Update lagi! Seneng nggak kalo fast update gini? <3
Happy Reading!
Petra POV
Ketika kami tiba di kantin, Tara tanpa ragu menarik kursi di sudut ruangan, gerakannya santai namun penuh kepemilikan seolah tempat itu memang sudah disiapkan untuknya. Tanganku meraih sandaran kursi dengan gerakan hati-hati, lalu menariknya perlahan sebelum duduk, menyisakan jarak yang cukup antara kami.
Aroma kopi dan makanan ringan memenuhi udara, bercampur dengan suara gemuruh mahasiswa yang tengah bercengkerama. Tapi meskipun kantin cukup ramai, entah bagaimana... suasana di antara kami terasa lebih senyap dari seharusnya.
"Kau ingin memesan apa?" Tara membuka percakapan.
Aku membenahi letak tasku di pangkuan, mencoba mengalihkan fokus dari tatapan matanya yang sejak tadi terasa menelisik. "Cokelat panas."
"Hanya itu?"
Aku mengangguk tanpa berpikir panjang.
Tara menghela napas kecil sebelum bangkit. "Tunggu sebentar."
•••
Aku menatap gelas di tanganku. Cairan cokelat pekat di dalamnya masih mengepul, uapnya naik perlahan, menghangatkan udara di sekitarnya. Tapi pikiranku tidak tertuju pada minuman itu.
Sejak tadi, aku bisa merasakan tatapan Tara.
Ia tidak hanya sekadar melihatku—pria itu menelanku dengan matanya. Tatapan yang dalam, penuh eksplorasi, seolah-olah ia ingin membedah setiap sudut diriku hingga aku benar-benar terbuka di hadapannya.
Aku mencoba mengabaikannya, membawa gelas ke bibir dan menyesap sedikit cairan hangat itu, tapi pada akhirnya... aku menyerah.
"Ada yang salah denganku?" Aku bertanya, langsung ke intinya.
Tara, yang sebelumnya duduk dengan posisi condong ke depan, kini menyandarkan punggung ke kursi. Bahunya terangkat santai, ekspresinya tenang.
"Tidak ada yang salah." Rahangnya sedikit menegang saat ia berbicara. "Aku hanya jarang bertemu dengan gadis sepertimu."
Keningku berkerut. "Gadis sepertiku? Maksudmu?"
Sejenak, pria itu terdiam. Ia menatapku, matanya menyisir setiap detail wajahku, dari mata, bibir, hingga leher yang sedikit terbuka karena kerah bajuku yang turun.
"Aku tidak tahu," katanya akhirnya, suaranya lebih rendah dari sebelumnya. "Kau hanya... berbeda."
Aku mendengus kecil. "Itu tidak menjawab pertanyaanku."
Tara tersenyum tipis—bukan senyum yang ramah, tapi lebih seperti sesuatu yang tersembunyi di baliknya.
"Aku juga tidak tahu bagaimana menjelaskannya," gumamnya, tapi tatapannya tetap tak beranjak dariku, seakan-akan aku adalah misteri yang sedang ia coba pecahkan.
Aku mengalihkan pandangan, memilih menatap mahasiswa lain di sekeliling kami. Ada sekelompok gadis yang duduk tak jauh dari sini, sesekali melirik ke arah Tara, berbisik satu sama lain. Aku bisa menebak isinya—pria seperti Tara pasti menarik perhatian.
Aku menggelengkan kepala pelan, berusaha mencairkan suasana. "Di mana teman-temanmu? Aku yakin laki-laki sepertimu punya banyak teman."
"Di kelas berbeda," jawabnya. "Mungkin sekarang mereka masih berhadapan dengan dosen."
Aku mengangguk paham. "Bagaimana denganmu?"
"Aku baru tinggal di sini beberapa minggu. Jadi, tidak banyak orang yang kukenal."

KAMU SEDANG MEMBACA
His touch, Her desire
RomanceJarak usia yang cukup jauh membuat Dimas tak pernah menganggap Petra sebagai lebih dari sekadar kenangan masa kecil. Namun, ketika mereka bertemu kembali, waktu telah mengubah segalanya. Petra tumbuh menjadi sosok memikat yang berhasil meruntuhkan p...