prolog

35.9K 1.1K 39
                                    

Happy reading!

"Kak Dimas!" panggil seorang gadis kecil dengan suara lantangnya begitu mobil yang ia naiki sudah memasuki pekarangan rumahnya—sebuah rumah berlantai dua yang dihiasi air mancur berukuran besar di bagian depannya.

Andrew—sang ayah, hanya bisa menggelengkan kepala pelan melihat tingkah laku anaknya.

Begitu mobil berhenti bergerak, dengan cepat gadis kecil itu turun dan berlari menuju rumahnya.

"Kak Dimas!" panggilnya lagi.

"Sabar, Petra! Jangan berlari! Kalau kau jatuh, Ayah juga yang akan repot mengurusmu nanti." Tegur Andrew yang masih berada di balik kemudi.

"Iya!" jawab gadis kecil bernama Petra itu tak acuh, ia tetap berlari sampai ke rumah.

Setelah melepaskan sepatu dan melemparnya asal, gadis kecil yang baru menginjak usia 8 tahun itu berjalan menyusuri setiap sudut rumahnya dengan senyuman lebar, ia sudah tak sabar bertemu dengan sang pemilik nama.

Beberapa waktu yang lalu, saat ia baru duduk di kursi penumpang, Andrew yang datang untuk menjemputnya pulang pasca sekolah usai memberi kabar jika laki-laki yang ia cari sekarang sedang ada di rumahnya.

Dimas adalah anak dari Devan—rekan kerja Andrew yang sengaja ia biarkan untuk tinggal di sini untuk beberapa hari.

Petra senang bukan main, bahkan tidak sekali ia memberi perintah kepada Andrew agar mengemudi lebih cepat dari biasanya. Namun, rasa senang itu tidak bertahan lama, begitu Petra sampai ke kamar, ia tidak menemukan Dimas, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.

Isak tangis mulai terdengar, Petra mengusap kedua matanya kasar, menghapus cairan bening yang membasahi kedua pipi tembamnya. "Kak Dimas!"

Patah semangat, Petra lantas meraih kenop pintu untuk menutupnya kembali. Tetapi gerakannya terhenti ketika telinganya menangkap suara seorang laki-laki yang sedang berbicara di balkon kamar, sontak hal itu berhasil membuat senyuman lebar Petra kembali terukir. Sedangkan Dimas, laki-laki yang baru saja menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atasnya itu asyik bertukar kata dengan seorang gadis remaja yang sejak tadi ia genggam erat tangannya.

Dimas tidak menyadari akan kehadiran sesosok gadis kecil yang memperhatikan mereka dalam diam.

Terbakar api cemburu, Petra langsung berlari ke arah Dimas. Ia melingkarkan kedua tangannya di sebelah kaki Dimas hingga tautan tangan mereka terlepas.

"Kak Dimas!" rajuknya menarik ujung kemeja yang Dimas kenakan.

Sejenak Dimas tidak merespons, laki-laki itu tampak menormalkan detak jantungnya yang memburu, kemunculan Petra yang tiba-tiba sukses membuatnya terkejut.

Selang beberapa detik Dimas melonggarkan pelukan Petra di kakinya, gadis kecil itu tidak menolak, raut wajahnya justru terlihat sangat senang mendapat respons dari Dimas.

Dimas melipat kedua kakinya agar tubuh mereka sejajar, jemarinya kemudian bergerak menyampirkan helai-helai rambut Petra ke belakang telinga.

"Di mana paman Andrew?" Dimas bertanya dengan suara lembut sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru arah.

"Mungkin masih di mobil," jawabnya bergelayut manja di lengan kokoh Dimas.

Kedua sudut bibir Dimas tertarik ke atas, perlahan laki-laki itu memajukan kepalanya dan mendaratkan ciuman singkat di kening Petra.

Kening Dimas mengenyit, laki-laki itu berharap senyuman hangat yang ia lihat dari Petra. Namun, gadis kecil itu justru melemparkan tatapan tajamnya pada gadis yang berdiri di belakang Dimas. Petra melayangkan ekpresi tidak suka padanya.

Never Tear Us ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang