[29] Tahap Kedua Puluh Sembilan

1.9K 271 124
                                    

Melihatmu dari sini

●●○○○

Agha sudah dioperasi namun ia belum dipindahkan ke ruang rawat biasa karena harus diobservasi terlebuh dahulu. Zelia dan seluruh keluarga dan teman Agha hanya bisa duduk menunggu di ruang tunggu. Semuanya menunjukkan kekhawaturan meskipun tak menunjukkannya secara langsung.

Tepat setelah operasi dinyatakan sukses, semua beban yang sejak beberapa saat lalu terasa, kini seperti hilang begitu saja. Agha mereka menang dan mereka harap Agha benar-benar bisa kembali dengan senyuman lebarnya.

Namun hari ini tepat 2 hari setelah Agha dinyatakan koma. Ternyata terjadi sesuatu yang mengakibatkan Agha tidak sadar. Seketika kelegaan yang melanda mereka seketika mencekik mereka. Ketakutan akan kehilangan Agha tiba-tiba mulai menguasai benak mereka.

Setiap hari Zelia, Helga dan Rio selalu datang hanya untuk sekedar menemani Agha. Meskipun keluarganya selalu ada di sisinya, namun mereka hanya ingin ada saat Agha membuka matanya. Seperti janji mereka saat Agha menelpon, bahwa mereka akan ada saat itu terjadi. Entah itu kapan, mereka akan menunggu.

*****

Agha berlari kesana kemari. Sudah sejak lama ia tidak diijinkan untuk melakukan rutinitas kecil ini. Sehingga ia merasa senang sekali saat akhirnya ia bisa berlari sekencang ini.

"Jadi, lo selama ini kerjaannya lari-lari gini kayak orang gila?"

Agha berhenti berlari saat ia mendapati suara yang sangat familiar di telinganya. Ia menoleh dan melihat Rio yang tengah duduk di salah satu bukit kecil di belakang Agha. Rio melambaikan tangan ke arahnya.

Secepat mungkin Agha berlari menuju arah Rio. "Rio? Sumpah! Ini lo?"

Rio mendengus kesal. "Menurut lo?"

"Kok lo punya rambut?"

"Menurut lo?"

"Ih, kenapa gue nanya lo malah nanya juga, sih?!" ucap Agha kesal.

"Udah, gak usah jawab hal yang gak penting!" sahut Rio.

Agha kemudian mengambil posisi untuk duduk tepat di sebelah Rio. Mereka kini hanya duduk dan memandnag pemandangan indah di depan mereka. Sebuah tempat yang bahkan keluarganya tak ada yang tahu.

"Lo kenapa gak balik-balik?" tanya Rio tanpa mengalihkan tatapannya sedikitpun dari sungai di depannya.

Agha mengedikkan bahunya. "Gak tau. Gue gak nemu jalan pulang."

Rio seketika menoleh ke arah Agha. "Serius, lo?"

Agha mengangguk pelan. "Gue tersesat di sini. Bahkan kalo lo gak ke sini, gue gak inget sama kehidupan gue yang sebenernya."

"Tapi... tapi ini bukan waktunya, kan?"

Agha menoleh dan menatap Rio lekat. Ia kembali tersenyum. "Belum."

Rio menghela napas lega. Setidaknya ia masih mempunyai harapan. Ia masih belum siap jika Agha benar-benar tak kembali saat ini juga.

"Jangan pergi dulu. Lo masih belum ngucapin permintaan ketiga lo."

Agha tertawa kecil. "Masih inget aja."

"Inget, lah!"

"Oh, iya. Kok lo ada di sini?" tanya Agha lagi.

Rio meringis sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Entah bagaimana ia mengatakan yang sebenarnya pada Agha. Pasti ia akan marah. Kalau ia berbohong, Agha pasti akan tahu.

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang