[8] Tahap Kedelapan

2.7K 289 43
                                    

Menjadi orang pertama yang ikut tersenyum atas kebahagiaanmu

●●●●●

Suasana hari ini yang cukup cerah rupanya tak menular kepada seorang anak yang masih memberengut di atas brankarnya. Sejak tadi pagi ketika kakaknya, Natta mengatakan bahwa Rio sudah pulang sejak semalam saat ia tertidur membuatnya semakin merasa jengkel. Bagaimana bisa Rio pulang tanpa pamit? Dan bagaimana bisa hingga siang hampir menjelang sore ini Rio masih belum menghubunginya?

"Seenggaknya ngerasa bersalah kek, terus minta maaf gitu ama gue. Dasar Rio bau!" gerutu Agha yang masih bersedekap tangan dengan sesekali melirik ke arah ponsel yang berada di atas meja kecil tepat di depannya.

Sudah sejak tadi Natta, Lila serta kedua orang tua mereka memperhatikan polah si bungsu itu. Terlihat bibir mereka sedikit berkedut menahan tawa. Jangan sampai mereka kelepasan tertawa bila tak ingin menambah buruk suasana hati Agha.

"Ibu...," rengek Agha. "Pulang...."

Arisa kembali tersenyum seraya menghela napasnya. Sejak tahu bahwa ia seorang diri di kamar ini, Agha terus saja merengek ingin pulang. Mungkin lebih dari 10 kali Arisa mengatakan, "iya, nanti kalo kamu udah kuat."

Dan Agha tak menerima itu.

Baru saja Agha hendak melancarkan rengekan lainnya hingga pintu kamarnya terbuka dan memunculkan sebuah kepala anak lelaki dari sana yang dengan cerianya mengatakan, "halo!"

Agha mengelus dadanya saat ia merasakan degupan jantungnya yang cepat. Ia terkejut. Namun sedetik kemudian, saat celah pintu itu terbuka lebih lebar lagi dan menampilkan keseluruhan tubuh manusia itu, wajah Agha mulai berubah menjadi datar.

Ngambek, mode on.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Agha ketus yang hanya dijawab kekehan kecil oleh anak itu.

"Yaelah, kok galak sih sama gue?" ujar Rio yang kini menghampiri keluarga Agha untuk menyapa sembari mencium punggung tangan mereka. Setelah selesai, ia berjalan dan duduk di atas brankarnya dulu.

"Lo kenapa pulang gak bilang gue?" tanya Agha dengan nada seperti sedang menginterogasi.

"Kan lu lagi tidur, kebo."

Agha mendengus kesal. "Ya tetep aja. Seenggaknya lo chat gue kek. Bilang kalo lo udah pulang."

"Gue sampe rumah tidur bangun siang. Gue baru baca tadi. Trus ga gue bales, emang sengaja sih. Toh gue juga bakalan ke sini. Ngapain juga gue bales kalo ujung-ujungnya ketemu?" ujar Rio membela diri.

Arisa tersenyum lebar melihat interaksi keduanya. Ia berdiri tepat di belakang Rio dengan memegang kedua pundak Rio seraya menatap Agha. "Yaudah, Gha. Bagus dong Rio pulang. Tandanya dia udah lebih sehat. Masa temennya sehat kok marah?"

Mendengar pembelaan itu hati Agha serasa tercubit. Ah, bisa-bisanya ia se-egois itu. "Maaf."

"Iye, gue maafin," sahut Rio dengan senyum kemenangannya.

Setelah keadaan mulai membaik, Natta dan Lila meminta ijin untuk pergi keluar sebentar karena ada sesuatu yang harus mereka beli. Beberapa menit kemudian kedua orang tuanyalah yang pergi ke kantin karena belum mengisi perut sejak tadi. Kini hanya tersisa Rio dan Agha di ruangan itu.

"Yo."

"Hmm," sahut Rio tanpa mengalihkan perhatiannya dari game onet di ponsel Agha.

"Si Zelia apa kabar?" tanya Agha yang masih sibuk berkutat dengan lipatan origaminya. Selain terobsesi dengan tutorial, Agha juga terobsesi dengan segala bentuk seni melipat kertas itu.

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang