[24] Tahap Kedua Puluh Empat

2K 289 47
                                    

Melindungimu dariku

●●●●●

Agha duduk termenung sambil memandangi seluruh keluarganya yang tengah asyik bercanda di halaman depan rumahnya. Hari ini adalah hari Sabtu sehingga seluruh keluarganya memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama.

Arisa terlihat sibuk membuat sirup dingin di atas meja bundar kecil sambil mengobrol dengan Gian yang sedang mencampurkan pupuk dengan tanah gembur. Sedangkan si kembar Lila dan Natta tengah asyik menyiram tanaman sembari sesekali menyiram tubuh satu sama lain.

Agha tersenyum melihat pemandangan di depannya. Sungguh keluarga yang bahagia dan ia bersyukur telah terlahir menjadi salah satu bagian dari anggota keluarga ini. Rasanya ia enggan pergi dari keluarga ini. Ia ingin selalu bersama mereka yang ada di sini.

Lamunan Agha hancur saat ia merasakan sesuatu yang hangat melingkupi tubuhnya. Ia menoleh ke kanannya dan menemukan sang Ibu yang sedang memeluknya. Tak lupa ia menyampirkan jaket pada tubuh Agha terlebih dahulu.

Salah satu tangan Arisa mengusap lembut dada kiri Agha dimana sesuatu yang bertedak ada di sana. Sesuatu yang selalu membuatnya takut untuk memejamkan mata di malam hari. Sesuatu yang selalu bisa mengancamnya untuk membawa pergi seorang anaknya dari hadapannya selamanya.

"Adek kenapa?" tanya Arisa lembut.

Agha yang menikmati sentuhan lembut Arisa hanya bisa memejamkan matanya. Meresapi rasa nyaman dari pijatan lembut ibunya yang secara ajaib mampu menghilangkan rasa sesak yang sebenarnya sudah menghampirinya sejak pagi tadi.

Agha menggeleng tanda ia baik-baik saja. Namun insting seorang ibu bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. "Agha sayang sama Ibu?"

Agha membuka matanya kemudian menoleh ke arah sang Ibu. Menatap dalam kedua mata ibunya. Ia berusaha menyelami setiap goresan iris mata Sang Ibu untuk mencari maksud dari perkataannya. Nihil, ia tak menemukannya.

"Sayang banget."

"Kalo sayang, kenapa kamu masih gak mau cerita sama Ibu?"

Agha terdiam. Bukan berarti ia tak percaya dengan ibunya. Namun semua masalah yang kini berputar di kepalanya terlalu kompleks hingga ia merasa bingung. Ingin menceritakan yang mana dulu? Sebenarnya ia selalu ingin mencurahkan semuanya. Tentang ketakutannya, tentang kekecewannya, tentang kesedihannya, rasa frustrasinya, sakit hatinya, semua tentangnya. Ingin sekali ia curahkan semuanya. Tapi, ia hanya bingung saja.

"Yaudah kalo belum mau cerita, gak papa. Tapi inget, kamu gak boleh banyak pikiran, ya sayang. Kamu gak boleh stress," nasihat Arisa yang hanya dijawab anggukan.

"Agha! Yuk, sini. Cobain sirup sama kue bikinan Ibu," ajak Gian yang sudah datang menghampiri meja kecil di depan sana.

Agha tersenyum lebar kemudian mengangguk. Dengan perlahan ia bangkit berdiri yang dibantu oleh Arisa. Namun belum saja ia berdiri dengan tegak, Agha tak sadarkan diri dan kepalanya terbentur ujung undakan tangga terasnya. Suasana yang hangat mendadak menjadi terasa mencekam. Terlebih saat kepala belakang Agha mengeluarkan banyak darah.

*****

Agha membuka kedua matanya dan mendapati Rio yang sedang bermain rubik di atas ranjang kosong di sebelahnya. Desisan Agha membuat Rio menghentikan permainannya dan berdiri di samping Agha. "Lo udah bangun?"

Agha mengangguk. "Berapa lama gue tidur?" ucap Agha lirih.

"6 bulan. Gue udah kuliah hari pertama, nih," ucap Rio dengan entengnya.

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang