[12] Tahap Kedua Belas

2.5K 266 4
                                    

Membuat harimu lebih bahagia lagi

●●●●●

Akhir-akhir ini Agha merasa bahwa hari-harinya semakin buruk saja. Kenyataan serta berbagai kejadian buruk satu per satu datang menghampirinya dan membuat pikirannya semakin kalut. Lihat saja bagaimana keadaan keluarganya kali ini. Mereka semua tersenyum padanya seakan merasa segan hanya untuk bersikap seperti biasa kepadanya.

"Ayolah, aku tuh gak marah," ujar Agha yang kini tengah duduk di sofa yang tepat berhadapan dengan TV.

Ucapannya sontak saja membuat seluruh keluarganya menoleh ke arahnya. Sedangkan Agha tak menarik minat untuk mengalihkan pandangannya dari layar TV yang menyala hadapannya. Meskipun sebenarnya ia masih memperhatikan raut wajah keluarganya yang masih tertangkap oleh matanya.

Hingga beberapa waktu berselang, keluarganya masih tak nampak akan melakukan sesuatu. Agha menghela napasnya dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa panjang yang sejak tadi ia duduki seorang diri. Akhirnya, ia menatap keluarganya yang terduduk di sofa yang terpisah dengannya, tepat berada di sebelah kanan dan kirinya. Merasa paham akan apa yang sedang dipikirkan oleh selurih keluarganya, Agha kembali menghela napasnya.

"Ayah, ibu, Mas Natta, Mba Lila... udahlah. Gak usah ngerasa gak enak begitu. Agha gak marah, kok. Agha cuma... kecewa."

Lila yang terlebih dahulu tersadar akan perubahan ekspresi adiknya, segera bergerak pelan mendekati Agha dan duduk di sebelahnya. Sontak saja Lila merasa terkejut saat Agha menoleh ka arahnya dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Adiknya... adik lelaki satu-satunya itu akan menangis.

Tanpa berpikir apa-apa lagi, Lila merentangkan kedua tangannya dan merengkuh tubuh Agha. Dengan lembut ia mengelus punggung Agha. Begitu juga dengan Arisa, Sang Ibunda dari 3 anak tersebut pun tak mau hanya diam saja. Ia duduk di sebelah Agha seraya mengelus pundak anaknya yang terasa tegang. Satu hal yang ia tahu, Agha masih berupaya menahan tangisnya.

Gian kemudian berjalan menghampiri Agha yang bersandar di pundak Lila namun tatapannya masih lurus ke depan. Gian berlutut dan meraih kedua tangan Agha. Ia menatap kedua tangan Agha yang ada di tangkupan kedua tangannya. Tangan itu adalah tangan yang sama dengan tangan mungil yang ia genggam lembut sewaktu di ruangan itu. Tangan mungil itu kini sudah membesar dan itu di luar ekspektasinya.

"Agha... sayang...," ucap Gian bergetar yang mencoba mengambil atensi dari anaknya. Namun Agha masih tak mau mengalihkan pandangannya dari layar TV di hadapannya

"Nak...," panggilnya lagi dan berhasil membuat Agha menoleh ke arahnya.

"Maafin ayah," ucapnya pada akhirnya setelah pergulatan kata yang terjadi di otaknya. Ditatapnya lagi wajah anaknya itu, namun ia masih tak menangkap ekapresi apapun. Tatapan Agha yang mengarah padanya... kosong.

"Maafin Ayah, maafin ibu kamu juga, sama kedua kakakmu," ucap Gian sekali lagi. Ia bergerak sedikit untuk memperbaiki posisi duduknya kemudian kembali mengeratkan genggaman kedua tangannya pada tangan Agha. "Bukan maksud kita buat nyembunyiin semua ini. Kita cuma nunggu saat yang tepat."

Natta yang sedari tadi berada di hadapan keluarganya, kemudian mengambil posisi duduk di sebelah ayahnya. "Sebenernya, Mas sama Mba udah punya niat untuk kasih tau kamu waktu itu. Tapi kamu lagi kayak sedih banget. Jadi kita gak tega."

"Maafin Mba Lila juga, Gha... Mba yang manipulasi surat hasil check up kamu itu. Mba cuma... mba cuma belom siap aja kalo harus nungguin kamu di depan ruang operasi lagi," ucap Lila yang mendekap tubuh adiknya erat.

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang