chapter 2

16.6K 811 21
                                    

Happy Reading!

Petra POV

Satu minggu kemudian

Matahari mulai tenggelam tanda malam akan tiba, tetapi keadaan sekitar Bandara masih ramai oleh orang-orang yang baru tiba dan akan pergi.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah, mencari sesosok manusia yang mengangkat secarik kertas bertuliskan namaku.

Setelah perdebatan panjang dengan Ayah, akhirnya aku mengalah dan bisa menginjakkan kaki di Indonesia sejak beberapa menit yang lalu.

Mendadak terdengar suara asing yang berasal dari perut ku, aku mengerang pelan, waktu keberangkatan yang mendadak ini membuatku begitu sibuk sampai lupa untuk mengisi perut sejak kemarin malam.

Aku mencoba menghubungi Ayah melalui panggilan telepon, tetapi nihil, tidak ada respon dari seberang, yang ku dengar hanya suara operator yang menyatakan panggilan dariku tidak diangkat.

Sial, sekarang aku malah terlihat seperti anak kecil yang sendirian dan tidak memiliki siapa-siapa disini, aku berjalan tak tentu arah dengan sebuah koper besar berwarna biru toska sambil terus menghubungi Ayah.

Jevin pun tak juga memberi respons panggilan dan pesanku, pasti laki-laki itu sudah mulai bekerja di tempat sialan yang tak ia sukai.

Tepat sehari sebelum aku memutuskan untuk pergi ke Indonesia, aku kembali ke kelab malam tempat Jevin bekerja, meminta maaf padanya. Aku mengaku salah karena telah menggunakan Jevin sebagai pelampiasan amarahku, semua karena keberangkatan sialan ini.

Tetapi seperti biasa, ia hanya tersenyum tipis sebelum menarikku ke dalam pelukannya, sebuah perlakuan manis yang mungkin akan membuat perempuan lain akan jatuh hati jika mendapat perlakuan seperti itu, Jevin sudah kuanggap seperti seorang kakak bagiku, ia merperlakukanku seperti adik kecilnya yang datang jika ingin mencurahkan kegundahan di hati.

Lelah bergerutu tak jelas, aku mulai merasa putus asa dan memilih untuk mendaratkan bokong di salah satu kursi yang tersedia di sana.

Huft, sampai kapan aku harus menunggu tanpa kejelasan seperti ini?

Aku mengarahkan kedua mata ke depan dengan tatapan kosong tanpa arti, termangu karena tidak ada yang bisa aku lakukan selain menunggu, tapi tiba-tiba panggilan sesosok manusia bersuara berat menyadarkanku dari pikiran yang hampa.

"Permisi," suaranya.

Aku menyipitkan kedua mata, mencoba melihat siapa yang sekarang tengah berdiri di depanku. "Iya? Apa ada yang bisaku bantu?"

Wajah pria itu tak terlihat jelas, posisinya yang berada di belakang cahaya membuatku hanya bisa memandang tubuhnya yang jangkung.

"Kau Petra, bukan? Anak dari paman Andrew." Tanyanya terdengar ramah.

Kening ku mengenyit, bagaimana dia tahu namaku? Oh tentu saja, bisa saja dia orang suruhan Ayah yang datang ke sini untuk menjemputku,"I—iya." jawabku seadanya.

Aku lantas bangkit berdiri dan mendongakkan kepala agar dapat melihat wajah itu lebih jelas.

Ku lihat ia mengambil sesuatu dari kantong celana kerjanya. "Maaf, kemarin Ayahmu sempat mengirimkan foto ini padaku." pria itu menyodorkan sebuah ponsel ke arahku, ada fotoku yang terpampang jelas di layarnya. 

Pervert HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang