[13] Tahap Ketiga Belas

2.6K 306 19
                                    

Dihukum bersamamu

●●●●●

"GILA!" pekik Agha saat ia baru sadar bahwa ia terlambat. Segera saja ia cuci muka dan menggosok giginya, kemudian bergegas mengganti pakaiannya dengan seragam. Tanpa banyak ritual, Agha berlari keluar dari kamarnya.

Arisa yang tengah menyapu lantai seketika terkejut saat mendapati Agha yang berlari menuruni tangga. "Agha, jangan lari-lari!"

"Agha udah telat ini, Bu," ucapnya kemudian meraih tangan Ibunya dan berlari keluar.

Arisa mengejar Agha, "Dek, jangan lari! Ibu aja yang anter kamu."

Agha yang baru saja keluar dari garasi dengan menuntun sebuah sepeda miliknya seketika berhenti sejenak dan menoleh ke arah Arisa. "Agha naik sepeda, kok. Bye Bye! Assalamualaikum."

Arisa kembali berlari mengejar Agha. Namun ia sudah terlambat, anaknya sudah melajukan sepedanya dengan cepat. "Dek! Kamu gak boleh capek-capek!"

Dan entah Agha mendengar atau tidak, ia harap anak bungsunya itu mendengarnya.

*****

Terlambat! Gerbang sekolah sudah tertutup rapat.

"Pak! Bukain dong! Aku mau masuk ini...," ucap Zelia sambil bersandar di pagar sekolahnya.

Bukannya menyahut, Pak Ino justru mengeraskan volume TV kecil yang berada di posnya dan berpura-pura tengah seru menikmati tayangan di TV. Zelia mendengus kesal seraya menendang pintu pagar yang menjulang itu. "Pak, bukain dong... please...."

Zelia akhirnya menyerah. Ia mendudukkan dirinya dan bersandar di depan pagar. Sejak tadi ia sendirian disini sehingga ia merasa sangat bosan. Ia melirik ke arah jam yang melingkar pada pergelangan tangannya dan melihat bahwa ia sudah 10 menit terjebak di sini. Biasanya guru piket akan muncul untuk menghukum anak yang terlambat sekitar 15 menit setelah bel berbunyi. Berarti ia masih harus menunggu 5 menit lagi.

Empat menit setelahnya, Zelia masih terduduk di depan pagar hingga pagar yang menjadi sandarannya itu tiba-tiba terbuka. Zelia yang tak sadar akan hal itu terjatuh ke belakang dan membuat Bu Luna tertawa sangat keras.

Zelia segera bangkit dan menghadap ke arah Bu Luna yang masih tertawa. Baru saja ia akan memprotes, tiba-tiba ia mendengar suara tawa lain dari arah belakangnya. Dan saat ia menoleh, ia dihadapkan oleh wajah Agha yang tertawa terbahak-bahak. Cowok itu berdiri dengan tangan kirinya yang memegang sepedanya serta tangan kanannya yang memegang perutnya. Wajahnya memerah akibat ia tertawa sangat keras.

Zelia kembali memutar tubuhnya dengan menghentakkan kakinya. Mulutnya mengerucut serta wajahnya ikut memerah. Ia sangat malu. Apalagi kini Agha juga melihatnya seperti itu. Habis sudah ia pasti akan terus diledek berbulan-bulan oleh Agha.

"Ibu... udah doong ketawanya," pinta Zelia.

Bu Luna menghentikan tawanya seraya menggandeng tangan Zelia dan mengajak Agha masuk ke dalam sekolah dengan sisa-sisa tawanya. Bu Luna, guru yang bertugas sebagai guru piket hari ini memanglah disiplin. Namun ia juga sangat baik dan lembut. Sehingga seluruh siswa di sini menuruti semua perkataannya dengan senang hati. Bukan karena keterpaksaan.

"Sini, kalian berdiri di situ," sahut Bu Luna yang menunjuk ke arah lapangan basket indoor di sekolahnya. Luna menyerahkan seperangkat alat kebersihan kepada Zelia dan Agha. "Ini, tolong ya dibersihkan lapangannya. Hari ini gak ada praktek olahraga. Jadi, kalian bersihin aja, ya sekarang!" ucap Bu Luna dan segera bergegas pergi.

Agha meraih gagang pel dan mulai membersihkan lapangan basket yang cukup luas ini. Sedangkan Zelia masih berdiri dengan bertumpu pada gagang pel yang lainnya kemudian ia melamun.

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang