[9] Tahap Kesembilan

2.6K 286 59
                                    

Selalu mendukungmu

●●●●●

Agha memasang dasinya kemudian berjalan pelan menuju meja makan dimana keluarganya sudah berkumpul. Setelah dirawat selama 5 hari dan beristirahat di rumah selama 2 hari, akhirnya ia bisa kembali bersekolah. Rasanya ia bahagia sekali meskipun terkadang hatinya merasa kesal tiap kali ingat pesan Zelia yang mengatakan bahwa ia pergi bersama Fahdi. Ah, menyebalkan!

Kini Agha sudah duduk manis di sebelah Arisa yang tengah mengambilkan nasi goreng serta telur matasapi untuk Agha. "Gak usah banyak-banyak, bu," ucapnya.

Agha kemudian melirikkan matanya saat Natta yang duduk berhadapan dengan Agha menyodorkan segelas air putih serta Lila yang duduk tepat di depannya juga turut menyodorkan segelas susu segar untuknya. Kemudian Agha melirik ke arah Gian yang ternyata membantu menyiapkan makanan untuknya sebelum piring itu mendarat tepat di depannya. Agha mengernyit bingung tatkala melihat apa yang dilakukan oleh keluarganya.

"Kenapa?" gumam Agha dengan tatapan yang tak beralih dari piring serta gelasnya.

"Kenapa apanya?" ucap Arisa lembut.

Agha menaikkan pandangannya dan menatap seluruh anggota keluarganya secara bergantian. Ia melihat berbagai ekspresi yang tergambar dari setiap guratan wajahnya hingga akhirnya ia mendapatkan sebuah kesimpulan. "Aku tahu, kok."

Dengan terlontarnya pernyataan itu, muncullah rasa bersalah pada setiap relung hati mereka masing-masing.

*****

"Gha!" panggil Fahdi saat ia melihat Agha yang berjalan lesu di depannya.

Agha yang merasa terpanggil, seketika menghentikannya dan menoleh ke arah Fahdi yang kini sudah berlari kecil ke arahnya.

"Kata si Zelia, lo sakit?" tanya Fahdi.

Jangan bingung mengapa Fahdi seperti mengenal Agha akrab. Nyatanya, meskipun mereka tak pernah satu kelas maupun organisasi di SMA, tapi mereka pernah bersekolah di SMP yang sama.

"Iya," sahut Agha singkat.

Fahdi meraih sebelah pundak Agha seraya tersenyum sendu, "Maaf, ya. Gue ga sempet jenguk."

Agha tersenyum lebar, "Santai aja kali, Di."

Fahdi terkekeh seraya mundur selangkah, "Yaudah, take care ya, bro!"

Agha mengacungkan jempolnya dan berbalik untuk menuju kelasnya. Agha berjalan sendiri dalam diam. Kali ini ayahnya, Gian yang mengantarnya terlalu pagi karena harus mengejar meeting yang sangat penting pagi ini. Sedangkan Natta juga tak dapat mengantarnya karena harus melakukan sesuatu di rumah. Entah apa itu, Agha juga yak peduli.

Agha selalu suka suasana sepi pagi hari di sekolahnya. Cuaca yang sedikit mendung dan berangin membuat jiwanya merasa tenang. Agha meringis sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodienya. Pagi ini benar-benar dingin.

Saat ia melewati ruang OSIS yang terbuka, terlihatlah jam yang tertempel di atas dindingnya. 'Masih lama juga, ya', pikirnya. Maka ia berinisiatif untuk mengambil rute yang lebih jauh untuk menuju kelasnya.

Kini ia sudah berada di area kelas XII Seni. Agha terkekeh sejenak saat bayangan pertama kali ia bertemu dengan Zelia terulang lagi. Betapa bodonya ia saat itu. Tapi, lamunannya buyar saat ia melihat Zelia tengah bermain gitar di bangku panjang yang terletak di sisi koridor sekolah.

Petikan gitar yang lembut bersatu padu dengan merdunya suara Zelia. Sebuah perpaduan yang indah kala suara-suara itu mengalun lembut dan melebur bersama semilir angin yang sejuk. Agha memejamkan kedua matanya menikmati setiap nada alunan musik indah itu. Dan saat Zelia menghentikan lagunya, Agha kembali membuka matanya.

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang