[14] Tahap Keempat Belas

2.4K 286 18
                                    

Memberikan hadiah kecil untukmu

●●●●●

Agha membuka kedua matanya lebar dan mendesah saat ia mengetahui sebuah fakta bahwa ia berada di dalam kamarnya. Agha mengernyit bingung. Pasalnya, ia masih ingat dengan jelas bahwa ia tertidur di ruang kantor ayahnya. Bagaimana ia sekarang sudah berpindah di atas ranjang kamarnya lengkap dengan seragam yang sudah tergantikan oleh kaos lengan panjang serta celana panjang?

Ia berusaha bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjangnya. Sejenak ia alihkan tatapannya pada jam di atas nakas. Ternyata sekarang sudah pukul 4 sore. Lama sekali ia tidur.

Lamunannya hancur saat ponsel yang ia letakkan di atas nakas bergetar. Layar yang menyala memperlihatkan foto seseorang yang menelponnya. Dengan malas, ia meraih ponselnya dan menjawab panggilan itu.

"Dasar tukang bolos!"

Tanpa ada sapaan maupun salam, suara di seberang sana sudah meneriakinya hal yang cukup membuatnya kesal.

"Wa'alaikumsallam," ucap Agha.

Agha terkekeh pelan saat ia mendengar helaan di seberang sana yang dilanjutkan oleh salam "Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsallam," jawab Agha lagi yang membuat dengusan di seberang sana semakin keras saja.

"Ini kenapa jadi salam-salaman terus."

Agha tertawa pada akhirnya, "lah apa salahnya? Salam, 'kan do'a, Yo!"

"Iya... iya... Pak Agharna Niaz!" ucap Rio yang semakin kesal. "Btw, lo napa dah main pergi dari sekolah gitu aja? Kemana lo?"

"Ke kantor Ayah," sahut Agha singkat.

"Ngapain?"

Agha menghela napasnya sejenak. Kenapa sahabatnya ini ketus sekali?

"Yelah, galak amat sih, Pak!" protes Agha yang hanya dibalas decakan keras dari Rio.

"Gue itu lagi nanya. Pertanyaan harusnya dikasih jawaban. Bukan kalimat protesan! Buru jawab! Lo ngapain?" ketus Rio.

"Gue cuma kangen sama Ayah. Ga boleh?" sahut Agha yang diam-diam ingin menggoda Rio yang sepertinya marah padanya.

Rio kembali menghela napasnya. "Kangen sama Ayahnya sendiri itu mah boleh. Tapi bohongnya itu loh. Dosa!"

Agha kembali tertawa. Ternyata Rio masih tetaplah Rio. Seseorang yang terlalu pintar untuk ia bohongi. Agha jadi penasaran. Jangan-jangan selama ini Rio yang sering remedial karena nilainya jelek mungkin hanyalah sebuah kebohongan saja. Bisa saja Rio itu sebenarnya seperti layaknya di film-film yang dimana ada seorang jenius yang menyembunyikan identitasnya dengan cara berpura-pura bodoh supaya penyamarannya berhasil. Dan bisa saja--

"Apapun pikiran aneh lo saat ini, gue minta lo jawab pertanyaan gue!" ucap Rio dengan nada yang tak berubah. Ketus.

Agha kembali tertawa, "iya... iya... sorry. Gue tadi sebenernya sesek napas terus lemes terus gitu deh. Ya, biasa kambuh. Tadinya, sih mau pulang, tapi ada something lah sama Ibu. Yaudah gue kabur ke kantor Ayah. Lagian kantor Ayah 'kan deket dari sekolah," terangnya pada Rio. "Yaudah ah, gue mau ke dapur nih. Mau makan."

31 Ways to Get You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang