalikan nafsumu !
Bima menarik napas sangat panjang dan berusaha menikmati lagu berirama ceria dengan syair lucu dan konyol yang sengaja diputarnya.
"Kamu kenapa?" Kartika meletakkan tasnya di jok belakang.
"Tergoda."
"Apa?"
Bima yang sudah kembali santai melirik Kartika sambil meringis. "Otakku tiba-tiba menggila melihat wanita yang super seksi di kamarnya."
Tubuh Kartika membeku seketika. "Eh, lalu... Sekarang ?"
"Sudah lumayan sehat." Bima tertawa kecil. "Tapi butuh sedikit obat. Sini." Ia mencium pipi Kartika lembut.
Suasana cair karena canda dan ocehan Bima di sepanjang jalan.
"Bagaimana dengan pacar-pacarmu di sana ?" tanya Kartika.
"Kenapa? Aku tidak bisa kembali jadi Bima yang brengsek itu setelah bertemu dengan Kartika Maria."
Kartika tersenyum.
"Selama itu agaknya cuma satu."
"Agaknya?"
"Begitulah. Namanya Nasya. Pacar SMP ku dulu. Seingatku kami tidak pernah mengumumkan bahwa kami pacaran. Hanya karena ia ada di sekitarku orang menganggap kami pacaran. Apa boleh buat..."
![](https://img.wattpad.com/cover/148022166-288-k24294.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher and The Heir
General Fiction(COMPLETED) Bima, yang tak terkontrol lagi kehidupannya, diungsikan orangtua ke kampung halaman neneknya. Di situ ia harus menuntaskan SMA jika masih ingin diakui sebagai pewaris tunggal keluarga. Merasa paling segalanya, ia terus berulah di sekolah...