[31] Tahap Ketiga Puluh Satu

2.9K 272 50
                                    

Mendapatkanmu???

●●●●●

Zelia menyeka peluh yang mulai membasahi keningnya. Ternyata mengecat satu bagian dinding cafe itu benar-benar menguras tenaga. Pekerjaan itu selesai hingga pukul 5 sore. Dan kini, Agha membawa Zelia untuk duduk di bagian atap cafe itu.

"Gue gak pernah tau kalo Tante Shafira itu Mamanya lo," ucap Agha yang baru saja tiba dan menyodorkan segelas jus sirsak pada Zelia.

"Lo kenal Mama gue dari mana?"

"Tante Shafira yang nolongin gue waktu gue hampir tenggelam di kali pas SD," ucap Agha. "Waktu itu gue lagi main di pinggir kali sama Rio. Dia gak sengaja dorong gue dan masuk ke kali."

"Serius? Trus?"

"Tante Shafira waktu itu lagi habis jemput Bang Zeldo naik sepeda. Trus langsung berhenti gara-gara liat Rio nangis." Agha berhenti sejenak untuk menyedot minumannya. "Tanpa pikir panjang, Tante Shafira langsung turun, trus terjun ke sungai buat nyelametin gue. Di situ Bang Zeldo cuma bisa diem sambil berusaha nenangin Rio yang masih nangis aja."

Zelia masih menyimak cerita Agha. Ia tak menyangka bahwa Mamanya sehebat itu. Tiba-tiba timbul perasaan rindu yang sangat besar pada sang Mama.

"Trus gue dikasih teh hangat sama Mama lo. Lo tau kan kalo Mama lo selalu bawa termos kecil setiap jemput Abang lo sekolah gara-gara Abang lo tuh suka banget minum teh hangat?"

Zelia mengangguk kecil. "Betul banget. Kadang gue suka bingung, saking sukanya, dia sampe gak mau nungguin minum di rumah aja gitu."

Agha dan Zelia tertawa. Masing-masing dari mereka menerawang ke masa lalu. Menggali kenangan mereka masing-masing dengan satu orang yang sama.

"Pantes aja, ya lo cantik. Tante Shafira aja cantik banget kayak gitu," celetuk Agha.

"Iyalah! Mama gue gitu loh," sahut Zelia membanggakan diri. "Ngomong-ngomong, lo tau itu Mama gue darimana?"

"Dari Bang Zeldo. Pas di rumah sakit, dia mamerin foto Mamanya yang ada di dompetnya," ucap Agha kemudian berjalan menuju pagar pembatas setinggi dadanya. Ia menyandarkan kepalanya pada bagian atas pagarnya seraya menatap pemandangan di depannya.

"Trus, lo tau rumah ini dulunya punya Mama gue darimana?"

"Dari Tante Shafira. Waktu itu kita pulangnya lewat depan rumah ini soalnya."

Zelia mengangguk kemudian kembali menyedot jus yang ada di tangannya. "Oh, iya Gha. Gue boleh nanya sesuatu, gak?"

"Nanya aja," ucap Agha yang masih berdiri membelakangi Zelia.

"Kenapa lo hobi banget nulis di sticky notes sama bikin tutorial?"

Agha membalikkan tubuhnya dan bersandar pada pagar di belakangnya. Ia pun berlagak layaknya orang yang berpikir keras. Zelia yang melihat hal itu seketika melempar tutup gelas plastiknya pada Agha. Dengan gesit, Agha menangkis tutup itu san tertawa.

"Lo akan tau nanti, Ze."

"Kapan?"

"Ya nanti."

"Nanti kapan?"

"Kapan-kapan."

"Kapan... kapan?" ucap Zelia yang seketika mengundang decakan keras Agha. Sedetik kemudian Agha baru menyadari perasaan yang mungkin Rio dan teman-temannya rasakan. Pasti ia semenyebalkan ini.

"Budu amad, Ze!" ucap Agha kesal. "Eh, Ze. Tapi kok ya bisa kebetulan ya kita dihubungkan oleh sesuatu. Seakan-akan emang ditakdirkan buat bertemu."

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang